Ada masa ketika musik menjadi tempat paling aman untuk meluapkan emosi yang tak bisa diceritakan secara langsung. Lagu “Maniac” dari Conan Gray adalah salah satunya. Lagu ini tidak hanya berbicara tentang sakit hati, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bisa berubah dari korban menjadi pihak yang disalahkan. Dan semua itu disampaikan dalam balutan nada-nada synth-pop ala 80-an yang memikat.
Pertama kali saya mendengar lagu ini, kesan yang langsung tertangkap adalah energinya. Lagu dibuka dengan suara desis halus, lalu Conan berbisik kata “maniac” sebelum beat-nya meledak.
Suasana langsung berubah, seolah kita sedang diajak masuk ke dunia penuh drama dan kegilaan emosional. Musiknya cepat, penuh dentuman, dan sangat cocok dijadikan latar saat kamu sedang berjalan dengan perasaan penuh percaya diri.
Liriknya pun tidak main-main. Di bagian awal, Conan menyanyikan tentang seseorang yang sedang berpesta dengan teman-temannya, mabuk, lalu tiba-tiba menyatakan ingin dirinya mati. Kalimat itu terdengar ekstrem, tapi di situlah daya tarik lagu ini, yakni menyuarakan bagaimana kasarnya ucapan atau perlakuan seseorang bisa terasa ketika hubungan berubah menjadi tidak sehat.
Bahkan, Conan menggambarkan seseorang datang ke rumahnya membawa sekop dan tali. Visual yang gelap, tapi juga metaforis, yakni tentang niat seseorang yang tampak manis di luar, tapi menyimpan niat menyakiti dari dalam.
Yang membuat lagu ini terasa istimewa adalah transisi emosinya. Beat-nya memang intens dan cepat, tapi tidak melulu begitu. Ada bagian di mana iramanya melambat, vokal Conan terdengar lebih lembut, dan liriknya berubah menjadi lebih reflektif.
Ia menggambarkan perasaan bingung ketika seseorang menyebar cerita palsu ke orang lain, namun diam-diam tetap menghubunginya. Lagu ini seperti bentuk curhat yang jujur namun tetap stylish.
Salah satu bagian menarik lainnya dari lagu ini adalah chorus-nya. Saat Conan menyanyikan “You maniac!” berulang kali dengan nada tinggi dan penuh amarah, saya bisa merasakan luapan emosinya.
Chorus ini sangat kuat, baik secara lirik maupun musikal. Beat kembali cepat, suara synth mendominasi, dan ada nuansa elektronik khas yang terasa seperti soundtrack film horor klasik. Rasanya seperti amarah dan frustasi yang akhirnya dilepaskan dengan lantang.
Di tengah nada-nada yang terdengar ceria dan penuh semangat, ternyata tersembunyi rasa sakit. Pada bagian akhir, Conan menyanyikan kalimat “Now you’re breaking my heart” dengan nada yang lebih pelan, dan napasnya yang terdengar jelas menambah lapisan emosi yang tak terucap.
Lagu ini bukan hanya tentang kemarahan, tetapi juga tentang luka yang masih belum sepenuhnya sembuh. Saya pribadi menyukai nuansa kontras ini, ketika sisi emosional dan kegetiran dibalut dalam irama yang justru energik.
Secara keseluruhan, “Maniac” mengingatkan saya bahwa dalam hubungan, tidak jarang kita diposisikan sebagai masalah padahal kita justru yang tersakiti. Lagu ini menyuarakan pengalaman itu dengan gaya yang unik, tidak meratap, tetapi menyindir; tidak diam, tetapi bersuara lantang.
Hal menarik lainnya adalah sentuhan visual dan konsep retro yang menyatu dalam lagu ini. Nuansa synth-pop dan vibe tahun 80-an yang kuat membuatnya tidak terasa seperti lagu patah hati biasa. Bahkan, saya merasa lagu ini akan sangat cocok dijadikan soundtrack film remaja bertema balas dendam atau thriller psikologis.
Melalui “Maniac”, Conan Gray menunjukkan bahwa patah hati tidak harus selalu diluapkan lewat tangisan atau kesedihan. Ia mengemas rasa kecewa dan amarah menjadi sesuatu yang terdengar kuat, berani, dan tetap menyentuh. Lagu ini seperti tamparan halus untuk mereka yang suka menyakiti, lalu menyalahkan kita seolah-olah kita yang tidak normal.
Bagi kamu yang pernah merasa disalahpahami atau dikambinghitamkan dalam sebuah hubungan, lagu ini akan terasa relevan. Tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga memberi ruang untuk melampiaskan perasaan dengan cara yang lebih berani.
Dan itu mungkin sebabnya “Maniac” terasa sangat membekas. Lagu ini bukan hanya sebuah lagu pop biasa, melainkan adalah pengingat bahwa kita punya hak untuk merasa marah, kecewa, dan sekaligus bangkit dengan penuh percaya diri.