Kalau Sobat Yoursay suka film yang mengaduk-aduk emosi dengan bumbu budaya, musik, cinta, sekaligus konflik keluarga yang rumit, ‘The Queen of My Dreams’ bisa jadi salah satu pilihan menarik di bulan Juni 2025.
Disutradarai Fawzia Mirza dan diproduksi House of Story, Level Forward, dan Little India Films, film ini menghadirkan kisah semi-otobiografi yang merentang dari Karachi era 1969 hingga Nova Scotia tahun 1970-an dan 1999.
Film berdurasi ±99 menit ini dibintangi Amrit Kaur yang memerankan dua karakter sekaligus: Azra Malik, sang tokoh utama, dan versi muda ibunya, Mariam. Wah, ini sangat menarik! Selain dirinya, film ini juga dibintangi:
- Nimra Bucha sebagai Mariam Malik
- Hamza Haq sebagai Hassan Malik
- Ayana Manji sebagai Azra kecil
- Gul-e-Rana sebagai Amira Kadri
Pertama kali tayang di ajang Toronto International Film Festival (TIFF) 2023. Dari situ, langsung terasa kalau film ini punya pesona tersendiri. Nggak heran, beberapa bulan setelahnya, film ini berhasil masuk daftar Canada’s Top Ten 2023.
Prestasinya nggak berhenti di situ. Di ajang Canadian Screen Awards 2024, film ini memborong lima nominasi sekaligus! Dan yang paling bikin senyum lebar, dua di antaranya berhasil dibawa pulang.
Amrit Kaur diganjar penghargaan Best Lead Performance berkat penampilannya yang luar biasa sebagai Azra sekaligus Mariam muda. Plus, film ini juga menang untuk kategori Best Original Song, yang memang pas banget mengalun mengiringi emosi dalam cerita.
Bisa dibilang, kiprah film ini di festival dan ajang penghargaan benar-benar mempertegas satu hal: ‘The Queen of My Dreams’ bukan cuma cerita keluarga biasa, tapi sebuah perjalanan emosional yang penuh warna.
Berkisah tentang apa sih? Sini merapat dan yuk kepoin bareng!
Sekilas tentang Film The Queen of My Dreams
Cerita utamanya tertuju pada sosok Azra Malik, mahasiswi pascasarjana asal Pakistan yang tinggal di Kanada. Saat ayahnya meninggal dunia, Azra terpaksa pulang ke Karachi untuk menghadiri pemakamannya. Di sanalah, Azra Malik harus menghadapi kembali ibunya, Mariam, yang konservatif dan religius. Dua hal yang sejak lama menjadi jurang pemisah antara mereka.
Konflik pun memuncak, saat Azra Malik yang menyandang status ‘queer’ berusaha menjalani hidupnya sendiri, sementara Mariam memaksanya menjalani hidupnya dalam aturan Islam yang (dianggapnya) terkesan mengikat.
Dalam kesedihan, hadir juga kilasan masa lalu yang memperlihatkan sisi muda Mariam di tahun 1969 selaku perempuan bebas yang jatuh cinta dan penuh impian, sebelum hidup memaksanya tunduk pada norma dan agama.
Menariknya, film ini juga menampilkan kilas balik kehidupan Azra kecil di Nova Scotia tahun 1970-an, saat dia mulai menyadari identitas seksualnya di tengah keluarga muslim yang konservatif, serta peristiwa dramatis yang mengubah dinamika keluarganya selamanya.
Asli, kisah semacam ini sangat rentan untuk bisa tayang bebas di beberapa negara. Namun, buat yang mau nonton, sini kepoin dulu kesan-kesan film ini.
Impresi Selepas Nonton Film The Queen of My Dreams
Sebenernya aku terpukau dengan betapa kaya dan kompleksnya narasi dalam Film The Queen of My Dreams. Di tangan Sutradara Fawzia Mirza, film ini jadi bukan sekadar drama keluarga biasa.
Film ini memang punya banyak gaya, dan kadang terasa kayak tumpukan genre: ada komedi keluarga, melodrama, hingga potongan kehidupan ala sinema indie.
Yang paling menonjol, penggunaan visual dan warnanya lho. Saat film membawa diriku ke setting Karachi tahun 1969, warna-warna cerah dan gaya sinematiknya langsung mengingatkan diriku pada film Bollywood era Sharmila Tagore, yang glamor, menggoda, dan penuh romansa. Namun, saat kembali ke adegan pemakaman di tahun 1999, atmosfer berubah drastis: muram, sunyi, dan penuh ketegangan. Transisi ini memang bisa terasa kasar, tapi buatku justru memperkuat kontras antara scene masa muda yang penuh harapan dan kenyataan pahit yang mereka alami.
Amrit Kaur tampil sangat kuat lho. Sebagai Azra, dia membawa semacam kepedihan yang nggak histeris, tapi tajam banget. Dan saat jadi karakter Mariam muda, dia menunjukkan sisi penuh gairah hidup.
Namun, nggak semua bagian film terasa seimbang. Beberapa adegan, terutama di bagian pemakaman, terasa kurang digali secara emosional. Seolah-olah film ini terlalu cinta pada masa lalunya dan sedikit enggan menyelami luka yang nyata di masa kini. .
‘The Queen of My Dreams’ ibarat tuh film tentang pulang, bukan hanya secara fisik, tapi juga pulang ke akar, ke luka lama, dan ke bagian diri yang lama disangkal. Meski ceritanya berasal dari pengalaman spesifik sebagai queer muslim di diaspora, toh film ini berbicara dalam bahasa yang universal tentang identitas, hubungan ibu-anak, dan kerinduan akan masa lalu yang nggak akan kembali.
Apakah film ini sempurna? Nggak. Layak tonton, oh jelas!
Skor: 3,8/5