Ulasan Buku How to Say Babylon: Membebaskan Diri dari Rantai Patriarkal

Hikmawan Firdaus | aisyah khurin
Ulasan Buku How to Say Babylon: Membebaskan Diri dari Rantai Patriarkal
Buku How to Say Babylon (goodreads.com)

"How to Say Babylon" adalah sebuah memoir yang kuat dan menyentuh karya Safiya Sinclair, penyair asal Jamaika yang dikenal karena kekuatan lirik dan kedalaman tematik dalam karya-karyanya. Dalam buku ini, Sinclair tidak hanya menceritakan kisah pribadinya, tetapi juga menyoroti isu-isu struktural seperti patriarki, agama, kebebasan perempuan, dan pencarian identitas diri dalam budaya yang membatasi.

Memoar ini membawa pembaca ke dalam kehidupan Sinclair yang dibesarkan dalam keluarga Rastafari yang sangat konservatif di Jamaika. Ayahnya, seorang musisi reggae dan pengikut garis keras ajaran Rastafari, menerapkan kontrol ketat dalam rumah tangga.

Sinclair kecil tumbuh dalam dunia yang penuh pembatasan terhadap perempuan, baik dari segi pakaian, pergaulan, maupun pemikiran. Ia dan saudara-saudaranya diharuskan mengikuti aturan yang keras, dengan ayah yang percaya bahwa dunia luar adalah ancaman terhadap nilai-nilai spiritual dan moral mereka.

Salah satu kekuatan utama "How to Say Babylon" terletak pada kejujuran brutal Sinclair dalam menggambarkan hubungan rumit dengan sang ayah. Ia tidak menggambarkan sang ayah sebagai tokoh antagonis secara hitam-putih, tetapi sebagai figur yang kompleks, seseorang yang terjebak dalam trauma, sejarah kolonialisme, dan ketakutan terhadap pengaruh Barat. Ayah Sinclair adalah produk dari masyarakatnya, yang ingin melindungi keluarganya dari degradasi moral, tetapi caranya penuh dengan kontrol, intimidasi, dan kekerasan psikologis.

Dalam konteks ini, "How to Say Babylon" menjadi kisah perlawanan seorang perempuan muda terhadap sistem yang membungkam suara dan kebebasannya. Sinclair perlahan-lahan mulai menemukan pelarian melalui pendidikan dan sastra. Buku-buku menjadi jalan keluar, sekaligus alat pembebasan dari dunia yang membatasi. Ia membaca, menulis puisi, dan mengembangkan pemikiran kritis yang akhirnya membawanya keluar dari kehidupan tertutup di Jamaika menuju dunia yang lebih luas, meski tidak tanpa luka.

Gaya penulisan Sinclair sangat puitis, sebagaimana layaknya seorang penyair. Ia mengisi narasi dengan metafora indah, irama bahasa yang mengalir, serta deskripsi yang kaya akan warna budaya Jamaika. Bahasa menjadi senjata, tetapi juga pelipur lara. Sinclair menulis dengan penuh emosi dan kedalaman, menjadikan memoir ini lebih dari sekadar catatan kehidupan pribadi, ia membangun ruang refleksi yang universal bagi banyak perempuan yang hidup dalam bayang-bayang dominasi dan ketakutan.

Tema besar lain dalam buku ini adalah ketegangan antara budaya dan kebebasan. Sinclair mencintai Jamaika, mencintai budayanya, tetapi ia juga mengakui bagaimana sistem dan tradisi bisa menjadi beban, terutama bagi perempuan.

Ia mengangkat kontradiksi antara cinta terhadap akar dan kebutuhan untuk membebaskan diri dari warisan patriarkal yang membungkam. Dalam hal ini, "How to Say Babylon" juga menjadi refleksi post-kolonial yang tajam, menunjukkan bagaimana kolonialisme menciptakan sistem kekuasaan yang berlapis, bahkan dalam komunitas yang mencoba melawan hegemoni Barat.

Yang menjadikan buku ini sangat kuat adalah ketelanjangan emosionalnya. Sinclair tidak hanya mengisahkan pengalaman masa kecil dan remajanya, tetapi juga pergulatan batin untuk berdamai dengan identitas, keluarga, dan masa lalu. Ia tidak menawarkan penyelesaian yang mudah. Bahkan saat ia berhasil keluar dari lingkungan yang mengekang, luka-luka masa lalu tetap membekas. Namun, dari luka itulah muncul kekuatan dan keberanian untuk bercerita.

"How to Say Babylon" bukan hanya sebuah memoir, ini adalah pernyataan eksistensial seorang perempuan yang menolak untuk dibungkam. Ia memilih untuk menamai penderitaannya, untuk menulisnya, dan dengan demikian, mengubahnya menjadi kekuatan. Judul buku ini sendiri mencerminkan usaha Sinclair untuk “mengatakan”, untuk menyuarakan apa yang dulu dilarang, untuk menyebut dengan lantang dunia yang dianggap tabu.

Secara keseluruhan, "How to Say Babylon" adalah buku yang penuh kekuatan, keindahan, dan keberanian. Safiya Sinclair telah menulis sebuah karya yang tak hanya menyentuh hati, tetapi juga menggugah pikiran. Ini adalah bacaan wajib bagi siapa saja yang ingin memahami perjuangan perempuan dalam sistem patriarkal, kompleksitas budaya Karibia, dan bagaimana sastra bisa menjadi alat pembebasan pribadi.

Identitas Buku

Judul: How to Say Babylon

Penulis: Safiya Sinclair

Penerbit: 37 Ink

Tanggal Terbit: 3 Oktober 2023

Tebal: 352 Halaman

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak