Happy Ending Machine adalah novel karya Adelina Ayu dan merupakan seri ke-2 dari Golden Trio Universe setelah The Name of the Game (TNOTG).
Jika dalam TNOTG menceritakan tentang kisah Zio, cowok melambai tapi straight yang hidup di lingkungan patriarki yang menomorduakan perempuan, maka Happy Ending Machine keluaran Penerbit Bhuana Sastra ini, berkisah tentang Shailendra, lelaki yang memiliki permasalahan hidup yang kompleks.
Adalah Shailendra atau Shaien, anak tunggal dari pasangan orangtua yang keduanya berprofesi sebagai dokter, tinggal di penthouse dan bergelimang kasih sayang dan materi, tapi menyimpan ketidakbahagiaan dalam dirinya.
Shaien tumbuh dalam ‘kotak hitam’ yang dia ciptakan karena takut menyakiti orang-orang yang dia sayangi, jika mereka sampai mengetahui ‘rahasia besar’nya yang selalu dia tutup rapat-rapat.
Suatu hari, Shaien bolos kelas eksternal Kebudayaan Italia, membuat dia harus ber-partner dengan Andra untuk mengerjakan tugas kelompok, yang di hari yang sama juga membolos kuliah karena harus bekerja di restoran Samsara milik keluarganya.
Saat pertemuan pertama mereka, Shaien tak menyangka jika Andra adalah perempuan unik dengan fashion dan make up look yang serba heboh. Ditambah lagi kegemaran gadis itu berburu makanan ekstrem, seperti piton goreng mentega, tokek goreng, sampai darah kobra.
Namun, konsep ‘beauty filter’ yang dimiliki Andra membuat Shaien meyakini, jika Andra adalah seseorang yang selalu berpikiran positif.
“Beauty filter itu istilah yang gue bikin sendiri, Ien. Artinya tuh … pandangan yang digunakan untuk melihat sebuah situasi supaya situasi tersebut nggak terlihat sebagai sebuah kesialan atau musibah.” (Hal. 70).
Shaien merasa nyaman berteman dengan Andra yang memiliki kepribadian bertolak belakang dengan dirinya. Bahkan Shaien mengajak Andra ke Glodok, daerah pecinan di Jakarta yang menjadi comfort zone-nya.
Bersama Andra, Shaien ingin mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. Hal yang malah tidak berani dia ceritakan pada sahabatnya sendiri, Zio.
Di sisi lain, Andra juga bahagia bisa bersama-sama Shaien. Gadis itu bahkan memiliki perasaan yang lebih untuk Shaien. Namun, setelah Shaien berani menceritakan rahasianya pada Andra, gadis itu memilih menyimpan rapat-rapat perasaannya.
"Rahasia ini lambat laun akan menjadi pasir isap yang akan menelan gue hidup-hidup. Dan gue butuh seseorang untuk menarik gue ke permukaan dan membebaskan gue. Agar gue bisa bernapas dengan bebas. Seperti Zio, Daryll, dan Andra." (Hal. 168).
Happy Ending Machine bukanlah novel yang ringan dari segi isi. Tema besar yang diangkat mengenai LGBT—kehidupan kaum minoritas seksual ini yang keberadaannya masih sulit diterima di Indonesia—menjadikannya sebuah tantangan besar bagi penulis.
Novel setebal 320 halaman ini tak hanya berputar di masalah orientasi seksual tapi juga tentang konsep kebahagiaan, arti penting keluarga, serta toleransi dan kejujuran dalam persahabatan.
Konflik lumayan kompleks dengan adanya kisah cinta sesama jenis yang terpisah benua, tentang orangtua yang homofobia, keruwetan hubungan pertemanan dengan remah-remah cinta, dan ketakutan salah satu tokohnya jika sampai identitas dirinya yang ‘berbeda’ terungkap.
Dalam novel ini, saya juga banyak disuguhi informasi baru, terutama tentang kuliner ekstrem, seperti casu marzu (keju belatung) sampai ke tepung tangkur kobra.
Lalu tentang ciam sie, tradisi kuno untuk meramal nasib dan peruntungan saat pergantian tahun berdasarkan syair-syair kuno, lengkap dengan tata cara sembahyang di wihara.
Sebelum saya lupa, di ending akan ada kejutan tak disangka-sangka dan merupakan teaser novel untuk seri terakhir dari Golden Trio Universe.
Semoga pembaca dapat mengambil sisi positif dari Happy Ending Machine dan lebih bisa menghargai perbedaan dengan memanusiakan manusia.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS