Ulasan Cerpen Teh dan Pengkhianat:Ketika Pejuang Diperalat Menindas Sesama

Hikmawan Firdaus | aisyah khurin
Ulasan Cerpen Teh dan Pengkhianat:Ketika Pejuang Diperalat Menindas Sesama
Cerpen Teh dan Pengkhianat (goodreads.com)

"Teh dan Pengkhianat" merupakan kumpulan 13 cerpen karya Iksaka Banu yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada tahun 2019. Melalui karya ini, Iksaka mengajak pembaca menelusuri masa kolonial Hindia Belanda dengan pendekatan yang humanis dan kritis.

Cerpen-cerpen dalam buku ini berlatar pada masa kolonial, menggambarkan kehidupan masyarakat pribumi dan kolonial dengan segala dinamika sosial, politik, dan budayanya. Iksaka menyoroti berbagai aspek kehidupan, mulai dari perjuangan, pengkhianatan, hingga sisi kemanusiaan yang sering terlupakan dalam narasi sejarah konvensional.

Dalam karya ini, Iksaka menggunakan pendekatan poskolonial untuk mengungkapkan berbagai bentuk mimikri, hibriditas, dan ambivalensi yang terjadi antara penjajah dan pribumi. Misalnya, dalam cerpen "Kalabaka", digambarkan bagaimana seorang milisi Belanda menolak kekerasan terhadap pribumi, menunjukkan adanya kompleksitas dalam hubungan kolonial.

Cerpen ini mengangkat peristiwa pembantaian di Banda Neira, Maluku, oleh tentara Belanda dengan bantuan samurai bayaran. Tokoh utama, seorang milisi Belanda yang menolak kekerasan tersebut dan akhirnya dihukum mati. Cerita ini menyoroti dilema moral dan keberanian individu dalam menghadapi ketidakadilan.

Dalam cerpen ini, Iksaka menggambarkan perdebatan antara ilmuwan dan pemuka agama mengenai bentuk bumi. Tokoh Kapten Zwarte Van de Vlek menghadirkan globe untuk membuktikan bahwa bumi bulat, menantang keyakinan dogmatis yang menyatakan bumi datar. Cerita ini mencerminkan konflik antara ilmu pengetahuan dan fanatisme.

Cerpen ini mengisahkan kekaguman seorang wanita Belanda terhadap Rohana Kudus, pelopor emansipasi perempuan di Sumatera Barat. Melalui surat kabar "Soenting Melajoe", Rohana memperjuangkan hak-hak perempuan. Cerita ini menyoroti perjuangan perempuan pribumi dalam menghadapi patriarki dan kolonialisme.

Cerpen ini membahas wabah cacar yang melanda Hindia Belanda dan upaya penanggulangannya. Pemerintah kolonial menggunakan anak-anak yatim piatu sebagai media vaksinasi, menyoroti dilema etis dalam penanganan wabah dan eksploitasi terhadap kelompok rentan.

Cerpen ini menggambarkan pemberontakan buruh Tionghoa di perkebunan teh akibat ketidakadilan dan kekejaman pemimpin mereka. Ironisnya, pemerintah kolonial menggunakan jasa Alibasah Sentot Prawirodirjo, mantan jenderal Diponegoro, untuk menumpas pemberontakan tersebut. Cerita ini menyoroti kompleksitas pengkhianatan dan perjuangan dalam konteks kolonial.

Cerpen ini terinspirasi dari film dokumenter "Indonesia Calling" yang menggambarkan aksi boikot buruh pelabuhan di Australia terhadap kapal-kapal Belanda selama perjuangan kemerdekaan Indonesia. Cerita ini menunjukkan solidaritas internasional dalam mendukung kemerdekaan Indonesia.

Iksaka Banu dikenal dengan gaya penulisan yang ringkas namun padat makna. Ia mampu menghidupkan suasana masa kolonial dengan detail yang autentik, mengajak pembaca merasakan atmosfer zaman tersebut tanpa terjebak dalam romantisasi sejarah.

Cerpen-cerpen dalam buku ini disajikan dari berbagai sudut pandang, termasuk tokoh Belanda, pribumi, dan Tionghoa. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai dinamika sosial dan politik pada masa kolonial.

Melalui cerpen-cerpennya, Iksaka Banu menyampaikan kritik terhadap praktik kolonialisme, termasuk eksploitasi, diskriminasi, dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat pribumi. Namun, ia juga menunjukkan bahwa tidak semua individu kolonial bersikap kejam, menyoroti kompleksitas hubungan antara penjajah dan yang dijajah.

Meskipun berlatar masa lalu, tema-tema yang diangkat dalam buku ini tetap relevan dengan kondisi saat ini, seperti isu ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan perjuangan hak asasi manusia. Cerpen-cerpen ini mengajak pembaca untuk merefleksikan sejarah dan mengambil pelajaran darinya.

"Teh dan Pengkhianat" mendapatkan sambutan positif dari pembaca dan kritikus sastra. Buku ini dianggap sebagai karya penting dalam sastra Indonesia yang mengangkat tema sejarah dengan pendekatan yang segar dan mendalam.

"Teh dan Pengkhianat" adalah kumpulan cerpen yang berhasil menghidupkan kembali sejarah kolonial Indonesia dengan cara yang humanis dan kritis. Melalui cerita-cerita yang menggugah, Iksaka Banu mengajak pembaca untuk memahami kompleksitas masa lalu dan merefleksikannya dalam konteks masa kini.

Buku ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang tertarik pada sejarah, sastra, dan studi poskolonial. Dengan pendekatan yang unik dan narasi yang kuat, "Teh dan Pengkhianat" menawarkan perspektif baru dalam memahami sejarah Indonesia.

Identitas Buku

Judul: Teh dan Pengkhianat

Penulis: Iksaka Banu

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tanggal Terbit: 8 April 2019

Tebal: 176 Halaman

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak