Disutradarai oleh Simon Kinberg, pria di balik film hit dunia X-Men, dan ditulis bersama Theresa Rebeck, The 355 berupaya menghadirkan kisah mendebarkan soal agen rahasia perempuan.
Kisahnya dimulai dengan perebutan sebuah perangkat canggih pengendali dunia oleh beberapa tentara bayaran, termasuk Mason "Mace" Brown, seorang agen CIA yang secara tak terduga membentuk aliansi dengan agen Jerman yang tangguh bernama Marie, spesialis IT nan cerdas, Khadijah; dan psikolog berpengalaman asal Kolombia bernama Graciela.
Keempatnya bekerja sama untuk mendapatkan perangkat yang akan sangat membahayakan dunia bila tidak mereka yang mengamankannya.
Pencarian melelahkan itu pada akhirnya membuat mereka bertemu Lin Mi Sheng, sosok yang menjadi tangan terakhir yang menyambut perangkat tersebut.
Dengan waktu dan ruang yang kian menipis, serta pengawasan yang super ketat, mereka beraksi bukan untuk kepentingan kelompoknya lagi, melainkan untuk keselamatan dunia.
Film ini dibintangi oleh sederetan pelakon top dunia seperti Jessica Chastain, Penélope Cruz, Fan Bingbing, Diane Kruger, dan Lupita Nyong'o yang membuat film ini tampak begitu menjanjikan.
Aktris-aktris tersebut memiliki kemampuan akting yang mumpuni dan masing-masing dari mereka berhasil membangun chemistry yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sayang, meski demikian, eksekusi film ini dirasa kurang memuaskan. Pasalnya, film aksi bertema spionase dengan agen rahasia perempuan satu ini sepertinya masih terjebak dalam formulasi narasi usang, sehingga alur ceritanya sangat mudah untuk dibaca.
Yup, meski para pemain punya gesture, intonasi dan mimiknya yang khas, pola jagoan perempuan yang menghajar laki-laki sembari memakai gaun mewah dan sepatu hak, juga pola memanipulasi target dengan penampilannya yang menggoda, tetap memberi kesan dangkal, dan menegaskan pengembangan cerita yang mangkrak.
Meski film bertema spionase satu ini menonjolkan agen perempuan, kamu disarankan menurunkan ekspektasi bila yang kamu harapkan kedalaman emosi dari film ini. Sebab dibandingkan menitikberatkan pada emosi karakter, film ini lebih fokus ke alur cerita.
Hal itu tampak pada adegan beberapa karakter tampak bereaksi terlalu minim saat dihadapkan pada situasi emosional yakni kehilangan orang-orang terkasih dengan cara yang mengenaskan.
Pemilihan narasi yang demikian sebenarnya tak sepenuhnya salah, mungkin si sutradara ingin membangun citra agen wanita yang kuat secara emosi darinya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS