Memiliki hobi membaca dan suka bercerita, rupanya bisa menolong orang lain juga. Aku jadi teringat masa sekolah dalam rangka menghadapi tugas meresensi buku dari guru Bahasa Indonesia. Ketika salah satu kawanku yang aktif berorganisasi dan full ekskul plus jadwal les, meminta bantuan untuk menceritakan garis besar suatu novel yang berjudul Rumah Lentera.
Sebuah novel remaja alias teenlit, yang menyajikan sudut pandang berbeda mengenai dunia remaja.
Identitas Buku
Judul: Rumah Lentera
Penulis: Neni Jahar
Bahasa: Bahasa Indonesia
Tebal: 260 halaman
Tahun Terbit: 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit: Jakarta
Selayang Pandang Tentang Rumah Lentera
Rumah Lentera adalah novel karya Neni Jahar terbitan Gramedia Pustaka Utama yang bergenre teenlit dengan sentuhan emosi yang mendalam meski alurnya cukup ringan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2013, dengan diksi-diksi cakep khas dunia remaja.
Rumah Lentera sendiri sudah lumayan ‘menjanjikan’, bahkan dari sampulnya yang digarap sedemikan menawan. Sebuah sketsa rumah megah, dengan tone warna cokelat kekuningan mirip pasir pantai, dan sebuah papan nama berukirkan Rumah Lentera dalam font nyentrik.
Sekali baca, kamu nggak hanya akan mendapati dunia remaja yang ‘rewel’ saja, melainkan kehangatan dari Rumah Lentera.
Sinopsis Alur Rumah Lentera
Rumah Lentera mengisahkan seorang mahasiswi bernama Vien yang selalu bentrok dengan keluarganya karena hubungannya dengan sang pacar, Ega. Hal ini menyebabkan Vien menerima kemarahan sang kakak, hingga berujung ayahnya masuk rumah sakit.
Gelora darah muda ditambah hutang budi pada Ega-lah yang membuat Vien mati-matian membela pemuda itu. Meski, sejak berpacaran dengan Ega, Vien menjadi malas, selalu pulang malam, hingga nilai IPK-nya anjlok.
Hingga suatu hari, Vien yang memendam konflik batin mencoba beristirahat di perpustakaan kampus, dan berencana mencari kos-kosan terdekat.
Atas bantuan Ega, Vien pun menemukan kos-kosan berjuluk Rumah Lentera. Sebuah indekos yang dihuni oleh beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang nggak bisa diremehkan. Ada Kak Ugit, Kak Tyo, Adrian, Kak Izar, Kak Nela, Mia, Inka, Kak Adly, hingga Deris. Tampang mereka ternyata nggak menjamin prestasi mereka lho. Semisal Deris yang look-nya mirip dukun, ternyata IPK-nya nggak pernah turun dari 3,9.
Rumah Lentera sendiri juga memiliki peraturan ketat. Seperti jam malam, keharusan para penghuninya untuk mempertahankan IPK minimal 3,5, bahkan memiliki sanksi nyeleneh tetapi tetap ditaati oleh para penghuni. Sanksinya macam-macam sih, ada hukuman membersihkan kamar mandi, menyirami taman, membersihkan area luar rumah, dan yang paling ekstrim adalah menerjemahkan jurnal berbahasa Perancis dalam kurun waktu tertentu.
Nggak terasa, Vien mulai nyaman tinggal di Rumah Lentera, bahkan mengalami development karakter yang bagus. Nilainya perlahan naik, kebiasaan buruknya hilang, bahkan mulai menemukan makna dan kehangatan Rumah Lentera yang mematri mindset baru. Nggak pernah Vien merasa setenang ini, kala menemukan sudut pandang lain dari masing-masing janma manusia. Pun kepada Ega hingga keluarganya sendiri, Vien merasa harus segera menerapkan prinsip dari penghuni Rumah Lentera kepada mereka.
Novel Hangat dan Manis, dengan Ending Plot Twist Ringan
Buatku yang pernah merasakan gelora muda hehe, pemikiran Vien di awal-awal memang relate dengan darah muda. Kalau kata Inka Cristie, Demi cinta yang menyala, ku rela menggenggam bara api demi kasih….
Namun sejak Vien bergabung dengan Rumah Lentera, kebiasaan buruknya perlahan menghilang. Bahkan, dia mulai menemukan makna kasih sayang yang tulus, dan kehangatan antar janma manusia lewat macam-macam interaksinya. Nggak jarang, ketiadaan orang yang gemar adu mulut dengan kita pun juga menghadirkan suasana rindu, ahaha.
Lewat Rumah Lentera, kita akan disuguhi kehangatan pertemanan dan semangat sportifitas dalam meraih mimpi. Pun saat dihadapkan pada dua pilihan sulit, maka diperlukan pemikiran matang-matang sebelum memutuskan dengan mutlak. Aku setuju ketika Vien kembali pada keluarganya, dan cara pandangnya terhadap sang kakak dan Ega juga turut berubah. Seperti, akhirnya menemukan kewarasan yang sempat di antah berantah.
Buatku, Rumah Lentera kayaknya nggak hanya sekadar teenlit biasa ya. Novel ini lebih condong mengenai nilai-nilai sosial, dan penerapannya dalam real life. Sekalipun pada akhirnya nggak sesuai ekspektasi kita, paling tidak kita sudah melakukan effort terbaik.
Eksekusi diksi dan bahasanya pun sangat mudah dipahami, dengan alur ringan meski sejatinya menyajikan konflik lumayan berat. Sang penulis tampaknya ingin menyampaikan amanat dengan cara termudah, tanpa harus membuat pembaca pusing sih. Selain itu, pada ending kita akan disuguhi plot twist ringan yang nggak kuduga. Walau bagi kawanku, novel ini mudah ketebak.
Bagiku, Rumah Lentera layak mendapatkan nilai 10 dari 10 dari segala aspeknya. Baik eksekusi cerita, dan pesan moral yang disajikan begitu kentara.
Dariku, Janma Gini yang tinggal di tanah Jawa.