Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Zuyyina Laksita Dewi
Cuplikan Video Klip "Manchild" Sabrina Carpenter (youtube.com/@sabrinacarpentervevo)

Sabrina Carpenter kembali mencuri perhatian. Tiga hari sejak video klip resminya untuk laguManchild” dirilis, jagat maya langsung ramai dengan berbagai komentar netizen.

Bukan hanya karena nuansa pop catchy yang jadi ciri khas Sabrina, tetapi juga karena liriknya yang menyentil dan terasa relatable bagi banyak orang, terutama perempuan yang pernah (atau masih) berurusan dengan pasangan manchild—istilah untuk pria dewasa yang belum dewasa secara emosional.

Dari awal lagu, nuansanya sudah terasa satir. Lewat lirik yang mengalir seperti percakapan, Sabrina membingkai frustrasi seorang perempuan yang menjalin hubungan dengan laki-laki yang selalu bikin masalah, tapi tak pernah mampu menyelesaikannya.

“It’s all just so familiar, baby, what do you call it?
Stupid, or is it slow?
Maybe it’s useless,
But there’s a cuter word for it, I know…”

Lirik ini seolah menggambarkan rasa jengah yang terpendam. Sebuah sindiran yang halus, tapi juga penuh ironi. Kata "manchild" pun hadir sebagai punchline, sebagai label yang menggambarkan karakter si laki-laki yang kekanakan—secara mental, emosional, bahkan dalam cara menyikapi hidup.

Kisah Visual dalam Video Klip

Dalam video klipnya, Sabrina diperlihatkan sebagai kekasih dari sosok pria yang tampak tidak kompeten. Mereka digambarkan dalam berbagai situasi yang menyiratkan ketidakseimbangan hubungan. Mulai dari momen di mana Sabrina harus mengatur semuanya sendiri, hingga saat-saat si pria justru membawa masalah tanpa menyumbangkan solusi.

Sabrina terlihat kewalahan, tapi tetap harus “mengurus” segalanya—seperti ibu mengurus anaknya. Pesan ini disampaikan dengan gaya visual yang artsy namun tetap mudah dipahami. Bahkan banyak penonton mengaku merasa “tersindir” karena situasi itu sangat mirip dengan apa yang pernah (atau sedang) mereka alami dalam hubungan nyata.

Lagu yang Jadi Cermin Realita

Bukan rahasia lagi, fenomena manchild makin sering terdengar dalam percakapan sehari-hari. Banyak perempuan merasa harus menjadi “ibu kedua” dalam hubungan, hanya karena pasangannya tidak bisa mengatur emosi, tidak bertanggung jawab, atau menolak untuk tumbuh dewasa.

Di sinilah “Manchild” terasa begitu dekat. Lagu ini bukan hanya menghibur, tapi juga menyuarakan kegelisahan kolektif perempuan yang lelah jadi “penyelamat” dalam hubungan yang tidak sehat.

Sabrina, lewat gaya vokalnya yang ringan dan playful, menyampaikan pesan ini tanpa terasa menggurui. Justru karena terasa seperti teman curhat, lagu ini cepat mendapat tempat di hati banyak pendengar.

“Manchild, why you always come a-runnin' to me?”

Pertanyaan sederhana ini terasa seperti jeritan hati banyak perempuan yang selama ini memendam kekesalan. Kok bisa, ya, sudah besar tapi masih terus lari dari masalah?

Dari Pop Ringan ke Kritik Sosial

Sabrina Carpenter memang dikenal punya kepekaan dalam mengangkat isu hubungan dalam lirik-liriknya. Sebelumnya, lagu-lagu seperti “Feather” dan “Espresso” juga sempat viral karena menyentuh hal-hal yang akrab di kehidupan perempuan muda masa kini.

“Manchild” menambah deretan karya Sabrina yang bukan hanya enak didengar, tapi juga punya makna. Lagu ini bisa jadi anthem tak resmi bagi perempuan yang akhirnya sadar: mereka butuh pasangan, bukan anak tambahan.

Dan buat kamu yang merasa pernah berada di posisi Sabrina di lagu ini, jangan sedih. Setidaknya sekarang kamu tahu, kamu nggak sendiri. Bahkan Sabrina Carpenter pun pernah merasakannya—dan berhasil mengubah rasa frustasinya jadi karya yang bisa kita nikmati bersama.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Zuyyina Laksita Dewi