Tontonan wayang yang merupakan peninggalan budaya khususnya budaya Jawa hari-hari ini ramai diperbincangan di media, baik itu media cetak, media elektonik, maupun media sosial. Itu semua tak terlepas dari pernyataan seorang ustaz yang menyatakan bahwa wayang itu haram.
Persoalan kemudian menjadi makin ramai ketika ada tokoh atau ustaz yang lainnya yang nanggap atau menggelar wayang di pondok pesantrennya. Dalam salah satu adegannya, sang dalang membuat atraksi atau parodi ada wayang yang berpeci dan mirip ustad yang mengharamkan wayang tersebut, dihajar oleh wayang yang lainnya.
Bagi penulis sendiri, wayang tak ubahnya sebuah tontonan yang menghibur masyarakat dan dimainkan oleh seorang dalang. Soal tema yang mau diangkat apa, tergantung dari dalang itu sendiri. Tema-tema yang sering muncul bukan hanya seperti yang ada dalam kisah Ramayana maupun Mahabarata.
Namun, di era sekarang ini, tema sebagaimana diangkat sang dalang bisa berupa isu yang berkembang di masyarakat. Walaupun tema utamanya masih seputar kisah Ramayana maupun Mahabarata, biasanya tak pernah sepi atau disisipi dengan cerita atau adegan-adegan berupa persoalan-persoalan yang sedang berkembang di masyarakat. Hal ini menjadi cerita dalam wayang tersebut menjadi menarik, lebih hidup, dan menghibur.
Dulu sewaktu kecil di kampung penulis, sering diadakan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Pertunjukan ini terutama pada momen-momen tertentu seperti pada perayaan Indonesia Merdeka, pada perayaan Tahun Baru dan sebagainya. Pentas wayang juga sering dipertunjukkan pada acara-acara keluarga seperti sunatan, nikahan dan sejenisnya. Pada saat pergelaran wayang tersebut orang-orang kampung pada menonton. Bahkan ada juga ustaz-ustaz yang juga ikut menonton, tapi tak ada keributan seperti saat ini. Semua berjalan biasa-biasa saja. Semua menikmati tontonan yang berisi tuntunan dalam pergelaran wayang tersebut.
Awalnya penulis tak terlalu menyukai tontonan wayang. Namun, suatu ketika penulis diajak keluarga untuk menonton pertunjukan wayang. Awalnya penulis bingung terhadap jalan cerita yang dibawakan sang dalang. Namun, setelah beberapa kali menonton pertunjukan wayang, penulis menjadi mengerti bahwa isi dari cerita pertunjukan wayang berupa petuah-petuah atau gambaran-gambaran nilai-nilai positif yang bisa diteladani terutama dari para tokoh-tokohnya. Maka tak heran jika kemudian nama-nama tokoh pewayangan dijadikan nama orang. Bahkan di Indonesia sendiri nama seperti Gatot Kaca pernah dijadikan nama pesawat terbang buatan anak negeri, tepatnya pesawat N250 Gatot Kaca.
Menurut sejarah yang pernah penulis baca, wayang juga merupakan sebuah media yang digunakan oleh Wali Songo terutama Sunan Kali Jaga untuk berdakwah menyebarkan agama Islam di tanah jawa. Ini membuktikan bahwa wayang memiliki sejarah panjang yang tak bisa dilepaskan dari budaya negeri ini.
Hari-hari ini wayang sedang diperdebatkan. Wayang sedang menjadi perbincangan dan diskusi publik yang justru membuat eksistensi wayang itu sendiri semakin terkenal. Orang yang sudah melupakan atau tidak mengenal wayang, justru hari-hari ini dengan adanya kontroversi wayang yang sedang berkembang menjadi ingin tahu, apa itu sebetulnya wayang. Tentu ini bagus untuk menjaga dan melestarikan wayang sebagai sebuah budaya asli bangsa ini. Soal kemudian ada perbedaan anggapan mengenai hukum tentang wayang, mari kita saling menghargai dan saling menghormati perbedaan itu. Bukankah beda itu indah?
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ustaz Solmed Pemilik Rokok SIN Digugat, Benar Terancam Denda Rp1 Triliun?
-
Silsilah Keluarga Ustaz Solmed: Da'i Kondang yang Produk Rokok Herbalnya Disomasi
-
Profil PT TSI, Perusahaan Rokok Ustaz Solmed yang Diduga Langgar Aturan hingga Dituntut Rp 1 Triliun
-
Deretan Masalah Bisnis Rokok Ustaz Solmed, Kini Dituntut Rp 1 Triliun
-
Pertanyakan Kesalahan Tom Lembong, Gus Hilmi Ceramahi Aparat Hukum Pakai Ayat Al-Maidah: Berlaku Adillah, karena...
Kolom
-
Tantangan Literasi di Era Pesatnya Teknologi Informasi
-
Tren Media Sosial dan Fenomena Enggan Menikah di Kalangan Anak Muda
-
Mengemis Digital di TikTok: Ketika Harga Diri Menjadi Komoditas
-
Guru dan Masa Depan yang Dikorbankan: Refleksi Profesi yang Terabaikan
-
Soroti Pernyataan Mendikti, Alumni LPDP Tidak Harus Pulang, Setuju Tidak?
Terkini
-
Ulasan Novel Buku-Buku Loak, Bernostalgia Melalui Sastra Lama
-
Resmi Dijadikan Anime, Mr. Yano's Ordinary Days Kisahkan Romansa di Sekolah
-
Rebutan Gelar, Pecco Bagnaia dan Jorge Martin Merasa Tak Perlu Bermusuhan
-
Ulasan Film The Black Phone: Penculikan Misterius Laki-Laki Bertopeng
-
3 Bek Timnas Jepang yang Diprediksi Jadi Tembok Kokoh Saat Jumpa Indonesia