Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Mohammad
Justice League (vk.com)

Pada tahun 2012 lalu, MCU (Marvel Cinematic Universe) meluncurkan film super hero crossover pertamanya yang bertajuk The Avengers. Film tersebut benar-benar berhasil menarik perhatian banyak penonton.

Keuntungan yang didapat dari film The Avengers mencapai 1,519 miliar USD. Film yang mendapat rating 8/10 versi IMDb tersebut sangat laku di pasaran; ia menjadi titik balik kesuksesan Marvel yang sebelumnya sempat hampir bangkrut. Hal tersebut membuat pesaing Marvel Studios, yakni Warner Bros, merasa cukup tergiur.

Zack Snyder memiliki kontrak dengan Warner Bros untuk menggarap 5 film super hero DC yakni Man of Steel, Batman v Superman, dan trilogi Justice League. Keuntungan yang didapat dari 2 film pertama (Man of Steel dan Batman v Superman) belum bisa mengungguli—bahkan belum menyamai—keuntungan yang didapat dari The Avengers.

Batman v Superman mendapat keuntungan 872, 7 juta USD, sementara Man of Steel hanya meraup keuntungan 668 juta USD. Hal tersebut membuat Warnes Bros merasa tertinggal jauh dari Marvel Studios.

Berangkat dari situ Warner Bros kemudian berubah pikiran. Warner Bros ingin film Justice League nantinya tidak bernuansa gelap seperti 2 film sebelumnya; Warner Bros ingin film Justice League dibuat terang-benderang seperti film-film MCU—khususnya The Avengers. Zack Snyder tentu tak setuju dengan hal tersebut, akibatnya terjadilah perdebatan antara pihak Warner Bros dengan Zack Snyder.

Di tengah situasi yang serba nggak enak tersebut, Zack Snyder mengalami tragedi yang sangat menguras energinya, anak perempuannya meninggal dunia. Zack Snyder pun lantas mengundurkan diri dari proyek Justice League.

Warner Bros melihat hal tersebut sebagai kesempatan. Warner Bros kemudian meminta sutradara The Avengers, Joss Whedon, untuk menggarap Justice League. Ketika telah selesai dan dipublikasikan, apa yang terjadi?. Film Justice League (2017) tersebut mendapat banyak kritik dan respons negatif.

Para fans sangat kecewa, mereka pun lantas serentak membuat petisi online #ReleaseTheSnyderCut, menuntut paksa Warner Bros untuk merilis Justice League versi Zack Snyder. Orang-orang yang berperan sebagai tokoh utama dalam Justice League seperti Gal Gadot, Ben Affleck, Ray Fisher bahkan ikut mengampanyekan #ReleaseTheSnyderCut.

Upaya mereka akhirnya membuahkan hasil. 18 Maret 2021 Justice League Snyder’s Cut akhirnya benar-benar dirilis. Pada hari pertama perilisannya tersebut, server HBO Max sempat down karena banyaknya orang yang nonton Justice League di waktu yang bersamaan. Ini menunjukkan betapa antusiasnya orang-orang terhadap film tersebut. Nah...sekarang mari kita ambil hikmah dari cuplikan kisah di atas.

Warner Bros terlalu keukeuh untuk membangun semesta DC yang bergaya Marvel. “Rumput tetangga terlihat lebih hijau dari rumput sendiri", mungkin itulah yang dirasakan Warner Bross.

Saat Warner Bros meninggalkan identitas dan gaya yang dimilikinya—melalui Justice League versi Joss Whedon—mereka malah mendapat kritik habis-habisan; dan hal tersebut tentu berbanding terbalik dengan ekspektasi mereka. Fondasi semesta DC yang telah dibangun Zack Snyder melalui 2 film sebelumnya seperti kehilangan visi. Setelah Justice League Snyder’s Cut dirilis, semesta DC kembali mendapat visinya.

Apa yang terjadi pada Warner Bros tersebut tak jarang juga terjadi pada kita. Kita sering merasa begitu tertinggal dari orang lain, akibatnya kita pun berusaha mengejar orang tersebut dengan cara meniru persis dirinya. Kita begitu ingin menjadi orang tersebut dan membuang jauh-jauh diri kita.

Akibatnya kita pun kehilangan identitas dan visi kita yang sebenarnya. Alih-alih mendapat pujian dari orang lain, apa yang kita lakukan itu justru sangat mungkin mendapat nyinyiran dari orang lain. Sudah kehilangan visi dan identitas diri, mendapat nyinyiran pula. Berat!!!

Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menjadi diri sendiri. Ada banyak mutiara dalam diri kita yang mungkin membuat orang lain ingin memilikinya tanpa sepengetahuan kita. Seperti halnya Justice League Snyder’s Cut.

Awalnya saya mengira film tersebut hanya tentang penambahan durasi, pendalaman karakter yang lebih rinci, dan perubahan color grading dari versi sebelumnya. Ternyata esensi film tersebut jauh dari apa yang ada dalam kepala saya.

Misalnya dalam segi kedalaman cerita; Justice League Snyder’s Cut bukan sekadar menceritakan super hero melawan super villain. Film tersebut menceritakan bagaimana super hero melawan ego diri mereka sendiri; contohnya Batman yang melawan amarahnya dan Wonder Woman yang berusaha untuk kembali membuka dirinya kepada manusia.

Mengetahui hal tersebut, saya sadar bahwa Justice League Snyder’s Cut lebih dari sekadar film super hero; dan ia telah berhasil mendapatkan identitas dan visinya kembali. Dari sini bisa kita lihat kan apa yang terjadi bila kita tetap menjadi diri sendiri!?

Mohammad