Ulasan Novel Please Pay Attention: Suara dan Harapan Seorang Gadis Difabel

Hikmawan Firdaus | aisyah khurin
Ulasan Novel Please Pay Attention: Suara dan Harapan Seorang Gadis Difabel
Novel Please Pay Attention (goodreads.com)

Bea Coughlin adalah siswi kelas enam yang hidupnya sudah penuh warna sebagai anak berkebutuhan khusus, menggunakan kursi roda karena cerebral palsy. Ia mencintai seni, rambut berwarna-warni, dan hubungan hangat dengan keluarga serta teman-temannya seperti Josie si kecil (Little) dan Rani. Cerita dibuka sepuluh hari sebelum tragedi ketika Bea menjalani kesehariannya di sekolah gereja yang ramah dan penuh kehangatan kasih.

Segalanya berubah saat aksi penembakan terjadi di sekolah. Bea tak bisa turun dari kursi rodanya saat instruksi “get down” datang yang menyebabkan luka emosi dan rasa bersalah yang mendalam. Ia pun terjebak dalam dua fase besar hidupnya, "Before" (sebelum penembakan) dan "After" (sesudah tragedi).

Selama fase After, Bea menjalani proses berkabung, PTSD, dan rasa tidak berdaya, terutama karena kursi rodanya membuatnya "tertinggal" saat situasi darurat. Namun, melalui terapoti berkuda, ia menemukan kembali kekuatan, percaya diri, dan kemampuan bersuara.

Novel ini menggunakan format puisi berseri (verse novel) yang dibagi dalam empat bagian, Seek, Hide, Heal, dan Hope. Format ini memudahkan pembaca masuk ke dalam pikiran Bea secara langsung, turun naik emosinya, perasaannya yang rawan, dan proses penyembuhannya.

Narasi dimulai dengan surat dari Bea kepada sang gubernur, sebuah permohonan agar “please pay attention / and then / act.” Detil ini menunjukkan bagaimana Bea berubah dari korban menjadi pihak yang menyuarakan aksi dan perubahan.

Versi ini juga menghadirkan bahasa sastra ringan dan padat. Seperti huruf-huruf visual yang bercerita sendiri, format puisi ini memungkinkan ruang refleksi, kesunyian, dan getaran emosi yang tidak bisa diraih dengan prosa panjang.

Penembakan di sekolah membuat Bea mengalami trauma hebat. Ia sering mengalami flashback, ketidakmampuan tidur, dan rasa bersalah mendalam karena tidak bisa melindungi teman-temannya. Novel ini menunjukkan betul saat-saat ia “freeze” selama lockdown dan bagaimana rangkaian memori emosional itu terus menghantuinya.

Sebagai pengguna kursi roda, Bea sering merasa tergusur dalam keadaan darurat. Tokoh ini mengangkat bahwa sistem keselamatan sekolah tidak selalu memikirkan mereka yang berkebutuhan khusus. Novelnya pun menyuarakan bagaimana “disabled people are often disregarded in our society”.

Momen paling menghangatkan muncul saat Bea dipertemukan dengan terapi berkuda, sebuah jalan alternatif untuk penyembuhan fisik dan emosional. Selain itu, dukungan dari ibu angkatnya (Max), teman-teman seperti Josie, Rani, dan keluarga gereja menunjukkan bahwa komunitas menjadi instrumen penting dalam proses bangkit.

Di akhir cerita, Bea menulis surat kepada gubernur dan ingin agar pembaca ikut “pay attention and then act.” Ini bukan hanya narasi sedih, tapi juga dorongan untuk perubahan sosial nyata.

Bea Coughlin adalah karakter yang tegas sekaligus rentan. Ia bukan “anak berkebutuhan khusus” dengan trauma, ia adalah anak yang penuh selera humor, aktif mewarnai rambut, dan memberi perhatian ketika yang lain mengabaikan. Praktis, ia menjadi simbol kejantanan manusia.

Max (ibu angkat) digambarkan sebagai sosok penyelamat, seorang perawat sekolah dan ibu penuh pengertian. Dialog-dialog mereka menunjukkan kedalaman cinta dan kenyamanan rumah di tengah kehancuran yang terjadi.

Supporting cast seperti Josie, Rani, dan pasangan gay tetangga memantapkan bahwa Bea tumbuh dalam lingkungan inklusif dan penuh cinta. Ini memperlihatkan harapan adanya dunia yang peduli dan merangkul keberagaman.

Buku ini menghadapi beberapa tantangan yaitu, buku ini sangat kuat dalam tema, tetapi pembaca merasa format verse bisa membatasi kedalaman karakter dan perkembangan subplot. Sejumlah plot atau transisi emosional terasa cepat, namun format puisi memang mengedepankan intuisinya.

"Please Pay Attention" adalah novel puisi yang menghantam emosi secara mendalam, lewat sudut pandang remaja berkebutuhan khusus yang mengalami tragedi penembakan sekolah. Formatnya memperkuat intensitas emosional, menyajikan tema-tema penting seperti disabilitas, PTSD, komunitas penyembuhan, dan panggilan untuk perubahan sosial.

Identitas Buku

Judul: Please Pay Attention

Penulis: Jemie Sumner

Penerbit: Atheneum Books for Young Readers

Tanggal Terbit: 15 April 2025

Tebal: 240 Halaman

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak