Di Jambi, tepatnya di Jl. Jend. Sudirman kawasan The Hok, seberang parkiran Jambi Prima Mall, ada sebuah titik yang aroma masakannya mampu menghentikan langkah siapa pun yang melintas. Bukan karena bangunannya megah atau plang namanya mentereng, tapi karena hidangan yang disajikan mampu menampar lidah dengan cara yang menyenangkan, namanya Kebuli Jannah.
Begitu kamu buka pintu masuknya entah sengaja datang atau nyasar saat kelaparan hidungmu akan disergap aroma yang tak main-main. Rempah bukan sekadar tambahan, tapi jadi semacam ritual. Kayu manis, cengkeh, kapulaga, jintan, dan entah apalagi yang tak sempat diidentifikasi, semuanya mendesis dalam panci besar, mendidih bersama waktu dan kesabaran.
Tapi mari kita bicara nasi. Nasi kebuli di sini bukan nasi yang biasa lewat di mimpi kita saat lapar. Ia pulen, hangat, dan setiap bulirnya menyimpan cerita. Cerita tentang tangan-tangan yang paham bahwa rasa tak cukup hanya soal asin dan gurih, tapi soal bagaimana lidah mengenal tanah yang jauh, jazirah yang lain, tapi tetap terasa dekat di hati. Bumbu rempah menyerap dengan presisi, menjadikan nasi ini bukan pelengkap—melainkan panggung utama.
Dan tentu saja, tak mungkin kita bicara kebuli tanpa menyebut lauknya. Tiga jagoan di sini ayam, bebek, dan kambing. Ayamnya empuk, tidak sok keras seperti kebanyakan ayam kampung yang pura-pura tough. Bebeknya, oh bebeknya, seperti diberi wejangan sebelum disajikan: sabar, lembut, dan matang sampai ke hati. Sementara kambing, tak ada jejak bau amis yang menyebalkan. Dagingnya empuk, lembab dengan kaldu pekat, seolah telah lama direndam dalam mantra yang membuatnya tak bisa berbohong pada mulut siapa pun yang mencicipinya.
Kamu datang sendirian? Tenang, sepiring cukup membuatmu tersenyum. Tapi kalau kamu datang rombongan keluarga, teman kantor, mantan yang kembali jadi kawan Kebuli Jannah punya solusi yaitu paket loyang. Dimulai dari Rp110.000, kamu bisa dapat nasi dan lauk dalam jumlah yang bisa bikin meja penuh dan hati tenang. Ini bukan sekadar makan, ini pesta dalam loyang.
Lalu ada satu detail yang tak bisa dilewatkan: acar. Di tempat lain, acar seringkali hanya numpang lewat, timun dan wortel yang sok asam. Tapi di sini, acar tampil beda. Ia hadir sebagai partner sejati kebuli, bukan figuran. Isinya timun, bawang, dan nanas dengan rasa asam manis yang jujur, segar, dan menyegarkan. Di tengah rasa kebuli yang dalam dan membumbung tinggi, acar ini seperti udara sore di pegunungan ringan dan membersihkan.
Kamu bisa duduk biasa, tapi kalau ingin pengalaman makan yang lebih membumi, tinggal pilih tempat lesehan. Lesehan di Kebuli Jannah bukan seperti tikar dadakan di teras rumah tetangga, tapi ditata rapi, bersih, dan bikin betah. Ada nuansa sederhana yang mengingatkan kita pada makan bersama di rumah sendiri tanpa repot masak dan cuci piring.
Apa yang membuat tempat ini menarik bukan hanya makanannya, tapi juga auranya. Di Kebuli Jannah, kamu tidak hanya diberi ruang untuk kenyang, tapi juga untuk merasa. Merasa disambut, merasa nyaman, dan yang terpenting merasa dimengerti. Tak perlu banyak basa-basi dari pelayan. Senyuman mereka cukup. Pelayanan cepat tapi tak terburu-buru, mengingatkan kita bahwa di tempat ini, semua punya ritme: santai tapi serius.
Latar musik tidak mengganggu, obrolan dari meja sebelah justru menambah rasa bahwa ini tempat hidup. Kadang terdengar suara tawa anak kecil, kadang bisik-bisik pasangan muda yang sedang berkompromi soal lauk tambahan. Semuanya menyatu dalam simfoni kecil bernama pengalaman kuliner.
Bagi yang terburu-buru, pesan bungkus juga bisa. Tapi jujur saja, makan di tempat ini memberi sensasi yang tak bisa ditiru di rumah. Suasana, aroma, bahkan cara orang lain menikmati makanannya, menjadi bagian dari pengalaman itu sendiri.
Dan seperti semua hal baik dalam hidup, kamu mungkin akan ingin kembali. Entah karena rasa kambingnya yang tak bisa dilupakan, atau karena teh tariknya yang lebih manis dari kenangan. Atau mungkin karena kamu ingin ajak orang yang kamu sayangi mencicipi sedikit rasa Timur Tengah tanpa harus keluar dari Jambi.
Kebuli Jannah bukan sekadar rumah makan. Ia semacam titik temu antara hasrat makan dan rasa syukur. Di sana, kamu tidak hanya makan. Kamu mengenang, kamu tersenyum, kamu pulang dengan rasa kenyang bukan hanya di perut, tapi juga di hati.
Jadi, jika suatu sore nanti kamu melewati Jl. Jend. Sudirman dan mencium bau rempah yang menggoda, jangan tahan langkahmu. Ikuti aroma itu. Karena bisa jadi, itu panggilan dari Jannah bukan yang di langit, tapi yang ada di seberang Jambi Prima Mall.