Setelah sekian lama tak menyentuh karya-karya dari Agatha Christie, akhirnya beberapa waktu lalu saya kembali membaca karya beliau. Pilihan saya jatuh pada novel Mawar tak Berduri (Sad Cypress).
Novel misteri setebal 352 halaman ini diterbitkan pertama kali di tahun 1940 oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Berbeda dengan karya-karya Agatha Christie sebelumnya, cerita langsung dibuka dengan adegan di sebuah ruang pengadilan. Apa yang terjadi?
Cerita bermula ketika Elinor Carlisle mendapatkan sepucuk surat kaleng. Isi surat tersebut memberi peringatan kepada Elinor bahwa ada seseorang yang bisa menyebabkan Elinor tak akan memperoleh bagian warisan dari bibinya, Laura Welman, dikarenakan seseorang tadi berniat merebut perhatian sang bibi dan menguasai harta kekayaannya.
Elinor bersama tunangannya yang adalah sepupunya sendiri, Roderick Welman, akhirnya mengunjungi sang bibi yang keadaannya semakin parah akibat serangan jantung beberapa waktu lalu. Di sana mereka bertemu dengan Mary Gerrard, yang mereka yakini sebagai seseorang yang disebut dalam surat kaleng.
Di malam Bibi Laura mengatakan ingin memasukkan Mary Gerrard ke dalam daftar orang yang memperoleh warisan, keesokan paginya sang bibi ditemukan sudah meninggal.
Tak berselang lama, Mary Gerrard juga ditemukan mati mendadak setelah memakan roti sandwich di undangan makan siang yang diadakan Elinor. Hal yang membuat Elinor menjadi tersangka atas kematian Mary dikarenakan adanya motif kecemburuan. Ya, Roddy Welman sang tunangan telah berpaling hatinya setelah melihat kecantikan Mary Gerrard dan pertunangan mereka pun dibatalkan.
Hanya satu orang yang percaya bahwa Elinor bukan sang pelaku kejahatan, yaitu Dokter Peter Lord, dokter pribadi Bibi Laura. Meskipun kepolisian Maidensford menggali kembali kuburan Bibi Laura, karena kematiannya dicurigai tak wajar dan berkaitan dengan kematian Mary Gerrard. Dokter Lord yang kemudian menghubungi Hercule Poirot untuk mengungkap misteri kematian kedua perempuan berbeda generasi tersebut.
“Mari kita berpikir lagi tentang Mary Gerrard itu. Ada seseorang, bukan Elinor Carlisle, yang menginginkan kematiannya. Mengapa? Apakah ada orang yang akan mendapat keuntungan dari kematiannya? Apakah ada orang yang akan diwarisinya?” (Hal. 170)
Tidak seperti novel detektif Hercule Poirot lainnya, Mawar tak Berduri (Sad Cypress) alurnya berjalan sangat lambat. Di bagian awal penulis akan menceritakan tentang kehidupan Elinor Carlisle terlebih dahulu, jauh sebelum pembunuhan demi pembunuhan terjadi.
Namun demikian, karakter-karakter kuat dari masing-masing tokoh membuat saya bertahan untuk terus membaca. Penggambaran tokoh Elinor demikian manusiawi. Sifatnya yang tertutup, tak mudah mengumbar emosi maupun rasa cintanya yang besar pada sang tunangan, membuat ia menjadi pribadi tak tertebak.
Roddy Welman yang angkuh cenderung penggugup, Mary Gerrard yang terlihat begitu besar kasih sayangnya pada Bibi Laura, wanita yang dilayaninya di rumah Hunterbury, bahkan sang tokoh pendamping, Suster Hopkins dan Suster O’Brien, semuanya memiliki karakter kuat dan mempunyai kepentingan dengan kedua korban pembunuhan.
Kelebihan dari novel ini ada pada struktur naratifnya yang kuat. Cerita dibagi menjadi tiga bagian, dan di bagian awal menggunakan PoV dari Elinor. Di sini penulis dengan piawai merangkai narasi yang mengajak pembaca menumbuhkan empati dan simpati pada Elinor.
Plot twist-nya sendiri juga cemerlang. Banyaknya kebohongan demi kebohongan yang ditemukan Hercule Poirot ketika mewawancarai para saksi, membuat saya ikut ‘terjebak’, ketika salah menduga siapa pembunuh sebenarnya dari kematian Bibi Laura dan Mary Gerrard. Apakah benar motifnya semata-mata karena kecemburuan dan keinginan menguasai harta warisan?
Satu hal lagi, dalam novel ini pembaca akan memperoleh ilmu seputar mawar, terutama Zephyrine Drouhin, mawar tak berduri, yang menjadi poin terpenting dalam cerita, dan juga ilmu tentang morfin sebagai alat pembunuhan.
Kekurangan dari novel Mawar tak Berduri (Sad Cypress) yang lumayan mengecewakan saya, yaitu minimnya aksi Hercule Poirot ketika mengungkapkan kasus pembunuhan. Semula saya berharap detektif kita ini, ketika menjadi saksi ahli di persidangan, akan mengungkapkan poin demi poin yang berhasil ia temukan, di depan hakim, jaksa penuntut umum, dan para dewan juri.
Nyatanya, hal itu tidak terjadi atau tidak ditampilkan dalam cerita. Padahal saya sudah membayangkan reaksi dari para hadirin persidangan yang pastinya akan terkesiap ketika mengetahui siapa pembunuh sebenarnya.
Dalam novel, Hercule Poirot memberikan penjelasannya hanya kepada Dokter Lord, tentang siapa dan bagaimana pembunuhan itu terjadi, serta apa hubungannya sang pelaku dengan para korban.
Namun terlepas dari sedikit kekurangannya tersebut, novel Mawar tak Berduri (Sad Cypress) telah menghadirkan kisah misteri klasik dengan campuran drama psikologis yang kuat. Bacaan yang memberikan wawasan emosional dan kecerdasan sekaligus dalam satu cerita.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS