Ulasan Film Three Sisters, Tontonan Menyentuh Hati Mengaduk Emosi

Hayuning Ratri Hapsari | Lena Weni
Ulasan Film Three Sisters, Tontonan Menyentuh Hati Mengaduk Emosi
Poster film Three Sisters (Viu)

Buat kamu yang lagi butuh terapi air mata, maka Three Sisters adalah solusinya. Yup, pasalnya film bertema keluarga satu ini memiliki premis cerita yang menyentuh hati dan pasti ampuh bikin air mata luruh susah berhenti. 

Three Sisters ialah film Korea yang disutradarai oleh Lee Seung Won dan diperankan oleh tiga aktris kawakan seperti Moon So Ri, Kim Sun Young, dan Jang Yoon Ju.

Film ini bercerita tentang kehidupan tiga saudari, Hee Sook (Kim Sun Young), Mi Yeon (Moon So Ri ), dan Mi Ok (Jang Yoon Ju) yang harus berjuang mempertahankan keutuhan keluarganya masing-masing dan menyelesaikan luka masa kecil yang tak pernah terobati. 

Ulasan Film Three Sisters

Pertama, saya mau memberikan apresiasi setinggi-tingginya untuk semua jajaran yang berada di balik film ini. Sebab karenanya, di waktu senggang pun saya bisa mendapatkan insight yang berharga dari film bertema keluarga satu ini. 

Setelah menyaksikannya, saya tak ragu untuk merekomendasikan film ini kepada siapa pun. Kenapa? Begini penjelasannya! Siapa yang akan menyangka kalau di balik poster dan judul yang tak begitu fantastis terangkum kisah tentang keluarga yang begitu menyentuh hati. 

Dengan penataan plot yang unik, film ini memberikan arah cerita yang tak tertebak. Bahkan ketika film dimulai, arah konflik yang akan datang pun terasa sulit untuk diprediksi. Dan itu salah satu kelebihan, juga semacam trik genius untuk menahan penonton agar tak beranjak dan mengikuti kisahnya sampai akhir. 

Ya, sebagaimana judul, Three Sisters akan berfokus pada tiga tokoh bersaudara, Hee Sook (Kim Sun Young), Mi Yeon (Moon So Ri), dan Mi Ok (Jang Yoon Ju) yang berkutat dengan permasalahan keluarganya masing-masing, juga trauma masa kecil yang belum sempat untuk terobati. 

Semula saya kira, Three Sisters akan fokus ke cara tiga saudari tersebut menyelamatkan keluarganya baik dengan intrik ataupun cara-cara umum yang kerap dibawakan oleh film dan drama sejenis. Ternyata tidak, ceritanya mengalir seadanya terkesan mengambang tapi ternyata memiliki benang merah yang menggetarkan. 

Karena film ini, saya sempat merasa tertegun sebab pesan yang saya tangkap dari film ini adalah tentang bagaimana berpengaruhnya pola asuh orang tua terhadap pembentukan karakter anak.

Hal yang saya tangkap, di balik sikap rendah diri dan keras pada diri sendiri yang dimiliki Hee Sook, rupanya mengakar dari pengalaman traumatis yang ia dapati dari pola asuh orang tuanya. 

Sebagaimana cerita, ayahnya yang pemabuk seringkali berlaku kasar pada si adik bungsu, juga ibunya. Melihat ibu yang tak begitu berperan sebagai tameng anak-anaknya, Hee Sook sebagai si sulung secara naluriah menggantikan peran ibunya untuk melindungi adik-adiknya. 

Ia terbiasa jadi sosok yang disalahkan sehingga terus merasa harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan keluarganya. Kebiasaan itu lambat laun membentuk karakternya yang selalu mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. 

Sementara, Mi Yeon si anak tengah digambarkan sebagai karakter yang tidak bisa menyalurkan emosi. Ia tampak penyayang, tak suka keributan bahkan selalu tenang walau ujian rumah tangganya adalah perselingkuhan suami dengan anak didiknya. 

Dengan karakter yang demikian, Mi Yeon tampak memiliki kehidupan sempurna tanpa cela dibandingkan saudaranya. Tapi nyatanya, tidak demikian di penghujung cerita Mi Yeon yang tak pernah menujukkan emosinya itu justru jadi sosok yang paling meledak-ledak. 

Rupanya karena terbiasa dipaksa memendam emosi sedari belia maka lahirlah Mi Yeon seperti sekarang. Ketika belia ia pernah meminta bantuan orang dewasa untuk menghentikan ayahnya yang memukuli keluarganya. 

Namun orang dewasa yang ia pintai pertolongan malah mencemoohnya dan mendoktrinnya untuk tidak ikut campur dari permasalahan orang tua. Intinya, semasa pertumbuhannya, Mi Yeon terbiasa menjadi sosok yang tidak didengar sehingga memendam emosi adalah langkah terbaik untuk menyelesaikan masalah. 

Sementara, Mi Ok, saudari yang termuda dilanda kebingungan menjadi orang tua. Ia yang menikah dengan duda anak satu yang baik hati itu, merasa dilema karena tidak tahu cara membalas kebaikan suami yang sangat mencintainya. Ia tidak tahu bagaimana menunjukkan kasih sayang dan tak paham harus bagaimana berlaku sebagai seorang ibu. 

Pasalnya, dilema Mi Ok yang demikian rupanya tak lepas dari masa kecilnya yang kurang kasih sayang orang tua. Ibunya yang hari-hari habis dipukuli ayahnya itu, tak punya cukup tenaga untuk merawatnya.

Ia menghabiskan banyak waktu belianya dengan Mi Yeon yang memberinya kasih sayang meski tidak sesempurna kasih sayang seorang ibu. 

Ya, intinya film ini memiliki pemaknaan yang dalam. Di balik alur cerita yang tampak berjalan lambat itu terdapat pesan menyentuh.

Meski tak begitu runtut menyajikan kisahnya, terkesan hanya mengalir saja, film ini tetap jelas maksud dan tujuannya jika kamu mau sedikit bersabar menahan rasa bosan yang sangat mungkin hadir menyerang. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak