Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | khiza ikmal
Ilustrasi teman toksik (freepik.com/rawpixel-com)

Saat masih anak-anak kita mungkin senang memiliki banyak teman. Bahkan, sampai dewasa memiliki relasi yang luas sangat dibutuhkan dalam hidup, terutama untuk urusan pekerjaan atau karier. Namun, segala sesuatu tentu memiliki sisi negatif juga. Bertemu banyak orang dengan berbagai karakter mungkin juga akan menguras tenaga, melatih kesabaran, atau bahkan memiliki berbagai konflik karena berada pada lingkungan toksik.

Hal-hal negatif tersebut mungkin menjadi alasan banyak orang yang memasuki usia dewasa awal memilih untuk memiliki circle pertemanan yang lebih kecil. Relasi boleh luas, tetapi support system untuk mendengarkan curhat sehari-hari, melakukan deep talk, atau sekadar nongkrong, biasanya lebih memiliki kualitas yang baik dengan circle pertemanan lebih kecil. 

Dukungan dari orang-orang terdekat memang sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari. Selain karena manusia adalah makhluk sosial, kebutuhan terkoneksi dengan orang lain juga merupakan hal penting yang kita butuhkan. Namun, tak jarang juga maksud baik orang-orang terdekat, atau mungkin teman dekat, justru membebani hati dan menjadikan pesimis.

Tak jarang juga, karena wujud dari kepedulian yang salah atau toksik membuat orang lain merasa down, mindermerasa tertolak, bahkan trauma. Jika bentuk kepedulian yang salah ini  berlangsung lama, bukan sebagai support system, justru kita akan terjebak dalam hubungan toksik, hubungan yang tidak sehat, dan terasa beracun. Nah, untuk menghindari hubungan toksik, kita bisa melakukan tiga hal berikut dalam mengimplementasikan kepedulian kita. 

1. Mendengarkan curhat tanpa memotong cerita

Terkadang saat mendengarkan curhatan dari orang lain, kita bisa menebak apa yang akan dibicarakan atau kelanjutan cerita. Nah, meski demikian, jangan memotong cerita atau mencegah orang lain menangis saat bercerita. Memotong pembicaraan dapat diasumsikan sebagai penolakan, diremehkan, atau kurang dihargai. Di mana banyak orang sering emosional saat curhat. Jadi, jangan sampai kepedulianmu berubah toksik. Just let it be and listen!

2Tidak menghakimi

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan agar kepedulian tidak berubah jadi toksik, adalah jangan mudah menghakimi. Setelah mendengar cerita, menghargai dan memaklumi apa yang telah orang lain rasakan serta alami sangat diperlukan dalam etika mendengarkan seseorang. Jangan pernah menghakimi cerita mereka. Sebaiknya beri masukan yang membangun dan tanpa menyinggung perasaan mereka.

Apabila tidak bisa memberi masukan, maka sebaiknya diam dan dengarkan dengan tulus. Terkadang, cerita hanya perlu telinga tanpa ada embel-embel nasihat, saran, masukan, atau lainnya.

3. Berikan energi positif 

Memberikan energi positif juga bisa mencegah kepedulianmu berubah menjadi toksik. Hal ini bisa dilakukan dengan memberi tepukan lembut, senyuman, atau penghiburan. Beri orang lain kesempatan untuk merenung, berduka, atau sekadar istirahat saat menghadapi masalahnya. Menyuruh mereka selalu bersemangat justru sering membuat mereka yang sedang menghadapi masalah menjadi jengah. Oleh karena itu, berikan dukungan yang mereka butuhkan.

Nah, itu tadi tiga tips agar sikap peduli kita tepat dan tidak menciptakan hubungan toksik dengan orang-orang terdekat. Good luck!

khiza ikmal