Pesta sepak bola kelompok umur 17 tahun yang diselenggarakan oleh FIFA akhirnya usai. Pada turnamen yang digelar di Indonesia tersebut, Jerman U-17 dan Prancis U-17 beradu strategi untuk menjadi yang terbaik.
Setelah melewati pertarungan yang keras, Jerman U-17 akhirnya sukses menyudahi perlawanan Prancis melalui skema adu tendangan penalti.
Memang, tak ada yang aneh pada laga final di Stadion Manahan Solo tersebut. Dua negara yang selama ini dikenal sebagai raksasa sepak bola dunia tersebut, memang layak untuk tampil di partai puncak dan memperebutkan titel terbaik dalam gelaran.
BACA JUGA: Tak Tanggung-Tanggung, Gianni Infantino Puji Indonesia Setinggi Langit di Laman Resmi FIFA
Namun jika kita berbicara mengenai komposisi pemain, tentu kita akan mendapati sebuah hal yang berbeda. Pasalnya, sebagian besar penggawa muda kedua kesebelasan, baik Timnas Jerman U-17 maupun Timnas Prancis U-17 sama-sama didominasi oleh para pemain dengan kulit "berwarna".
Jika dihubungkan dengan ras asli kedua negara, tentu saja para penonton bisa mengambil kesimpulan bahwa kedua Timnas yang berlaga di partai final tersebut tidak diisi dengan pemain-pemain asli dari negara tersebut, melainkan diisi oleh para pemain keturunan.
Melansir beberapa sumber, termasuk dari akun TikTok bolasepakw, Jerman U-17 saat ini saja dihuni oleh 11 pemain keturunan alias yang bukan asli berdarah Jerman saja. Jumlah tersebut bahkan melebihi 50 persen pemain yang dibawa oleh Christian Wuck ke gelaran.
Sekadar informasi, Christian Wuck di gelaran tahun ini membawa total 21 pemain, sehingga bisa dikatakan skuat Jerman kali ini sebagian besar berisikan pemain keturunan.
BACA JUGA: Tokyo Verdy Promosi ke J-League 1, Pratama Arhan Resmi Tinggalkan Klub
Pun demikian halnya dengan kubu sang lawan, Timnas Prancis. Menyadur informasi yang ada di laman trasnfermarkt, Timnas Prancis bahkan membawa lebih banyak pemain dengan "kulit berwarna".
Dari daftar pemain yang ada, pelatih Jean-Luc Vannuchi bahkan hanya membawa pemain yang berdarah asli Prancis kurang dari 25 persen. Selebihnya, diisi oleh para pemain yang memiliki darah keturunan Prancis dalam skuat.
Artinya apa? Dari final Piala Dunia U-17 saja kita bisa melihat bahwa sejatinya menggunakan pemain keturunan tak menjadi sebuah persoalan, dan bukanlah sebuah hal yang memalukan. Lantas mengapa di Indonesia masih saja hal ini diperdebatkan dengan beragam dalih yang terkesan mengada-ada?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Bukan Hanya Kembali Suci, Ternyata Begini Arti Idulfitri Menurut Pendapat Ulama
-
Tak Dapatkan Kartu Meski Bermain Keras, Sejatinya Sebuah Hal yang Biasa bagi Justin Hubner
-
Kembali Cetak Gol untuk Indonesia, Selebrasi Ole Romeny Nyaris Berakhir Tidak Estetik
-
Berikan Assist Berkelas bagi Ole Romeny, Marselino Justru Tak Tunjukkan Ciri Khas Permainannya
-
Selain Jadi si Paling Sibuk, Rizky Ridho Juga Menjadi Pemain Tanpa Cela di Laga Indonesia vs Bahrain
Artikel Terkait
-
Punya Nama Khas Orang Jawa, Siapa Diego Wagimin? Rekan Setim Dean James
-
Pemain Keturunan Indonesia Bikin Malu Raksasa Liga Jepang, Bakal Dipanggil Kluivert?
-
Pemain Keturunan Indonesia Statusnya Berubah Jadi WNI, Miliki Prestasi Mentereng
-
Tolak Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Bakal Setim dengan Cristiano Ronaldo
-
Riwayat Cedera Tristan Gooijer, Calon Naturalisasi Terbaru Timnas Indonesia
Hobi
-
Arne Slot Soroti Rekor Unbeaten Everton, Optimis Menangi Derby Merseyside?
-
Mathew Baker Nyaman di Tim, Kode Timnas Indonesia Berprestasi di Piala Asia U-17?
-
Jamu CAHN FC, PSM Makassar Optimis Mampu Tembus Babak Final ACC 2025
-
Carlo Ancelotti Wajib Jaga Fokus Pemain, Imbas Jadwal Padat Real Madrid?
-
Bukayo Saka Siap Tampil Lawan Fulham, Mikel Arteta Rencanakan Misi Revans
Terkini
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Selamat! Ten NCT Raih Trofi Pertama Lagu Stunner di Program Musik The Show
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial