Saat ini prevalensi obesitas di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Riskesdas 2018 menunjukkan angka 21,8 persen untuk prevalensi obesitas di Indonesia. Sedangkan pada tahun 2013 tercatat angka obesitas di Indonesia sebesar 14,8 persen, bahkan di tahun 2007 angka obesitas ini hanya sebesar 10,5 persen.
Kenaikan jumlah prevalensi obesitas ini disebabkan oleh banyak faktor, yaitu kebiasaan makan fast food dan junk food yang tinggi, kurangnya aktivitas fisik, dan perilaku sedentary yang hanya menghabiskan waktu untuk rebahan seharian. Jumlah obesitas yang tinggi ini bukanlah suatu kabar yang menggembirakan, belakangan diketahui bahwa obesitas merupakan salah satu penyebab menurunnya respon imun dalam melawan penyakit, khususnya pada penyakit tidak menular, seperti sindrom metabolik.
Munculnya obesitas diawali dengan konsumsi makanan tinggi kalori secara terus menerus yang menyebabkan penumpukan lemak di tubuh sehingga mempercepat kenaikan berat badan. Melansir dari laman ScienceDaily.com, bahwa ketika seseorang terlalu banyak mengonsumsi makanan tinggi kalori, bahkan untuk jangka waktu tiga minggu saja, akan memberikan efek penurunan drastis pada sistem kekebalan tubuh. Hal itu disebabkan oleh adanya sel Dendritik Plasmacytoid (PDC) yang akan mulai menumpuk di jaringan adiposa visceral.
Jaringan adiposa ini terletak di dalam perut dan mengelilingi organ dalam. Dengan diet tinggi kalori, sekelompok kecil sel PDC ini akan membentuk struktur limfoid tersier di dalam lemak visceral, sehingga menghasilkan respons imun yang fatal. PDC di dalam lemak visceral berada dalam keadaan alarm konstan dan melepaskan interferon tipe-I. Interferon ini biasanya memediasi pengendalian infeksi, tetapi di kondisi ini malah akan memicu terjadinya sindrom metabolik.
Penyakit sindrom metabolik ini merupakan sekelompok kondisi medis yang terjadi secara bersamaan dan dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit jantung, stroke, serta diabetes tipe 2. Kondisi yang dialami pada sindrom metabolik, meliputi : kadar gula darah tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, serta tekanan darah tinggi, seperti yang dikutip pada laman Halodoc.com.
Oleh karena itu perlunya pendampingan dari Ahli Gizi dalam melakukan diet untuk menurunkan berat badan guna mengurangi risiko sindrom metabolik yang akan terjadi sebagai dampak dari obesitas. Semoga bermanfaat!
Baca Juga
-
6 Penyebab Penis Berdarah yang Perlu Anda Waspadai, Pernah Mengalaminya?
-
6 Penyebab Mata Kaki Bengkak, Mulai dari Cedera hingga Penyakit Ginjal
-
Catat! Ini 4 Posisi Tidur yang Dianjurkan bagi Ibu Hamil
-
Jangan Anggap Remeh, Ini 5 Dampak Negatif Telat Makan bagi Kesehatan
-
5 Manfaat dan Aturan Penggunaan Minyak Ikan untuk Kucing
Artikel Terkait
-
Debut di Timnas Indonesia Cuma 40 Menit, Kevin Diks Bongkar Perasaannya
-
Nasib Kelas Menengah RI Makin Suram, Tahun Depan Penderitaan Belum Hilang
-
7 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia Bocor di Foto Marselino Ferdinan dengan Ordal PSSI?
-
Pelatih Oxford United Sebut Marselino Ferdinan Luar Biasa di Timnas Indonesia, Kode Beri Debut?
-
Menteri Bappenas Bingung, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Mandek di 5% Selama 20 Tahun Terakhir
Health
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Suka Konsumsi Kulit Buah Kopi? Ini 3 Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
4 Minuman Pengahangat Tubuh di Musim Hujan, Ada yang Jadi Warisan Budaya!
-
6 Penyakit yang Sering Muncul saat Musim Hujan, Salah Satunya Influenza!
Terkini
-
G-Dragon Gandeng Daesung dan Taeyang BIGBANG dalam Lagu Home Sweet Home
-
Dokumenter 'Madaniya': Cara Mohamed Subahi Suarakan Revolusi tanpa Senjata
-
Nantikan! Ji Seung Hyun dan Jung Hye Sung Siap Menghibur di Film Aksi Komedi Baru
-
Misteri Kerajaan Bawah Laut dalam Novel Pearlspire Kingdom
-
Serial A Good Girl's Guide to Murder Lanjut ke Season 2, Intip Spoilernya