Film Jumbo 10 Juta Penonton: Sebuah Mimpi yang Kini Jadi Kenyataan!

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Film Jumbo 10 Juta Penonton: Sebuah Mimpi yang Kini Jadi Kenyataan!
Foto Update Jumlah Penonton Film Jumbo (Instagram/ visinemaid)

Aku ingat betul waktu pertama kali lihat poster Jumbo di bioskop. Karakter anak kecil gemuk dengan ekspresi polos, dan judul satu kata yang sederhana, tapi atmosfer yang terasa begitu hangat. 

Waktu itu, aku nggak punya ekspektasi tinggi. Film animasi lokal bukan hal baru, tapi jujur saja sejarahnya penuh pasang-surut, lebih sering dipandang sebelah mata. Apalagi, ini film orisinal. Bukan adaptasi dari komik populer, bukan cerita viral dari internet, bahkan bukan dari studio besar yang biasa pegang film jutaan penonton. 

Kejutan besarnya, 60 hari sejak penayangan perdananya, Jumbo resmi menembus 10 juta penonton. Yeay!

Di industri film mana pun di dunia, angka 10 juta penonton adalah milestone besar. Namun di Indonesia, ini adalah angka yang sangat sakral.

Hanya satu film Indonesia sebelumnya yang berhasil mencapai level ini, yakni Film KKN di Desa Penari, horor fenomenal dengan basis cerita viral yang udah punya ratusan ribu pembaca (bahkan jutaan) sebelum filmnya dibuat. Bahkan film-film dengan deretan aktor papan atas, kampanye pemasaran agresif, dan genre yang populer pun belum tentu bisa sampai titik itu!

Sedangkan Jumbo? Film animasi. Tanpa aktor ternama. Tanpa hype prarilis yang heboh. Tanpa warisan cerita yang sudah akrab di telinga publik. Hanya modal keberanian untuk bercerita dan keyakinan bahwa kisah animasinya bisa menyentuh hati orang.

Dan sekarang 10 juta orang sudah bilang,“Iya.” Ke cerita itu.

Nggak banyak yang menyangka film ini bisa sejauh ini. Apalagi, Jumbo datang di tengah banyak film besar yang berebut layar, tapi JUMBO bertahan.

Dari minggu pertama yang stabil, ke minggu kedua yang justru naik, hingga terus melaju melewati film-film yang tayang bareng. Sampai hari ini, angka 10 juta itu bukan datang karena kebetulan, tapi karena penonton terus merekomendasikannya.

Dan sangat benar, promosi terbaik adalah dari mulut ke mulut. Dan Jumbo membuktikan itu. Nggak perlu gimik kontroversial. Nggak perlu drama. Cukup dengan jadi film yang tulus dan punya hati. Film yang bisa ditonton anak-anak, tapi juga punya lapisan emosi buat orang dewasa. Yang bisa bikin ketawa, tapi juga bikin mata berkaca-kaca.

Jumbo bukan film anak-anak, tapi film untuk semua orang yang pernah merasa kecil dan ingin merasa cukup.

Kita nggak bisa nggak bahas soal perbandingan ini: Jumbo sekarang berdiri di angka 10 juta, dan hanya terpaut sekitar 60 ribuan penonton lagi dari KKN di Desa Penari, sang pemegang rekor tertinggi dengan 10.061.033 penonton.

Angka segitu mungkin terlihat kecil kalau dibandingkan total keseluruhan, tapi secara simbolis, ini adalah “bendera puncak” yang diperebutkan. Dan kalau Jumbo berhasil menyalip, bahkan selisih 1 tiket sekalipun, maka Film Jumbo akan jadi:

  • Film Indonesia terlaris sepanjang masa
  • Film animasi pertama yang meraih gelar ini
  • Film debut sutradara yang tembus rekor nasional
  • Film ide orisinal Indonesia terpopuler sepanjang sejarah bioskop kita

Nggak perlu efek luar angkasa. Nggak perlu cerita urban legend viral. Yang dibutuhkan cuma cerita yang jujur, desain karakter yang ngena, dan satu dunia animasi yang terasa hidup.

Aku rasa, Jumbo adalah sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ini bukan cuma soal satu film sukses. Ini adalah kebangkitan genre yang selama ini nggak diberi ruang cukup besar di industri perfilman kita. Ini adalah pesan buat semua animator, penulis cerita, dan pembuat film yang pernah merasa, “Film animasi nggak akan bisa laku di bioskop Indonesia.” Sekarang, mereka punya jawaban yang berbeda: Jumbo bisa! Kita juga bisa!

Dan bukan cuma animator yang semangat, tapi juga penonton. Karena penonton Indonesia ternyata nggak sesempit itu seleranya. Kita siap, kok, untuk cerita yang segar. Kita mau, kok, mendukung karya lokal yang niat. Dan kita bangga, banget, bisa lihat film seperti ini jadi milik bersama. Anak-anak nonton, orang tua ikut, remaja datang lagi buat nonton kedua kali.

Itu artinya, Jumbo bukan cuma film, tapi sudah jadi bagian dari momen bersama. Kayak Laskar Pelangi di masanya. Atau Ada Apa dengan Cinta buat generasi 2000-an.

Kalau Sobat Yoursay pikir ini adalah akhir dari perjalanan Jumbo, aku yakin kamu salah. Justru ini adalah permulaan dari sesuatu yang lebih besar. Sekuel? Mungkin. Spin-off? Bisa. Namun, yang paling penting adalah efek inspirasi yang ditinggalkan.

Anak-anak yang hari ini nonton Jumbo, bisa jadi animator di masa depan. Penulis skenario yang sempat ragu, bisa jadi mulai menulis lagi. Dan studio-studio kecil yang selama ini main aman, mungkin mulai mikir, “Ayo, kita bikin cerita yang jujur kayak Jumbo!”

Jadi, yuk kita rayakan. Bukan cuma karena Jumbo berhasil memecahkan rekor, tapi karena juga berhasil membuat kita percaya lagi sama keajaiban di layar lebar. Selamat Jumbo!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak