Kilas Sejarah: 3 Kebiasaan Masyarakat Bandung saat Ngabuburit Tempo Dulu

Hikmawan Firdaus | zahir zahir
Kilas Sejarah: 3 Kebiasaan Masyarakat Bandung saat Ngabuburit Tempo Dulu
Ilustrasi Gedung Sate di Kota Bandung. (pixabay/jajang mulardi)

Memasuki bulan suci Ramadan seperti sekarang ini, tentunya di kota Bandung akan kembali dimeriahkan kembali dengan tradisi Ngabuburit. Tradisi masyarakat Sunda yang kental dilakukan pada bulan Ramadan ini memang sudah tersebar hingga ke seluruh penjuru Indonesia saat ini.

Namun, tahukah kamu bahwa pada masa dahulu, tepatnya pada awal masa 1900-an, masyarakat kota Bandung memiliki berbagai cara unik untuk melakukan kegiatan Ngabuburit menjelang waktu berbuka puasa. Berikut ini 3 kebiasaan ngabuburit masyarakat kota Bandung tempo dulu saat bulan Ramadan.

1. Ngurek

Melansir dari artikel yang terbit dalam “Historia Madania, Vol. 2, No. 2, 2018”, salah satu kebiasaan masyarakat di kota Bandung dan sekitarnya saat melakukan ngabuburit pada masa penjajahan Belanda hingga pertengahan periode 1900-an adalah Ngurek. Ngurek sendiri merupakan kegitana berburu belut di sekitar pematang sawah atau sisi sungai.

Pada zaman dahulu, kota Bandung masih memiliki banyak area pematang sawah dan sungai-sungainya masih menjadi habitat yang cukup baik bagi para belut liar. Kegiatan ini sendiri sering dilakukan oleh anak-anak hingga remaja kota tersebut sembari menunggu waktu berbuka. Umumnya ngurek akan dilakukan menggunakan kail pancit yang diikatkan dengan kawan ataupun benang. Umpan yang digunakan cukup beragam, mulai dari sisa makanan hingga umpan cacing yang disukai oleh belut.

2. Mandi Sore di Kawasan Sumur Bor

Pada awal dekade 1900-an, pemerintah kolonial di kota Bandung mulai membangun banyak kawasan sumur bor untuk masyarakat mengambil air dan mandi. Melansir dari laman historia.id, sumur-sumur bor ini didirikan di sekitar Kantor Pos (Alun-alun), di belakang Gubernuran (Cicendo), depan Kelenteng (Ciroyom), kemudian di simpang Jalan Merdeka-Riau dan beberapa kawasan lainnya.

Masyarakat kala itu akan membayar dengan uang sebesar 1 sen untuk bisa mengambil air dan mandi di tempat sumur bor. Hal ini kemudian lazim dilakukan saat bulan Ramadan sembari melakukan ngabuburit ketika menunggu waktu buka. Di masa itu pula banyak anak-anak yang selepas bermain waktu sore hari akan mandi di kawasan sumur bor menjelang waktu berbuka puasa.

3. Bermain Layan-layang di Alun-alun Kota

Salah satu kebiasaan masyarakat kota Bandung tempo dulu, khususnya kawula mudanya adalah gemar bermain layang-layang di lapangan alun-alun kota. Kebiasaan ini diketahui kerap dilakukan pada awal dekade 1920-an hingga setelah Indonesia merdeka. Umumnya, anak-anak muda tersebut akan menghabiskan waktu ngabuburit sewaktu bulan Ramadan dengan bermain layang-layang selepas waktu ashar. Setelah menjelang waktu berbuka, mereka akan antri di kawasan sumur bor untuk mandi sore.

Nah, itulah beberapa kebiasaan masyarakat kota Bandung tempo dulu saat melakukan ngabuburit di bulan Ramadan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak