Ada kalimat yang terucap menjelang akhir Film Crossing yang begitu mengena: "Istanbul is a place … where people come to disappear." Kalimat ini keluar dari Lia, perempuan tua berwajah keras yang menjejakkan kaki di Istanbul demi menunaikan janji kepada adiknya yang telah tiada (mencari anak kandung sang adik, yang kini hidup sebagai perempuan transgender di Turki). Lia datang hanya berbekal satu nama: Tekla.
Disutradarai Levan Akin (And Then We Danced), film ini merupakan potret lembut tapi penuh kerikil dari pencarian manusia akan pengakuan, tempat pulang, dan pertemuan yang nggak selalu datang dengan cara yang kita bayangkan. Dibalut gaya yang mirip film-film Italia era neorealisme, ‘Crossing’ berhasil menyentuh ranah emosi yang sangat personal tanpa harus melodramatis, dan bisa Sobat Yoursay tonton di KlikFilm.
Penasaran dengan detail-detail lain kisahnya? Sini kepoin bareng!
Sekilas tentang Film Crossing
Tayang perdana di ajang Berlin International Film Festival ke-74, tepatnya pada tanggal 15 Februari 2024, mengisahkan tentang Lia (diperankan Mzia Arabuli), pensiunan guru dari Batumi, Georgia, yang memulai perjalanan dengan berat hati dan nyaris nihil harapan.
Ya, itu perjalanan mencari anak kandung adiknya yang sudah meninggal kayak taruhan, semuanya 50:50 karena bisa jadi ketemu atau nggak. Yang bikin ragu tuh karena Lia nggak punya modal banyak berupa informasi. Hanya nama yang bisa saja ada orang lain bernama sama. Kesal, kan?
Di sebuah rumah yang kacau, Lia berjumpa dengan Achi (Lucas Kankava), remaja yang hidup dalam bayang-bayang kakak lelaki yang dominan. Achi tiba-tiba mengaku mengenal Tekla dan menawarkan bantuan. Apakah dia berkata jujur? Atau hanya mencari pelarian dari hidup yang nggak memberinya ruang? Dalam film ini, kebenaran bukan hal mutlak, tapi lebih sebagai jembatan menuju rasa saling membutuhkan.
Hubungan Lia dan Achi pun tumbuh dalam kebisuan, ketegangan, dan perlahan jadi kehangatan. Lalu, bagaimana dengan Tekla? Semua akan terjawab saat Sobat Yoursay nonton sendiri. Ups.
Impresi Selepas Nonton Film Crossing
Asli deh, pas nonton, ada banyak ruang kosong di antara Lia dan Achi. Namun, Sutradara Levan Akin tahu betul bagaimana mengisi kekosongan itu lewat gestur kecil. Misalnya pada sebuah botol chacha yang Lia sembunyikan, tatapan sinis yang perlahan luluh, dan kamar-kamar sewa murah di Istanbul yang menjadi saksi kerentanan mereka.
Namun, ‘Crossing’ nggak berhenti pada duo Lia dan Achi. Kamera lalu beralih—secara literal—ke sosok perempuan trans bernama Evrim (diperankan Deniz Dumanl), si aktivis NGO yang juga hampir menyelesaikan studi hukum.
Sosok Evrim tuh kayak gambaran dari keteguhan di tengah kekerasan sistemik dan tatapan merendahkan yang masih sering dirinya terima. Ya, bukan kesedihan yang menonjol darinya, melainkan teguh hatinya yang penuh empati, kehidupan personalnya yang utuh. Dan semua itu menjadi suara penting dalam masyarakat marginal di Istanbul.
Kehadiran Evrim bukan hanya pelengkap, tapi juga titik balik dalam pencarian Lia. ‘Crossing’ menunjukkan jawaban atas pencarian yang nggak selalu datang dalam wujud yang persis seperti keinginan, tapi datang lewat orang-orang yang memahami luka yang sama.
Film ini juga menampilkan Istanbul bukan sebagai kota eksotik penuh pesona seperti dalam brosur wisata. Sebaliknya, kota ini penuh kekacauan, warna suram, dan kucing liar.
Bersama sinematografer Lisabi Fridell, ‘Crossing’ merekam kota ini melalui jendela, pintu, dan celah-celah kecil, yang seakan-akan diriku sedang mengintip kehidupan dari balik kaca yang rapuh.
Bisa dibilang, ‘Crossing' nggak cuma film tentang perjalanan fisik dari satu negara ke negara lain, tapi tentang perjalanan batin yang nggak kalah melelahkan dalam proses menerima, memaafkan, dan membangun koneksi baru.
Skor: 4/5