Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Agus Siswanto
Ilustrasi Menulis (Pexels/Zen Chung)

Pernah mengalami otak buntu saat menulis? Seharian nongkrong di depan laptop atau pegang gawai tanpa satu tulisan pun dihasilkan. Kondisi semacam ini pasti pernah dirasakan oleh siapa pun yang telah menerjunkan diri dalam dunia tulis-menulis.

Ketika kondisi ini datang, dapat dipastikan si penulis tersebut sedang kehilangan mood. Apa pun yang coba ditulis, selalu buntu alias macet. Untung saja sekarang zaman laptop dan gawai. Seandainya masih zaman mesin ketik manual, entah sudah berapa rim kertas dihabiskan.

Berkaitan dengan mood, sering muncul perdebatan di antara para penulis. Mana yang lebih penting, mood atau ide dalam menulis. Layaknya sebuah pertandingan, pasti akan muncul dua jawaban dengan segudang argumen pendukungnya.

Namun jika dikaji lebih dalam, sebenarnya mood yang paling dipentingkan dalam proses kepenulisan. Karena mood ibaratnya sebuah pintu. Ketika pintu itu terbuka, maka apa pun bisa masuk.

Sebaliknya jika pintu itu tertutup, apa pun yang akan melintas pasti akan berhenti di depan pintu. Demikian juga dalam proses kepenulisan kita.

Mood yang tengah didapat oleh seorang penulis memungkinkan dirinya menemukan sekarung ide. Apa pun yang dilihat, didengar, ataupun diraba menjadi ide segar dalam otaknya.

Demikian pula saat proses penulisan. Jemari ini begitu lancar menari di keyboard laptop atau pun gawai. Walhasil, puluhan tulisan pun lahir dalam sekali duduk. Proses menulis tidak ubahnya seseorang tengah bercerita pada teman di depannya.

Sebaliknya, ketika mood tersebut tidak mampu didapat oleh seorang penulis, dapat dipastikan akan tertutup semua jalan. Ide segar yang sudah disiapkan berhari-hari menjadi tidak ada artinya. Setiap kata atau kalimat yang ditulis, terasa kaku dan tidak enak dirasakan.

Kemampuan bercerita yang selama ini dimiliki, bisa tiba-tiba lenyap enggak tahu ke mana. Sang penulis seketika berubah layaknya seseorang yang tengah belajar menulis. Terbata-bata dalam menyusun kalimat.

Menghadapi situasi semacam ini, menjadi sebuah kewajiban bagi seorang penulis untuk konsisten di jalannya. Artinya, tetap menulis jangan sampai terhenti. Sebab dengan sikap istiqomah tersebut, insting menulis akan terpelihara dengan baik.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Agus Siswanto