Memasuki bulan Oktober, tidak lama lagi kita akan memperingati salah satu peristiwa bersejarah, yakni Sumpah Pemuda (Soempah Pemoeda dalam ejaan lama).
Peristiwa ini menjadi titik awal lahirnya kesadaran akan pentingnya putra dan putri dari penjuru kepulauan Nusantara untuk bersatu menjadi bangsa Indonesia.
Dengan demikian, dari detik dibacakannya Sumpah Pemuda, kita menjadi bangsa yang akan merdeka 40 tahun setelahnya.
Momen Sumpah Pemuda sebagai hari kelahiran bahasa Indonesia
Peristiwa 'Sumpah Pemuda' tidak hanya menandai lahirnya bangsa Indonesia, melainkan juga sekaligus menjadi momen kelahiran bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang ini untuk bertegur sapa dengan kawan sebangsa dari daerah yang beragam.
Secara historis, sejak detik dibacakannya poin ketiga Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928 yang berbunyi : “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, para pemuda dan pemudi dari daerah yang berbeda-beda mengikrarkan sumpah mereka untuk menggunakan bahasa pemersatu, yakni bahasa Indonesia. Sehingga akan menjadi alat pemersatu lidah yang berbeda-beda dari yang mengucapkan “sugeng enjing” hingga “horas” ketika mengucapkan sapaan “selamat pagi.”
Penggunaan bahasa sebelum lahirnya bahasa Indonesia
Sebelum detik dibacakannya ikrar 'Sumpah Pemuda', penduduk di penjuru Nusantara menggunakan bahasa lingua franca (bahasa pergaulan) yakni bahasa Melayu. Bahasa tersebut digunakan untuk komunikasi antara masyarakat dari suku yang berbeda.
Misalkan dalam perdagangan, seorang pedagang Batak dari Sumatera Utara dan pedagang Jawa dari Mataram (sekarang Yogyakarta) ketika berdagang hasil bumi akan menuturkan bahasa Melayu untuk menanyakan berapa harga barang hingga saat mengucapkan terima kasih.
Selain dalam komunikasi antar suku, masing-masing suku menggunakan bahasa daerahnya sendiri untuk berkomunikasi dengan anggota sesuku. Konon, bahasa Indonesia sendiri lahir dari ruh bahasa Melayu yang kemudian mengalami perubahan dan modernisasi.
Perumusan konsep “bahasa Indonesia” sebagai bahasa pemersatu
Bahasa Indonesia dikonsepsikan seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan penggunaan bahasa Melayu yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Sansekerta.
Istilah ‘Indonesia’ sendiri berakar dari bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh para cendekiawan pribumi Nusantara yang belajar ke luar negeri. Kemudian istilah ‘Indonesia’ sering digunakan untuk menyebut Hindia Belanda, yakni kepulauan Nusantara yang pada saat itu berada dalam pemerintahan kolonial Belanda.
Istilah ‘Indonesia’ kemudian digunakan untuk menyebut bahasa pemersatu yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Bahasa pemersatu tersebut tumbuh dari sejarah yang panjang, termasuk dari ruh bahasa Melayu yang telah dijelaskan sebelumnya.
Alasan tidak digunakan istilah ‘bahasa Melayu’ ada dua, yakni untuk menghindari supremasi bangsa Melayu, dan yang kedua adalah bahasa Indonesia sendiri merupakan pengembangan dari bahasa Melayu yang bercampur aduk menyerap bahasa-bahasa lainnya yang digunakan oleh penduduk Nusantara sepanjang sejarah, sehingga tidak bercorak Melayu saja.
Bahasa Indonesia kini
Kini, bahasa Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahan ini mencakup perbaikan ejaan yang lebih modern, dan penambahan kosakata dalam kamus bahasa Indonesia seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga, bahasa Indonesia menjadi seperti yang kita pakai sekarang.
Nah, itu lah sejarah lahirnya bahasa Indonesia yang lahir pada detik Sumpah Pemuda. Harapannya kita dapat tetap bangga memakai bahasa indah ini. Semoga mencerahkan!
Referensi:
- Abas, Husen. 1987. "Indonesian as a Unifying Language of Wider Communication : A Historical and Sociolinguistic Perspective"
- Arman, Dedi. 2014. "Perkembangan Bahasa Melayu"
- https://www.museumsumpahpemuda.go.id/
Baca Juga
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
-
Menekuni Kegiatan Content Creating: Berangkat dari Hobi Menuju Karier
Artikel Terkait
-
Bahasa Indonesia: Fondasi Penting bagi Siswa untuk Komunikasi Efektif di Era Digital
-
Bahasa Indonesia: Lebih dari Sekadar Mata Pelajaran
-
5 Contoh Motivation Letter Beasiswa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
-
Melalui Semangat Hari Sumpah Pemuda, 15th SATU Indonesia Awards 2024 Apresiasi Lima Generasi Muda Inspiratif
-
Temukan Banner Sumpah Pemuda 2024 Berkualitas Tinggi
Kolom
-
Guru dan Masa Depan yang Dikorbankan: Refleksi Profesi yang Terabaikan
-
Soroti Pernyataan Mendikti, Alumni LPDP Tidak Harus Pulang, Setuju Tidak?
-
Menghargai Pekerjaannya, Menghargai Kebutuhannya: Realitas Gaji Guru
-
Indonesia dan Lunturnya Budaya Malu, dari "Jam Karet" hingga Korupsi
-
Simak! Ini Pentingnya Penguasaan Calistung dalam Pendidikan Dini
Terkini
-
Sinopsis Citadel: Honey Bunny, Series Terbaru Varun Dhawan di Prime Video
-
4 Rekomendasi Film yang Dibintangi Dakota Fanning, Terbaru Ada The Watchers
-
Sukses! Mahasiswa Amikom Yogyakarta Adakan Sosialisasi Pelatihan Desain Grafis
-
EXO 'Monster': Pemberontakan dari Psikis Babak Belur yang Diselamatkan Cinta
-
Tayang 22 November, Ini 4 Pemain Utama Drama Korea When The Phone Rings