Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Aqil Husein Almanuri
Poster film Shattered Glass (movieposter)

Film Shattered Glass mengisahkan seorang jurnalis muda, Stephen Glass yang diperankan oleh aktor Hayden Christensen. Stephe, begitulah reviewer memanggilnya, merupakan salah seorang kontributor di salah satu media ternama dan memiliki reputasi terpandang di Amerika, The New Republic.

Sekalipun dianggap sebagai kontributor yang masih muda, Stephe mampu menjadikan dirinya sebagai jurnalis terbaik pada saat itu. Dia merupakan wartawan yang—sekalipun terbilang muda—disegani oleh jurnalis The New Republic lainnya karena ke-piawan-nya dalam mencari, membuat, dan menyusun berita dan beberapa artikel.

Tak hanya itu, kepribadiannya sebagai jurnalis juga memang sangat baik. Itulah dua faktor yang membuat dia disukai, sekaligus disegani. Stephe juga menulis artikel untuk beberapa media besar di Amerika, di antaranya; Harper’s Magazine, George Magazine, dan salah satunya yakni The New Republic.

The New Republic sendiri dikenal sebagai media pemberitaan yang sangat berkualitas. Karena kualitas itu juga, akhirnya pemerintah seringkali menjadikannya sebagai referensi dan bahan bacaan. Sebagaimana saya mengatakannya di awal, koran ini memiliki reputasi yang sangat bagus. Sehingga, menjadi salah satu kontributornya merupakan salah satu pencapaian luar biasa bagi para jurnalis kala itu.

Semua orang menyukai tulisan-tulisan atau berita yang dituangkan oleh Stephe. Bahkan editornya sendiri pun, Michael Kelly yang diperankan oleh Hank Azaria, juga merupakan salah satu penyuka tulisannya. Reputasi bagus Stephe berjalan beriringan (baik dan berkualitas) dengan reputasi The New Republic, tempat dimana Stephe bekerja sebagai wartawan.

Konflik dalam film ini berawal dari ketika editornya itu menemukan kesalahan pada tulisan Stephe yang ditulis tahun 1998 dengan judul ‘Spring Breakdown’. Kesalahannya terletak pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam artikel yang tidak relevan dengan kejadian nyata. Stephe akhirnya mengakui bahwa itu memang merupakan kesalahannya, namun dia menaifkan bahwa di artikelnya yang lain juga terdapat kesalahan. 

Dari kejadian tersebut, Michael Kelly yang dikenal sering mengayomi penulis-penulisnya dipecat karena berusaha melindungi Stephe dalam kesalahan tersebut. Pada akhirnya, Michael Kelly pun digantikan oleh editor baru, Chucks Lane (diperankan oleh Peter), yang dalam hal ini digambarkan sebagai seseorang yang kaku dalam bergaul bersama rekan lain.

Singkat cerita, dari sekian berita atau artikel yang ditulis Stephe selama Chucks mendampinginya sebagai editor, ada salah satu artikel yang akhirnya mengungkap segala kebohongan yang dibuatnya. Artikel berjudul ‘Hack Heaven’ merupakan tulisan yang menjadi cikal bakal terbenamnya karier Stephe sebagai jurnalis. Artikel ini berkisah mengenai remaja bernama Ian Resti yang diberi hadiah uang oleh perusahaan ternama, Jukt Micronics, agar tidak diretasnya. Sebab, seperti dalam tulisan Stephe, Ian Resti ini adalah hacker yang ditakuti.

Orang-orang mulai menaruh perhatian lebih terhadap tulisan Stephe tersebut. Beberapa pihak mempertanyakan berita-berita Stephe yang dianggap seolah selalu menyudutkan, tidak terkecuali Adam Penenberg, salah satu wartawan dari majalah Forbes. Setelah penyelidikan yang dilakukan oleh Adam, maka terbukti, Stephe melakukan kebohongan besar dalam artikelnya itu. 

Stephe pun dipecat sebagai jurnalis media The New Republic. Yang pasti, pemecatannya itu karena tindakannya yang sangat merugikan dan mencemarkan nama baik jurnalis. Fakta yang lebih naif, dari 41 tulisannya yang diterbitkan, hanya 14 tulisan yang dinilai memiliki keaslian. Sisanya? Hanyalah karangan belaka.

Setelah tidak menjalani karier sebagai jurnalis, atau lebih tepatnya setelah Steve berhenti dari The New Republic, dia banting setir menjadi penulis novel. Salah satu karangan fiksinya yang juga berhasil difilmkan adalah cerita mengenai kebohongannya sendiri tersebut ketika masih bekerja menjadi jurnalis.

Dari kisah Stephen Glass ini, kita bisa mengambil beberapa moral penting atau pesan tersirat yang ada di dalamnya. Khususnya bagi para jurnalis, akademisi, penulis, film ini sangat saya rekomendasikan. Sebab, film ini memberikan gambaran tentang bagaimana bahaya kebohongan dalam dunia kepenulisan.

Dalam menjalankan tugasnya, jurnalis memiliki aturan dan kode etik jurnalistik yang berlaku. Tentunya juga harus dipatuhi sebagai sebuah batasan dan limitasi agar tulisan yang ditulis tidak sememan-mena. Tentu kebohongan dalam tulisan berita adalah salah satu kecelakaan yang juga merupakan kecacatan.

Membohongi pembaca dengan tulisan-tulisan yang kita buat—sekalipun dari diksi yang relatif bagus dan menarik—adalah kesalahan yang sangat pantas untuk dihindari. Jurnalis ada sebagai informan (sebagaimana salah satu tugasnya). Informan yang baik tentunya adalah mereka yang memberikan informasi yang sesuai dengan fakta yang terjadi, tidak mengarang dan tidak mengada-ngada. Sebab, mengarang hanyalah untuk karya fiksi.

Aqil Husein Almanuri