Don't Die : The Man Who Wants To Live Forever, Kisah Orang Nggak Mau Mati

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Don't Die : The Man Who Wants To Live Forever, Kisah Orang Nggak Mau Mati
Poster Film Don't Die : The Man Who Wants To Live Forever (Netflix)

Pernahkah kamu berpikir, "Bagaimana rasanya bisa hidup selamanya?" Mungkin sebagian dari kita menganggapnya itu cuma fantasi belaka, tapi bagi Bryan Johnson, seorang miliarder teknologi, itu adalah kenyataan yang dia kejar dengan segala cara dalam film dokumenter: Don't Die: The Man Who Wants To Live Forever, yang disutradarai Chris Smith, yang dulu dikenal lewat ‘Fyre’ dan ‘Tiger King’.  

Sinopsis Film Don't Die: The Man Who Wants To Live Forever

Bryan Johnson, dengan menggunakan berbagai metode yang cukup ekstrem, dia berusaha memperpanjang hidupnya sebanyak mungkin. Dimulai dengan melakukan rutinitas super ketat, yang bikin kita bertanya-tanya seberapa jauh seseorang bisa pergi demi hidup lebih lama. Yang bahkan, melalui dokumenter ini, eksplorasi sisi psikologis dari obsesinya terkait umur panjang dan bagaimana teknologi bisa memengaruhi cara kita memandang hidup dan kematian, digambarkan dengan begitu nyata. Sederhananya, ini adalah kisah tentang ambisi besar, teknologi, dan dilema moral yang muncul ketika kita berusaha mengalahkan waktu.

Panjang Umur: Ketakutan atau Ambisi?

Film ini benar-benar menyajikan gambaran tentang bagaimana ketakutan akan kematian bisa mendorong seseorang mencari cara-cara ekstrem untuk memperpanjang hidup. Bryan Johnson bukan hanya menjalani pola makan yang ketat dan terapi medis yang canggih, tapi juga menggantungkan harapannya pada teknologi canggih yang mungkin belum terbukti efektif. 

Seriusan ya. Nonton ini tuh memicu pertanyaan penting: Apa ini semata-mata ambisi ataukah dia melarikan diri dari penuaan dan ingin ‘setidaknya’ hidup lama? Mungkin bagi sebagian orang, hidup lebih lama adalah tujuan yang sah, tapi di sinilah dilema etis muncul—bagaimana jika upaya yang dilakukan Bryan justru menghancurkan sisi kemanusiaan? Semua tergantung dari sudut pandang mana kamu menilainya. 

Film Dokumenter yang Jujur

Penggambaran yang jujur dan terbuka terkait kehidupan pribadi Bryan Johnson, itu bikin diriku bisa melihat dengan jelas, betapa besarnya pengaruh ketakutan akan kematian dalam keputusan yang diambilnya. 

Ya, film ini berhasil menggambarkan perjuangan mental dan fisik yang dilalui Johnson dengan cara yang relatable. Dan jadi lebih menarik karena kita juga diajak merenungkannya. 

Selain itu, film ini cukup berhasil menunjukkan bagaimana kecanggihan teknologi bisa memengaruhi cara kita berpikir tentang tubuh dan hidup itu sendiri. Kehadiran berbagai ahli medis dan ilmuwan yang berpendapat bahwa Johnson mungkin memberikan data yang menarik, meskipun nggak ada jaminan validitas ilmiahnya, jadi titik menarik untuk memperdebatkan keabsahan pendekatan tersebut dalam dunia medis.

Film yang Terlalu Permisif 

Namun, film ini juga nggak lepas dari kekurangan. Salah satunya adalah pendekatan Sutradara Chris Smith yang terkadang terasa terlalu permisif. Ada beberapa momen di mana kritik terhadap Bryan Johnson bisa lebih diperdalam, tapi nyatanya nggak. Film ini juga nggak cukup menggali secara mendalam konsep "usia biologis" yang digembar-gemborkan Johnson: Apa yang dimaksud dengan usia biologis yang bisa diukur dan apakah itu benar-benar bisa menjadi kunci untuk mencapai usia 200 tahun? Sayangnya, hal ini dibiarkan terbuka tanpa penjelasan yang memadai. Hadeh!

Apakah benar-benar ingin hidup lebih lama, atau justru menerima kenyataan, kematian adalah bagian alami dari hidup? Film ini nggak ngasih jawaban pasti. Malah ngasih banyak ruang untuk merefleksikan pandangannya terhadap hidup dan kematian. Kamu bisa menontonnya di Netflix ya. 

Skor: 2/5.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak