Keberaadan La Pulga, Lionel Messi di skuad Paris Saint-Germain (PSG) adalah kurang menjanjikan. Publik menilainya ia separuh gagal. Terlebih ketika ia gagal mengeksekusi penalti saat PSG menjamu Real Madrid pada leg pertama minggu lalu.
Datangnya Lionel Messi ke skuad PSG adalah untuk membawa taringnya yang tajam ketika ia masih membela El Barca. Kedatangannya adalah untuk membawa PSG ke jalan yang tentu sulit diwujudkan yakni menjuarai Liga Champions. Berat tentu saja.
Soal gagalnya mengeksekusi bola dari titik putih adalah murni nasibnya yang belum beruntung. Dan itu bukan beban yang kudu ditanggung Messi secara personal karena PSG gagal menang 2:0. Kita memang harus sepakat bahwa jika Messi itu mampu mencetak gol, PSG menang 2:0 adalah hal yang menjanjikan dan modal penting bagi PSG untuk memberatkan Real Madrid untuk menang 3:0 di leg kedua.
Gagal dalam penalti bukan hanya dialami oleh Messi. Semua hal itu tentu sudah dirasakan oleh pemain sepak bola. Dan untuk menjadikan PSG lolos ke 8 besar yang wajib mengalahkan Madrid di leg kedua, atau mampu mempertahankan serangan Madrid agar kemenangan 1:0 di leg pertama tetap bertahan adalah tugas bersama. Bukan tugas Messi semata. Dan memaksa Messi untuk mencetak gol di leg kedua, sebagai ganti rugi gagalnya penalti di leg pertama adalah hal yang dusta.
Selanjutnya, pemain mana saja jika dari klub lamanya ia berlabuh ke klub lain langsung bersinar seperti di klub lamanya? Semua butuh waktu untuk berproses dan beradaptasi lebih baik. Menjalin hubungan yang harmonis di atas lapangan, duet maut mematikan bukan hal yang mudah untuk segera diwujudkan.
Jika ada yang mengatakan datangnya Messi ke PSG adalah beban, maka pertanyaannya adalah, siapa suruh merekrut Messi? Messi adalah manusia. Gagal pasti mengiringi perjalanannya. Lagi pula, proses itu memang sulit. Yang gampang adalah menyalahkan.
Persaingan Messi, Neymar dan Mbappe di PSG bukan persaingan biasa. Ketiganya adalah pemain bintang. Dan untuk menjadi bintang di antara mereka bukan butuh waktu 2 atau 3 hari saja. Sepak bola bukan tinju dan badminton yang gampang dimenangkan dalam kurun waktu beberapa saja oleh seorang pemain.
Baca Juga
-
Final Piala Super Spanyol: Mengurai Benang Kusut Permasalahan Barcelona
-
Chat Dosen Pembimbing Harus Sopan biar Tugas Skripsi Lancar Itu Nggak Cukup
-
5 Tradisi yang Dulu Sering Dilakukan, tapi Kini Sudah Jarang, Apakah di Kampungmu Juga?
-
Wisata Goa Soekarno Sumenep: Dulu Berkawan Keramaian, Kini Berteman Kesepian
-
3 Cara agar Video TikTok Ditonton Banyak Orang meski Sedikit Pengikutnya, FYP Bos!
Artikel Terkait
-
Apes! Ketahuan Jadi Fans Arsenal, Is Eks Vokalis Payung Teduh Diusir dari Stadion PSG
-
Anak Cristiano Ronaldo Bakal Bela Timnas, Anak Lionel Messi Kapan?
-
Bara di Paris Pasca Kemenangan PSG: Polisi Diserang hingga Mobil Dibakar
-
Arsenal Gugur di Semifinal Liga Champions, Odegaard Minta Ini ke Timnya
-
Enrique Sindir Arteta dan Arsenal: Dominasi Tak Cukup, Jumlah Gol yang Menentukan
Kolom
-
Mengupas Fenomena Anak Skena, Sebuah Pencarian Identitas di Kaula Muda
-
Dari Imajinasi ke Otomatisasi: Krisis Dunia Kreatif di Era AI
-
Menyusui: Hak Asasi yang Masih Terabaikan oleh Kebijakan Publik
-
Gerak Cepat Memajukan Pendidikan Indonesia
-
Menggempur Prokrastinasi: Strategi Mahasiswa Menaklukkan Si Penunda Tugas
Terkini
-
Sinopsis Drama Cashero, Tayang di Netflix dan Dibintangi Oleh Lee Jun Ho
-
Sinopsis Tourist Family, Film India Terbaru Sasikumar dan Simran Bagga
-
Intip 5 Rekomendasi Film Dokumenter Musik yang Bisa Kamu Tonton di Netflix
-
Review The Starling Girl: Konflik Tentang Iman, Cinta dan Pencarian Jati Diri
-
Kental Nuansa Band, Intip Highlight Medley Album Solo Kedua Jin BTS 'Echo'