Bayangkan begini: Ada seseorang lagi kabur dari penyelidikan kasus korupsi, uang miliaran sudah disebar, jaringan sudah disiapkan, rencana pelarian nyaris mulus. Namun, takdir punya plot twist sendiri. Kecelakaan datang tiba-tiba, dan saat sadar, orang itu nggak lagi di dunia ini. Ya, dia berdiri di hadapan Shiratal Mustaqim, jembatan tipis yang katanya jadi penghubung antara surga dan neraka.
Ngeri banget kan? Itulah premis utama Film Jembatan Shiratal Mustaqim di bawah naungan rumah produksi Dee Company, yang dibuat Sutradara Bounty Umbara (pernah bikin film aksi-fantasi: Rafathar).
Nah, kali ini, Bounty hadir dengan gaya yang jauh berbeda: lebih gelap, reflektif, dan jujur saja, lebih bikin merinding karena menyentuh sisi spiritual yang jarang disentuh film Indonesia modern.
Dalam departemen naskah, skripnya ditulis sama Erwanto Alphadullah, yang sebelumnya sukses bikin bulu kuduk berdiri lewat Film Di Ambang Kematian. Dan kalau dari first look-nya, film ini tampaknya bakal menawarkan film sejenisnya yang dulu viral: ‘Siksa Neraka’.
Film Jembatan Shiratal Mustaqim dibintangi aktor-aktor lintas generasi, di antaranya:
- Agus Kuncoro
- Imelda Therrine
- Mike Lucock
- Raihan Khan
- Rory Asyari
- Eduwart Manalu
- Khalif Al Juna
- Dan masih banyak bintang pendukung lainnya
Sekilas tentang Film Jembatan Shiratal Mustaqim
Film ini (katanya) berkisah tentang koruptor dalam pelarian dari proses hukum. Eh, pelariannya terhenti mendadak ketika dia mengalami kecelakaan tragis. Saat tubuhnya tergeletak di dunia nyata, jiwanya ditarik ke alam akhirat—ke dimensi penuh penantian, rasa bersalah, dan ketakutan.
Di sanalah dia berdiri di hadapan jembatan Shiratal Mustaqim, jembatan penghakiman dalam ajaran Islam yang dipercaya menentukan ke mana arah akhir perjalanan manusia: Surga atau neraka.
Sementara itu di dunia, keluarganya harus menghadapi tekanan hebat. Publik dan aparat menuding bahwa kematian sang koruptor hanyalah rekayasa. Tragedi itu hanyalah trik untuk menghilangkan jejak.
Menarik Ya?
Iya, menarik! Hanya saja, pada akhirnya, tergantung dari eksekusinya. Cerita menarik kalau dibuat asal-asalan, jatuhnya pasti bakal zonk!
Sebenarnya film ini mengambil langkah yang cukup berani. Soalnya, tema penghakiman akhirat dalam konteks budaya lokal seringkali dibahas setengah-setengah—takut terlalu menggurui, takut juga terlalu provokatif.
Padahal Shiratal Mustaqim bukan sekadar jembatan, tapi simbol paling purba dari keadilan ilahi. Di sana, semua status sosial, uang, kekuasaan, bahkan pencitraan nggak ada gunanya. Yang dihitung cuma amal dan dosa.
Film ini jelas mencoba menggambarkan kondisi “terombang-ambing” di jembatan itu—mungkin bukan secara fisik doang, tapi juga batin si tokoh utama. Yang pastinya bikin penasaran, apakah jembatan itu digambarkan secara visual (dengan CGI, mungkin?) atau lebih ke simbolik, misalnya lewat ruang-ruang absurd di alam kematian.
Yang jelas, penggambaran Shiratal Mustaqim ini bisa jadi bahan refleksi buat penonton Indonesia, apalagi di tengah kondisi sosial kita yang masih banyak diselimuti korupsi dan kemunafikan publik.
Yang juga bikin film ini menonjol terkait keberaniannya menggabungkan dua elemen, yakni horor spiritual dan kritik sosial. Biasanya film horor kita cenderung fokus di setan, kutukan, atau mistik lokal.
Lebih-lebih bila melihat tokoh utamanya, bukan orang biasa. Dia koruptor, simbol dari elit yang sering merasa kebal hukum. Nah, di alam akhirat, kekebalan itu pastinya runtuh. Di jembatan itu, nggak ada pengacara, nggak ada relasi pejabat, nggak ada framing media. Semua dosa yang disimpan rapi selama hidup, dibongkar satu-satu.
Dan di sisi lain, film ini juga mengangkat keluarga si tokoh utama yang ikut terkena imbas sosial. Ini semacam mirror ke kehidupan nyata, di mana keluarga koruptor sering hidup dalam penghakiman sosial meski mereka belum tentu tahu apa-apa soal kejahatan itu.
Dengan nuansa spiritual yang dalam, dibungkus narasi penuh ketegangan, dan kritik sosial yang menyentil, film ini seharusnya bisa jadi pembuka jalan baru bagi genre horor-metafisik Indonesia.
Jadi, siap-siap saja buat refleksi batin setelah nonton film ini. Karena mungkin, Sobat Yoursay nggak cuma takut sama visualnya, tapi juga takut sama dosa sendiri. Kita buktikan saja nanti saat filmnya dirilis, dan yuk tunggu kabar selanjutnya!
Baca Juga
-
Review Film Green Room: Thriller Brutal di Balik Panggung Musik Band Punk
-
Review Film Ziarah: Perjalanan Mbah Sri Menyusuri Luka dan Harapan
-
Review Sore - Istri dari Masa Depan: Romansa dan Pesan Sehat yang Sempurna
-
Tale of the Land Juara! Percaya Film Fantasi Punya Tempat di Hati Penonton?
-
Review Serial Daredevil Born Again: Aksi Epik Melawan Penjahat dan Sistem
Artikel Terkait
-
Bergenre Horor, Warner Bros Bagikan Teaser Perdana Film Weapons
-
Sinopsis Film Senyum Manies Love Story, Angkat Kisah Cinta Anies Baswedan
-
Jelang Sepekan Tayang, Pengepungan di Bukit Duri Capai 500 Ribu Penonton
-
5 Rekomendasi Aplikasi Android untuk Nobar Online, Bisa YouTube hingga Netflix
-
Sekuel Film Ready Or Not Umumkan Judul Resmi dan Sejumlah Pemain Baru
Entertainment
-
Ungkap Misteri Mother Flame, Simbol Kekuatan Absolut di Anime One Piece
-
Bergenre Horor, Warner Bros Bagikan Teaser Perdana Film Weapons
-
Hailey Bieber Beber Punya Dua Kista Ovarium
-
Jelang Sepekan Tayang, Pengepungan di Bukit Duri Capai 500 Ribu Penonton
-
5 Anime Terbaik Cocok Ditonton Sambil Tunggu Episode Baru Witch Watch
Terkini
-
4 Ide Gaya Streetwear Keren ala Heejin ARTMS, Kamu Suka Look yang Mana?
-
Jorji Batal Berangkat ke Sudirman Cup 2025, Ester Wardoyo Siap Gantikan
-
Bonus Demografi 2030: Mimpi Indah Gibran vs Derita Generasi Z Sekarang
-
3 Keuntungan Jika Timnas Indonesia Bisa Menaturalisasi Dean Zandbergen
-
Earth-Friendly Cafe Hopping: Nongkrong Seru tapi Tetap Peduli Bumi