Korea Selatan menyimpan berbagai isu sosial yang tertutup oleh megahnya pembangunan infrastruktur, industri di berbagai struktur yang melejit, dan gemerlapnya dunia hiburan Korea Selatan yang berhasil menembus kancah internasional. Salah satu isu sosial yang melanda Negeri Gingseng ini adalah ketidakmerataan ekonomi yang dialami oleh penduduknya. Berbagai sumber nasional mengatakan bahwa setidaknya sebesar 40 persen penduduk bekerja sebagai pekerja dengan bayaran rendah. Ketidakmerataan ekonomi pada penduduk Korea Selatan ditambah dengan meningkatnya angka pengangguran pada pemuda di negara tersebut. Sehingga oleh para pemuda menyebut kondisi Korea Selatan sekarang dengan sindiran “Hell Joseon.”
Apa itu Hell Joseon?
Istilah Hell Joseon diambil dari kata Joseon yang merujuk pada dinasti yang menguasai semenanjung Korea pada abad pertengahan hingga abad modern awal. Nama tersebut diberikan sebagai sebuah ungkapan perasaan para penduduk usia kerja yang mengadu nasib akan susahnya mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi diri mereka. Selain susahnya mencari pekerjaan, para pemuda usia kerja yang sudah memperoleh pekerjaan tetap merasakan bagaimana eksploitasi dunia kerja yang tidak adil. Mereka mengeluhkan jam kerja yang tidak wajar namun dengan bayaran yang tidak memadai sehingga membuat mereka harus terbelenggu pada lingkaran kemiskinan.
Bagaimana istilah ini muncul?
Istilah ini dimunculkan dan dipopulerkan oleh media sosial. Para pemuda pengguna media sosial mengeluhkan ketidaklayakan dunia kerja yang memberikan tekanan besar pada mereka tanpa adanya bayaran yang setimpal. Istilah ini mulai merebak di berbagai pembicaraan di sosial media dan memicu tanggapan dari berbagai pejabat pemerintahan. Istilah ini lahir pada masa pemerintahan presiden Park Geun-Hye yang terdakwa kasus korupsi pada masa pertengahan pemerintahannya. Istilah ini populer digunakan di media sosial seperti Facebook dan Twitter pada masa itu.
Seberapa parah kesenjangan sosial di Negeri Gingseng?
OECD menilai bahwa indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index) di Korea Selatan sebesar 40%, dan memasuki salah satu peringkat terbesar diantara negara maju lainnya. Kesenjangan yang terjadi juga diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang puncaknya dialami oleh negara ini. Belum lagi, berbagai permasalahan lainnya yang sifatnya lebih tersembunyi, yakni ketatnya persaingan sosial yang terjadi diantara penduduknya menjadi salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi.
Para generasi muda yang memiliki kesempatan untuk merubah nasib keluarganya harus bersaing dalam dunia pendidikan yang ketat. Salah satu faktor pendorong kesuksesan yang dinilai paling mutakhir bagi masyarakat Korea Selatan adalah belajar di universitas yang baik. Namun seleksi masuk perguruan tinggi di Korea Selatan sangatlah ketat sehingga memaksa anak-anak muda untuk belajar melebihi waktu yang normal. Mereka harus menambah kegiatan belajar mereka di luar kelas untuk bisa menjawab soal-soal yang akan keluar di tes seleksi perguruan tinggi. Tekanan ini mendorong anak-anak muda sehingga akan mengalami stres hingga permasalahan mental yang semakin parah.
Bagaimana upaya pemerintah mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi?
Berbagai program telah diusulkan oleh pemerintah dan menunjukan mulai adanya dampak yang signifikan dalam menekan kesenjangan sosial, salah satunya adalah dibuatnya sebuah social safety net yang berupaya mempertahankan kemapanan sosial penduduk yang berada pada ambang kemiskinan. Yakni adanya program kesejahteraan pemerintah yang menjadi wacana proyeksi pembangunan ke depan. Program ini tentu mengalami beberapa kendala, salah satunya yakni Korea Selatan bukanlah welfare state sehingga anggaran pemerintah yang dialokasikan ke bantuan kesejahteraan sangat terbatas.
Itulah pemaparan akan fenomena kesenjangan sosial di Negeri Gingseng. Melalui pemaparan tersebut setidaknya kita bisa belajar bahwa negara adidaya seperti Korea Selatan menyimpan berbagai isu besar di balik megahnya industri teknologi dan hiburan. Semoga kita dapat tercerahkan dan selalu berpikir ke depan dan sadar akan problem yang ada di sekitar kita.
Referensi
- Daum
- Fifield, Anna. 2016. "Young South Koreans call their country 'hell' and look for ways out." The Washington Post
- theOECD. "Inequality - Income inequality - OECD Data"
- Williams, Mike. 2020. "'Hell Joseon' and the South Korean generation pushing to a breaking point." Australian Broadcasting Corporation
- "[ ] '' ''?". news.jtbc.joins.com
Baca Juga
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
-
Menekuni Kegiatan Content Creating: Berangkat dari Hobi Menuju Karier
Artikel Terkait
-
Berapa Usia Moon Gabi, Model yang Punya Hubungan dengan Jung Woo Sung
-
Ingin Kuliah Gratis di Korea Selatan? Cek 8 Beasiswa Ini Sekarang Juga!
-
Berapa Umur Jung Woo Sung? Belum Nikah Tapi Sudah Jadi Ayah!
-
24 Jam Diserang Suara Bising: Begini Kisah Penduduk Perbatasan Korsel-Korut yang Tak Bisa Tidur!
-
Jelang Konser di Jakarta, 10CM Antusias Sapa Fans: Saya Tidak Sabar
Kolom
-
Gadget di Tangan, Keluarga di Angan: Paradoks Kemajuan Teknologi
-
Tradisi Rewang: Tumbuhkan Sikap Gotong Royong di Era Gempuran Egosentris
-
Tersesat di Dunia Maya: Literasi Digital yang Masih Jadi PR Besar
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
Terkini
-
Review Film Heretic, Hugh Grant Jadi Penguji Keyakinan dan Agama
-
3 Rekomendasi Two Way Cake Lokal dengan Banyak Pilihan Shade, Anti-Bingung!
-
4 Daily OOTD Simpel nan Modis ala Chae Soo-bin untuk Inspirasi Harianmu!
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
3 Peel Off Mask yang Mengandung Collagen, Bikin Wajah Glowing dan Awet Muda