Kisah ini terjadi, sembilan tahun silam. Aku menyalinnya dari catatan harian. Berikut ceritanya...
Seorang murid yang kuduga disleksia (dia sering terbalik-balik menulis huruf b, d, p), kalau menulis kata gandeng semua; ada saja huruf/kata/kalimat yang hilang atau bertambah, tidak bisa fokus, sibuk sendiri; nyanyi-nyanyi; nggambar pocong atau kuburan, kemarin siang memberiku sebuah gambar.
“Ini buat Pak Toto (tanpa huruf k),” katanya.
Aku tersenyum menerimanya. Dalam hati senang sekali. Bukan cuma karena gambarnya. Tapi karena tulisan di sebelah gambar, “Pak THomas adalah Guru Pak THomas.”
Yayy! Pada akhirnya, dia tahu namaku yang asli, setelah minggu kemarin sempat bertanya,“Pak Toto (tanpa huruf k), itu kok nama wali kelasnya Te ho mas (maksudnya Thomas)…” katanya sambil menunjuk sudut kanan bawah papan absensi. Di situ memang tertera tulisan: Wali Kelas, Thomas Utomo.
Aku yang lagi nulisi buku jurnal, mengangkat kepala. “Memang kenapa?” Sedikit heran aku bertanya. Tumben-tumbenan dia perhatian dengan yang kecil, remeh-temeh.
“Itu kan salah!”
“Harusnya apa?” Aku semakin heran. Mataku ikut menengok papan yang dia tunjuk.
“Pak Toto. Harusnya: Pak Toto. Nama wali kelasnya kan Pak Toto, bukan Te ho mas.” Dia menjawab sambil tersenyum, yakin betul dengan jawabannya.
Mataku membulat. “Kamu nggak tau nama wali kelasmu?”
“Pak Toto. Iya, kan? Pak Toto.” Senyumnya tambah lebar. Jawabannya meyakinkan.
“Nama lengkapnya? Nama panjangnya?”
“Pak Toto. Iya, kan?”
Aku tertawa. Dia ikut tertawa dengan nada yang aneh.
Iya, iya. Pinter. Bagus. Terima kasih. Itu tandanya dia sudah mulai perhatian dengan hal-hal di luar dirinya sendiri, hal yang kelihatan remeh, tapi menurut dirinya sendiri adalah satu kekeliruan. Dia sudah tanggap dan bisa mengoreksi.
Dan kemarin siang, aku dapat “kejutan” yang menyenangkan: dia memberiku sebuah gambar dengan tambahan tulisan yang tidak gandeng semua. Dia sudah dapat menulis huruf kapital untuk mengawali kalimat dan nama orang. Itu artinya dia mengingati “kecerewetanku” selama seminggu ini yang sering duduk di sebelahnya saat dia sedang menyalin tulisan dari papan tulis,
“Beri jarak! Beri jarak! Antarkata beri jarak. Kalau gandeng semua, nanti susah bacanya. Eehh! Itu awal kalimat pake huruf besarlah! Jangan lupa.” Kataku gemes, setengah tidak sabar, kepengin nyubit pipinya yang nyempluk.
“Ini buat Pak Totok?” tanyaku dengan mata tidak beranjak dari gambar buatannya.
“Ya!’ katanya. Aku tidak lihat mukanya, tapi dari nada suaranya kuterka dia senang, mungkin bangga sudah melakukan sesuatu yang menurutnya berguna bagiku.
Kuperhatikan tulisan itu, lagi dan lagi: Pak THomas adalah Guru Pak THomas. Aku tidak perlu bertanya apa artinya, karena kukira aku sudah mengerti. Dan pengertian itu sungguh membahagiakanku.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Komnas HAM Tegaskan Guru Besar UGM dan Dokter Residen Pelaku Pelecehan Harus Dihukum Lebih Berat!
-
Telkom Kenalkan Teknologi AI Baru untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia
-
Tips Disayang Suami dan Anti Pelakor ala Atalia Praratya, Kini Diduga Diselingkuhi Ridwan Kamil
-
Ki Hajar Dewantara dan Tantangan Literasi Gen Z: Sebuah Refleksi Kritis
-
Guru Sekolah Rakyat Dikontrak, Kualitas Pendidikan Terancam?
Kolom
-
Scroll Tanpa Tujuan: Apakah Kita Sedang Menjadi Generasi Tanpa Fokus?
-
Ki Hajar Dewantara dan Tantangan Literasi Gen Z: Sebuah Refleksi Kritis
-
Belajar dari Film Adolescence: Bagaimana INCEL Buat Anak Lakukan Kekerasan
-
Kita Butuh Lebih Banyak Drama Korea Bergenre Slice of Life
-
PHK Massal usai Mogok Kerja: Hak Bersuara atau Jalan Menuju Pengangguran?
Terkini
-
Piala Asia U-17: Timnas Indonesia Wajib Jaga Marwah saat Ladeni Afghanistan
-
3 Pemain Timnas Indonesia U-17 yang Layak Promosi ke Level Timnas U-20
-
Berniat Rayakan Galungan di Bali: 3 Aktivitas Ini Bikin Kamu Makin Dekat dengan Budaya Lokal
-
Timnas Indonesia U-17: Tim Non-unggulan yang Bikin Lawan-Lawannya dalam Posisi Sulit
-
Lolos Piala Dunia U-17 2025, 3 Pemain Keturunan Ini Bisa Dinaturalisasi!