Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ridho Muhajir
Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di salah satu ritel di Jakarta, Senin (18/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

"Apakah cukai minuman berpemanis solusi efektif, atau sekadar kebijakan setengah hati?"

Ketika pemerintah menetapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan, muncul berbagai reaksi: Apakah ini benar-benar langkah untuk melindungi kesehatan masyarakat, atau sekadar menambah pemasukan negara?

Cukai MBDK: Solusi untuk Kesehatan atau Hanya Sebatas Retorika?

Kebijakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan telah menarik perhatian publik. Di satu sisi, pemerintah mengklaim bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengurangi konsumsi gula berlebih.

Namun, di sisi lain, banyak pihak mempertanyakan efektivitas kebijakan ini, apakah benar cukai MBDK akan membawa perubahan nyata terhadap kesehatan masyarakat, ataukah ini hanya sebatas kebijakan dengan tujuan nihil?

Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa konsumsi minuman berpemanis berkaitan erat dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes. Namun, bagaimanya segelintir orang yang beralih dari MBDK ke minuman yang lebih sehat? Apakah cukai ini benar-benar efektif menekan konsumsi gula?

Dukungan: Menurunkan Konsumsi Gula untuk Mengurangi Penyakit Tidak Menular

Pihak yang mendukung kebijakan cukai MBDK percaya bahwa pengenaan cukai ini akan efektif mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, konsumsi MBDK telah melonjak secara signifikan dari 24 juta liter pada tahun 1996 menjadi 405 juta liter pada tahun 2014.

Laporan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa konsumsi gula berlebihan memicu beragam penyakit, yang kini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia setelah stroke dan penyakit jantung.

Pengenaan cukai diharapkan bisa menjadi cara ampuh untuk menurunkan konsumsi MBDK dan mendorong masyarakat beralih ke pilihan yang lebih sehat.

Lebih lanjut, keberhasilan kebijakan serupa telah terbukti di beberapa negara. Contohnya, di Meksiko, penerapan cukai MBDK berhasil mengurangi konsumsi hingga 10% dalam setahun pertama.

Masyarakat mulai beralih pada air putih dan minuman sehat lainnya, yang mengindikasikan bahwa cukai semacam ini memang bisa berdampak positif pada perubahan perilaku konsumsi.

Kritik: Cukai sebagai Beban mbahan Tanpa Solusi Fundamental

Namun, ada sisi lain dari cerita ini. Kritikus berpendapat bahwa kebijakan cukai ini bisa menambah beban ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpendapatan rendah yang tidak memiliki akses mudah ke pilihan minuman sehat.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 25% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Bagi mereka, kenaikan harga minuman berpemanis bisa mengurangi daya beli mereka tanpa memberi solusi kesehatan yang nyata.

Tanpa adanya edukasi dan akses mudah ke minuman sehat, kebijakan ini hanya akan berdampak sedikit pada pola konsumsi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pengenaan cukai hanya akan menjadi "pajak sakit" yang lebih merugikan masyarakat miskin.

Selain itu, kebijakan cukai MBDK bisa merugikan industri minuman ringan, yang juga membuka lapangan kerja bagi ribuan karyawan.

Industri ini menjadi sumber penghasilan bagi banyak orang, dan kebijakan cukai bisa mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan pendapatan.

Dampak jangka panjang terhadap sektor industri ini perlu diperhitungkan agar tidak menimbulkan efek domino yang merugikan ekonomi nasional.

Apa yang Dibutuhkan? Edukasi dan Akses terhadap Alternatif Sehat

Untuk mencapai tujuan yang lebih signifikan, pengenaan cukai sebaiknya diiringi dengan program edukasi tentang bahaya konsumsi gula berlebih.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga kesehatan dan sekolah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan sehat. Selain itu, penyediaan akses ke alternatif sehat dengan harga terjangkau juga sangat penting agar masyarakat memiliki pilihan yang lebih baik.

Di negara-negara seperti Inggris, kebijakan cukai MBDK dibarengi dengan program edukasi kesehatan nasional yang masif, dan ketersediaan air minum gratis di berbagai fasilitas publik. Kombinasi pendekatan ini terbukti lebih efektif dalam menekan angka konsumsi minuman berpemanis dibandingkan cukai saja.

Mengurangi konsumsi minuman berpemanis memang penting, tetapi kita juga harus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak malah menambah beban bagi masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah.

Mari dorong pemerintah untuk tidak hanya sekadar mengenakan cukai, tetapi juga menyediakan edukasi dan akses terhadap pilihan sehat.

Jika Anda peduli dengan kesehatan masyarakat dan ingin Indonesia bebas dari diabetes, mari kita suarakan dukungan untuk kebijakan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Bersama-sama, kita bisa membangun kesadaran untuk hidup lebih sehat dan mendukung kebijakan yang benar-benar efektif.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Ridho Muhajir