Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Anisa Eka
Ilustrasi Dokter Online. (Pixabay)

Dunia kedokteran beberapa waktu lalu dibuat ramai pasalnya media sosial yang banyak digandrungi semua kalangan untuk mengekspresikan diri, justru menuai kontroversi dari salah satu penggunanya yang kebetulan merupakan seorang dokter.

Sebuah konten berdurasi 15 detik mengenai persalinan cukup mendapat kecaman dari berbagai pihak. Alih-alih memberikan edukasi, oknum tersebut malah membeberkan privasi di kalangan umum. Tentu saja hal ini melanggar hak privasi pasien serta berisiko menghilangkan rasa kepercayaan publik.
 
Media sosial pada dasarnya merupakan suatu cara baru bagi masyarakat modern untuk berkomunikasi. Kemajuan teknologi ini hadir serta mengubah pandangan masyarakat bahwa komunikasi bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
 
Seluruh lapisan masyarakat hampir tak terpisahkan dari penggunaan media sosial. Pada profesi kedokteran, media sosial dapat digunakan untuk berbagai aktivitas baik itu aktivitas pribadi atau keperluan profesi itu sendiri.

Kegiatan bermanfaat yang dapat dilakukan tenaga kesehatan bagi masyarakat antara lain seperti memberikan edukasi/promosi kesehatan serta dapat mempermudah pasien mengakses informasi mengenai kesehatannya (1).
 
Menurut British Medical Association (BMA) selain untuk membangun jaringan profesi kedokteran itu sendiri, keuntungan lain dari penggunaan media sosial adalah menjadi media bagi dokter untuk berbagi informasi/gagasan mengenai issue kesehatan yang penting (2).

Dari banyaknya manfaat yang bisa didapatkan, tentu penggunaan media sosial akan berdampak negatif jika tidak digunakan secara bijaksana. Di Indonesia terdapat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hadir sebagai bentuk kebijakan dalam menggunakan media social bagi khalayak umum.
 
Adapun bagi profesi kedokteran, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) telah mengeluarkan fatwa etik profesi dokter dalam menggunakan media social yaitu Surat keputusan nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021 tertanggal 30 April 2021.

Dalam SK fatwa etik dokter yang berisi 13 poin tersebut memuat acuan aktivitas profesi kedokteran dalam menggunakan media sosial hendaknya bersikap profesional dan mengedepankan integritas. Selain itu diperlukan juga untuk memperhatikan tujuan dan nilai etika yang diterapkan dalam penggunanya.

Tertuang pada poin 8 SK fatwa etik ini, menyebutkan bahwa penggunaan media social dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya focus pada tujuan.

Jika akun yang sama juga digunakan untuk menjalin pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap bidang kesehatan. Fatwa etik kedokteran yang diterbitkan ini bersifat mengikat seluruh dokter di Indonesia.

Indonesia dan negara lainnya pasti memiliki regulasi tentang penggunaan media sosial oleh dokter. Negara-negara di Eropa telah merumuskan kebijakan penggunaan media sosial oleh profesi dokter yang diatur oleh General Medical Council (GMC) pada tahun 2013 yang berjudul "Doctore use of social media".

Publikasi tersebut dengan jelas mengatur bahwa dokter harus memiliki batasan dengan pasien, menghormati rekan sejawat, menghindari pencemaran nama baik dan menjaga kerahasiaan informasi rekam medis dan informasi pribadi pasien (3).

Sejalan dengan GMC, British Medical Association (BMA) juga memiliki regulasi yang relevan. Dalam buku panduannya, "Social media, ethics and professionalism" yang diterbitkan pada 2018, menekankan bahwa dokter harus berpikir bijak sebelum membagikan konten di dunia maya. Alasannya adalah bahwa sifat informasi dan real-time merupakan kekuatan, tetapi juga jebakan yang potensial.
 
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai aturan main dokter dalam bermedia sosial ialah tetap menjaga batasan dengan pasien, pengaturan privasi yang ketat serta pastikan untuk tidak mencemarkan nama baik seseorang.
 
 
Referensi:
 
1. Pukovisa dan Librianty. Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol. 1 No. 1 Okt 2017. Available at https://ilmiah.id/index.php/jeki/article/download/7/6

2. British Medical Association (BMA). 2020. Ethics of Social Media Use. https://www.bma.org.uk/advice-and-support/ethics/personal-ethics/ethics-of-social-media-use

3. General Medical Council (GMC). 2013. Doctors use of social media. Available at https://www.gmc-uk.org/ethical-guidance/ethical-guidance-for-doctors/doctors-use-of-social-media/doctors-use-of-social-media 

Anisa Eka

Baca Juga