Banyak orang masih salah kaprah menganggap Obsessive Compulsive Disorder (OCD) hanya sebatas kebiasaan suka kebersihan atau hobi menata barang.
Padahal, menurut psikolog Frisca Priscilia Boentario, OCD adalah gangguan kesehatan mental serius yang ditandai dengan pikiran atau bayangan berulang yang tidak diinginkan, memicu kecemasan, dan mendorong penderitanya untuk melakukan tindakan berulang demi meredakannya.
Tindakan seperti mencuci tangan berkali-kali, memeriksa kunci pintu berulang, atau menata barang dengan pola tertentu, bukan dilakukan karena keinginannya sendiri.
Justru sebaliknya, hal itu melelahkan dan penuh tekanan. Kebanyakan penderita OCD sadar perilakunya berlebihan, ingin berhenti, tetapi sulit karena dihantui rasa takut dan cemas.
Akibatnya, gangguan ini dapat menghambat pekerjaan, hubungan sosial, hingga aktivitas sederhana seperti keluar rumah.
Faktor Penyebab dan Risiko OCD
Meski penyebab pasti OCD belum diketahui, para ahli sepakat bahwa kondisi ini bisa dipengaruhi kombinasi faktor biologis, lingkungan, maupun pola pikir sejak masa kecil.
OCD biasanya mulai muncul pada masa remaja atau dewasa, terkadang dipicu oleh peristiwa tertentu seperti pekerjaan baru, kelahiran anak, atau tanggung jawab yang meningkat drastis.
Dilansir dari halodoc.com, beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko OCD, antara lain:
1. Riwayat keluarga
Memiliki anggota keluarga dengan OCD meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami hal yang sama, dipengaruhi faktor genetika.
2. Gangguan di otak
Beberapa penderita OCD menunjukkan aktivitas berlebihan pada area otak tertentu atau rendahnya kadar serotonin.
3. Pengalaman hidup
OCD lebih rentan muncul pada orang yang pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti diintimidasi, dilecehkan, atau kehilangan orang terdekat.
4. Kepribadian
Individu yang rapi, teliti, perfeksionis, dan memiliki rasa tanggung jawab tinggi lebih berisiko mengalami OCD, terutama jika disertai kecemasan.
5. Gangguan kesehatan mental lain
OCD sering berkaitan dengan gangguan lain, seperti kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, atau gangguan tic (tic disorder).
6. Lingkungan
Pola asuh dan lingkungan masa kecil yang tidak mendukung, misalnya sering diejek atau diremehkan, dapat memicu dorongan perfeksionis yang berkembang menjadi OCD.
Tipe-Tipe OCD dan Penanganannya
Psikolog Febria Indra Hastuti melalui kanal YouTube Brawijaya Healthcare menambahkan, OCD ditandai oleh pikiran atau dorongan berulang yang tidak diinginkan penderitanya. Dorongan itu membuat mereka berperilaku secara kaku dan berulang, sehingga menghambat interaksi dan fungsi sehari-hari.
Ia membagi OCD dalam beberapa tipe, sebagai berikut:
1. Cleaner
Selalu menjaga kebersihan karena takut kotor atau terkena kuman.
2. Checker
Terus-menerus memeriksa sesuatu, misalnya pintu terkunci atau belum.
3. Organizer
Terobsesi pada kerapian dan keteraturan, barang harus sesuai posisi yang diinginkan.
4. Obsessive thinking
Dipenuhi pikiran mengganggu, merasa jika tidak melakukan sesuatu akan terjadi hal buruk.
5. Hoarder
Cenderung menimbun barang-barang yang tidak dibutuhkan.
Febria menegaskan, kebiasaan hidup teratur memang wajar. Namun, ketika perilaku tersebut sudah menimbulkan penderitaan dan menghambat aktivitas sehari-hari, itu dapat digolongkan sebagai gangguan mental menurut kriteria DSM-5.
Untuk penanganannya, OCD dapat ditangani dengan psikoterapi, obat-obatan, atau kombinasi keduanya sesuai kondisi penderita.
OCD bukanlah sekadar sifat suka kebersihan atau keteraturan, melainkan gangguan kesehatan mental serius yang perlu dikenali dan ditangani dengan tepat.
Dengan memahami faktor risiko, tipe, serta dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari, masyarakat diharapkan tidak lagi menyepelekan kondisi ini.
Dukungan lingkungan dan akses pada layanan kesehatan mental menjadi kunci bagi penderita OCD untuk bisa hidup lebih baik dan produktif.
Baca Juga
-
Bedu Ajukan Cerai Talak, Rumah Tangga Bersama Irma Kartika di Ujung Tanduk
-
Dua Lipa Jadi Sorotan usai Pecat Agen yang Tolak Musisi Pro-Palestina
-
Prabowo Subianto di KTT PBB: Indonesia Hanya Akui Israel Jika Palestina Merdeka
-
Futsal: Ketika Lapangan Kecil Jadi Panggung Aksi Tanpa Henti
-
Main Futsal Lebih Percaya Diri dengan 6 Teknik Dasar Ini!
Artikel Terkait
-
Bukan Cuma Capek Biasa: Kenali Tanda-tanda 'Burnout' Sebelum Terlambat
-
Gen Z Sering Pakai Akun Alter di Medsos, Apa Sih Yang Dicari?
-
FOMO Bikin Gelisah? Temukan Kedamaian Hidup dengan Digital Detox
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
FOMO Level Akut? Ini 5 Jurus Ampuh Gen Z Biar Lebih Fokus dan Percaya Diri!
Health
-
Bukan Cuma Capek Biasa: Kenali Tanda-tanda 'Burnout' Sebelum Terlambat
-
Menguak EEHV, Virus yang Renggut Nyawa Gajah Tari
-
Stevia Aman Gak Sih? BPOM sampai Guru Besar IPB Jawab Tudingan Picu Diabetes dan Kanker!
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Intermittent Fasting: Diet Populer dengan Manfaat dan Risiko Kesehatan
Terkini
-
Ungkap Ada Rasa Spesial? Ini Hubungan Titi DJ dan Thomas Djorghi
-
Gerbong STY Kian Habis: Kini Giliran Marselino Ferdinan Ditinggal Patrick Kluivert
-
Donald Trump Sambut Positif Desakan Perdamaian di Gaza, Pencitraan Semata?
-
Bangkok 'Ditelan Bumi'! Jalan di Depan Rumah Sakit Amblas Jadi Lubang 50 Meter
-
Pria Ngaku 'Anggota' Hajar Karyawan Zaskia Adya Mecca di Depan Anak! Dampaknya Bikin Nyesek