Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Dea Nabila Putri
Ilustrasi seseorang yang sedang memikirkan sesuatu. (Unplash.com)

Siapa yang tidak ingin memiliki ilmu pengetahuan yang luas, harta banyak, dan relasi kuat? Semua orang pasti menginginkan tersebut. Di dunia ini, kita selalu dikaitkan dengan sebutan identik si Kaya dan si Miskin. Hal ini biasanya disematkan kepada orang orang yang memiliki ciri-ciri tersebut dan sebaliknya. Padahal, miskin bukan hanya mengenai harta, tapi juga soal pola pikir, iman, dan hal terkait lainnya. Semua orang berlomba-lomba mengejar kekayaan harta, tapi kebanyakan lupa bahwa kekayaan harta bisa hilang sekejap mata jika tidak memiliki ilmu yang baik dalam mengelolanya. Begitupula tentang sebuah konsep kemiskinan. Akhir-akhir ini, ada sebutan untuk seseorang dengan sebutan "si mental miskin." Lalu, apa sebenarnya mental miskin tersebut?

Mental miskin disematkan untuk orang-orang yang tidak bisa memahami situasi yang sedang dihadapi dan tidak berusaha mencari solusi untuk menyelesaikannya. Kita ambil contoh, jika kita kesulitan dalam memenuhi suatu biaya, kita akan berusaha sekuat tenaga untuk bekerja agar penghasilan yang kita dapatkan bisa memenuhi biaya tersebut. Orang dengan mental miskin ini tidak akan berusaha mencari cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini, malah mereka akan bergantung terhadap orang lain. Orang dengan mental miskin juga sibuk untuk terlihat kaya dibanding sibuk menjadi kaya. Hal ini biasa ditunjukkan ketika mereka membeli suatu produk karena gengsi dibanding mengutamakan fungsi.

Orang bermental seperti ini juga tidak memiliki rencana ke depan dan target untuk mencapai sesuatu. Mulai dari rencana pendidikan, karir, ataupun keuangan tidak pernah mereka rencanakan karena terlalu menganggap remeh hal tersebut. Mereka terlalu nyaman berada di zona yang tidak membawa mereka ke kehidupan yang lebih baik.

Lagi-lagi, orang dengan mental miskin ini tidak segan untuk meminta suatu hal mulai dari uang, meminjam barang, meminjam uang untuk membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan, meminta ilmu secara gratis padahal orang yang memiliki ilmu tersebut mungkin sudah membuat program tersendiri bagi orang yang ingin ikut kelasnya atau mengetahui produknya. Hal ini membuat mental miskin ini tidak disukai banyak orang karena dianggap sebagai benalu atau senang menyusahkan orang lain.

Tak hanya itu, suka menunda-nunda pekerjaan juga termasuk mental miskin. Padahal, waktu yang dimiliki bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga hal baik lainnya bisa datang dengan sendirinya. Meningkatkan ilmu pengetahuan dengan waktu yang dimiliki bahkan seminim mungkin akan membuatmu jauh dari mental miskin. Apa pun yang sedang kamu kerjakan sekarang, cobalah untuk menghindari hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya. Kamu tidak akan pernah bisa menjadi pribadi yang lebih baik jika kebiasaan buruk masih kamu jalankan. Jangan lupa untuk selalu bersyukur dan jadilah versi terbaik dari dirimu sendiri

Dea Nabila Putri