Perempuan penulis turut menyemarakkan khazanah sastra Indonesia lewat novel-novel yang mereka ciptakan.
Banyak dari novel mereka yang menyoroti persoalan tentang kondisi sosial, budaya, dan sejarah Indonesia. Tak jarang, mereka juga menuliskan persoalan tentang perempuan.
Beberapa di antara mereka bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di tiap periode perkembangan sastra Indonesia. Begitu pula novel mereka yang banyak digemari oleh pecinta buku dan sastra Indonesia.
Kepiawaian mereka dalam merangkai tiap kata dan menyusun cerita berhasil membuahkan novel yang layak sekali untuk dibaca. Beberapa karya terbaik dari perempuan penulis Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Saman Karya Ayu Utami
Novel Saman mengisahkan tentang empat wanita yang saling bersahabat. Keempatnya memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Laila terjebak dengan kisah cinta bersama suami orang bernama Sihar, Yasmine tak bisa melupakan masa lalu dan selingkuh dari suaminya, Shakuntala dengan masalah keluarga, dan Cok selalu gonta-ganti pacar.
Pada suatu hari, Sihar mendapat masalah di tempatnya bekerja. Kemudian, Laila meminta bantuan kepada aktivis LSM bernama Saman dan Yasmine sebagai pengacara.
Sosok Saman sendiri rupanya memiliki kisah masa lalu yang tak kalah rumit. Saman memiliki nama asli Wisanggeni atau Wis dan pernah bertugas sebagai pastor. Ia adalah buronan politik pada akhir masa Orde Baru karena pernah berjuang bersama warga membela hak perkebunan karet yang dipaksa dialihkan ke perusahaan swasta oleh pemerintah.
Saman menjadi novel yang isinya cukup kompleks. Pertama kali diterbitkan tahun 1998, novel ini dianggap sebagai bentuk ekspresi kebebasan. Novel ini menyoroti feminisme, gender, dan seksualitas terutama dari kacamata perempuan. Di sisi lain, Saman lahir sebagai karya yang berani karena mengangkat persoalan tentang politik pada masa Orde Baru.
2. Tarian Bumi Karya Oka Rusmini
Novel Tarian Bumi sarat akan penggambaran kehidupan sosial dan kasta di Bali. Tarian Bumi bercerita tentang perempuan dari golongan Brahmana bernama Telaga.
Sebagai perempuan dari kasta tinggi, Telaga tidak harus berbicara dengan bahasa berbeda, ia tidak boleh bersuami dari kasta yang lebih rendah, dan memandang hidupnya dari perspektif yang lebih tinggi.
Namun, Telaga justru menaruh hati kepada lelaki dari golongan sudra. Ia pun harus berhadapan dengan cinta dan adat yang harus dijunjungnya.
Novel Tarian Bumi memang erat sekali dengan penggambaran kehidupan sosial di Bali. Di sisi lain, novel ini turut memperlihatkan kisah pemberontakan perempuan Bali terhadap adat istiadat serta menyoroti posisi perempuan Bali dalam sistem tatanan sosial yang erat kaitannya dengan peran gender.
3. Aroma Karsa Karya Dee Lestari
Aroma Karsa berkisah tentang pencarian tanaman bernama Aroma Karsa. Tanaman diyakini memiliki kekuatan dan daya yang begitu dahsyat, tetapi keberadaannya masih sangat misterius.
Sementara itu, tokoh utama novel ini bernama Tanaya Suma dan Jati Wesi. Keduanya memiliki indra penciuman yang sangat kuat dan dipercaya dapat mengantarkan Raras Prayagung, nenek Suma ke keberadaan Aroma Karsa. Di sisi lain, Suma dan Jati rupanya menyimpan kisah yang sama misteriusnya dengan keberadaan tanaman tersebut.
Novel ini menjadi salah satu karya dengan ide paling unik di Indonesia. Kisah tentang indra penciuman, aroma, sejarah, budaya, mitos, dan romansa berpadu menjadi cerita yang sangat apik. Aroma Karsa juga lahir dari proses kreatif penulis yang detail dan totalitas sehingga Dee mampu melahirkan mahakarya yang begitu ciamik.
4. Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori
Tokoh utama dalam novel ini bernama Biru Laut, seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris dari UGM yang gemar membaca karya sastra, terutama Pramoedya Ananta Toer. Saat memperbanyak salinan novel, Laut bertemu dengan Kinan dan ia pun diperkenalkan dengan organisasi bernama Winatra dan Wirasena.
Pada perkembangan selanjutnya, Laut bersama teman-teman satu organisasinya aktif melakukan diskusi dan giat menyuarakan perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru. Mereka juga kerap terlibat dalam beberapa gerakan aksi bersama masyarakat.
Hal inilah yang membuat Laut dan rekannya menjadi buronan politik Orba.
Membaca Laut Bercerita, kita seperti ikut merasakan gejolak semangat perjuangan, kepedihan, dan ketegangan pada masa Orba. Leila S. Chudori juga menuliskan pengalaman para aktivis saat diculik dan disiksa dengan sangat detail. Apalagi bagian kedua buku menceritakan tentang kehidupan keluarga dan teman-teman Laut selepas ia dinyatakan sebagai salah satu aktivis yang hilang.
5. Wesel Pos Karya Ratih Kumala
Wesel Pos mengisahkan tentang perempuan bernama Elisa yang baru saja tinggal ibunya meninggal dunia. Berbekal beberapa uang dan wesel pol lusuh, Elisa pun pergi ke Jakarta untuk menemui kakaknya di sana.
Setelah sampai di Jakarta, Elisa justru menemui berbagai masalah. Tas yang dibawanya dicuri sehingga ia tidak punya apa-apa lagi. Ia pun melaporkan ke polisi, tetapi hasilnya tetap nihil.
Namun, polisi tetap membantu Elisa dengan mengantarnya menuju alamat yang tertera di wesel pos. Sesampainya di sana, ia harus bertemu terlebih dulu dengan lelaki bernama Fahri. Bersama Fahri, Elisa tinggal di sebuah rumah susun yang sempit. Ia pun lantas mendapati fakta bahwa kakaknya telah meninggal dunia.
Novelet ini menyoroti berbagai permasalahan kehidupan di Jakarta, mulai dari kejahatan, urbanisasi, dan ketimpangan sosial. Di sisi lain, Wesel Pos juga turut menunjukkan perjuangan dan kasih sayang kepada sesama anggota keluarga.
Novelet ini terbilang sangat tipis sehingga dapat selesai dibaca dalam sekali duduk. Di sisi lain, sudut pandang pencerita yang digunakan lain dari kebanyakan novel. Wesel Pos menggunakan sudut pandang dari benda mati, yaitu wesel pos yang dibawa Elisa.