Sedang ramai digunakan suaranya untuk latar belakang berbagai video pendek, siapa sangka bahwa melodi dan rapp yang catchy dari lagu "Hai Yorokonde" ternyata adalah sebuah ungkapan frustasi mengenai fenomena peer pressure dalam masyarakat.
Mengutip media Jepang Utaten, lagu yang rilis pada 27 Mei 2024 ini adalah single keenam rapper yang memiliki nama asli Sugo Kento ini. Berbakat dalam bidang musik, Kento adalah bagian dari klub acapella semasa kuliah dan sempat memenangkan kompetisi acapella nasional selama dua tahun berturut-turut.
Melalui lagu berdurasi 2 menit 41 detik ini, Kocchi no Kento mendedikasikan karyanya untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang sedang mengalami kesusahan dalam hidup. Selain musiknya, ia juga memberikan hiburan tontonan yang unik melalu video musik “Hai Yorokonde”. Menggaet ilustrator bernaama Karehisa Kazuya, penonton bisa melihat animasi Jepang jadul khas era Showa (Jepang pada tahun 1950-1960).
Saking populernya penggalan lagu ini di TikTok, Kento akhirnya merilis “Hai Yorokonde” versi bahasa Inggris pada 31 Juli 2024. Berdasarkan laporan IT Media, lirik untuk versi ini diterjemahkan oleh Shintaro Namioka. Banyak penggemar internasional yang memuji hasil terjemahan liriknya yang apik dan tidak terdengar canggung. Makna yang berusaha disampaikan dalam lirik versi Jepang pun masih bisa dipahami dengan baik dalam bahasa Inggris.
Dari segi musik, daya tarik utama lagu ini adalah melodi piano funky serta tambahan adlib suara xylophone yang diselipkan di beberapa bagian lagu dengan nada tinggi seperti efek suara dalam video game. Instrumental seru ini ditimpa dengan suara rapp cempreng Kento yang artikulasinya jelas. Tempo rapp Kento yang memiliki variasi lambat dan cepat juga tidak terkesan tergesa-gesa sehingga masih ada keseimbangan dengan unsur musik latarnya.
Sebagai lirik yang menjadi penekanan utama di lagu ini, penggalan ‘hai yorokonde’ memiliki terjemahan ‘dengan senang hati’. Sedangkan kalimat berikutnya ‘anata gata no tame’ berarti ‘saya akan melakukannya untuk anda’.
Bagian hook ini mencerminkan budaya Jepang dan sebagian besar budaya ketimuran yang berfokus pada perasaan sungkan/segan. Di zaman ini, seorang individu sering sekali harus memendam emosi serta ungkapan jati diri untuk bertahan hidup. Membuat orang lain senang dianggap prioritas supaya individu tersebut bisa diterima sebagai bagian dari masyrakat.
Ato ippo wo fumi dashite
Iya na koto omoi dashite
Naraku ondo kanadero
""
Mou ippo wo fumi dashite
Iya na koto omoi dashite
Narase kimi no san kara roku masu
"---"
Keunikan dalam pre-chorus ini adalah lirik yang secara harafiah dilafalkan ‘don don don tsu tsu tsu don ton ton’ yang jika diterejmahkan ke Indonesia adalah ‘titik titik titik garis garis garis titik titik titik’. Referensi terhadap kode morse yang bermakna SOS (save our soul) ini mengungkapkan rasa frustasi terpendam yang dimiliki oleh masyarakat zaman sekarang untuk menyerukan teriakan minta tolong.
Giri giri dansu, giri giri dansu (Odore)
Giri giri dansu, giri giri dansu (Motto narase)
Giri giri dansu, giri giri dansu (Odore)
Giri giri dansu, giri giri dansu (Motto narase, what?)
Sebagai penggalan suara yang menjadi sumber ketenarannya di internet, bagian chorus “Hai Yorokonde” sebetulnya adalah pelafalan dari frasa ‘get it get it dance’ yang diucapkan dengan cara baca romaji Jepang. Ketika under pressure, terkadang cara untuk lepas dari rasa kekang yang membelenggu adalah dengan mengekspresikan diri dengan bebas; salah satu caranya adalah dengan menari.
Selain ajakan untuk untuk lepas dari peer pressure, Kocchi no Kento juga mendukung agar kita lebih sering mengungkapkan isi hati supaya kita tidak selalu hidup dalam kesengsaraan. Dengan musik adiktif serta makna lirik yang bisa menyentuh hati pendengar terlepas dari latar belakang jenis kelamin dan usia, “Hai Yorokonde” cocok untuk didengarkan ketika kita sedang merasa lelah dalam menghadapi hidup yang keras.