Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Alvi Nur Jannah
Ilustrasi Liburan (Freepik/Jcomp)

Perkenalkan, saya wanita berusia 27 tahun yang biasa dipanggil Alvi. Saya terlahir dari keluarga sederhana dan tumbuh dewasa dengan cara yang sederhana pula. Tidak ada hal yang istimewa dalam diri saya, selain bahwa saya adalah seorang wanita yang tangguh.

Jika berbicara tentang self love, maka saya adalah orang yang paling mencintai diri sendiri dengan segala kekurangannya. Namun, rasa cinta ini tidak lantas membuat saya memanjakan diri dengan bersantai-santai dan menikmati hidup saya yang sederhana.

Bagi saya, cara mencintai diri yang paling tepat adalah dengan berlaku keras pada diri sendiri. Mengutip dari ucapan Presiden Keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono “Kalau kita keras terhadap diri kita, dunia akan lunak kepada kita. Tapi bila kita lemah terhadap diri kita, dunia akan keras kepada kita”, kata-kata itulah yang hingga kini menjadi pegangan saya dalam menjalani kehidupan.

Seperti perasaan cinta kepada pasangan yang bukan hanya tentang bagaimana menyatukan dua hati, tetapi lebih kepada ke mana hubungan tersebut akan dibawa, bagaimana agar hubungan tersebut bisa mencapai tahapan yang lebih serius dan terus bertahan hingga tua.

Seperti itu pula saya memaknai cinta kepada diri sendiri. Bukan hanya tentang saya yang mampu menerima diri saya sepenuhnya, tapi saya buat seperti apa diri saya yang berharga ini, bagaimana agar diri yang saya cintai ini bisa menjadi berkembang dan lebih maju lagi.

Dalam proses perkembangan inilah saya banyak menemui hambatan dan kesulitan yang kadang-kadang membuat saya ingin menyerah. Namun, sudah saya katakan di atas bahwa saya adalah wanita yang tangguh. Kata menyerah tidak ada dalam kamus hidup saya.

Kata hambatan dan kesulitan mengingatkan saya pada kejadian yang saya alami 3 tahun silam. Saya masih ingat betul bahwa saat itu saya baru saja merayakan ulang tahun ke-24. Saat itu saya mulai mencoba merintis usaha saya dalam bidang penjualan online dengan modal terbatas yang saya pinjam dari kakak.

Bermodal tekad, saya mulai memesan barang (jilbab) yang saat itu tengah viral pada seorang yang mengaku agen. Saya percayakan seluruh modal yang saya miliki untuk membeli barang kepada agen tersebut dengan janji bahwa barang akan dikirim awal bulan Juli (saat itu akhir bulan Juni).

Saya begitu senang karena banyak teman dan kenalan yang memesan. Apalagi saya bisa mendapat untung lebih dari 15% untuk penjualan. Ternyata sampai pertengahan Juli barang tak kunjung datang dan para customer yang order mengcancel semua pesanannya. Tentu mereka memilih untuk membeli di tempat lain.

Akhir Agustus barang pesanan saya baru datang. Namun, ternyata yang dikirim ke saya pun tak sesuai dengan apa yang saya pesan. Saya pasrah pada kenyataan bahwa barang tersebut sudah tidak lagi laku di pasaran karena viral-nya hanya sesaat. Bahkan saat saya banting harga dengan harga yang lebih rendah dari harga saya membelinya, tetap tidak ada yang tertarik untuk membeli. Mungkin saat itu Tuhan sedang menegur saya yang lalai dari perintah untuk berdo’a pada-Nya setelah berikhtiar.

Saya pun sempat kebingungan bagaimana untuk mengembalikan uang kakak saya yang saya gunakan sebagai modal. Namun, Tuhan selalu memiliki kejutan yang indah untuk setiap hamba-Nya yang pantang menyerah.

Pertengahan bulan September saya dihubungi oleh seorang teman lama yang mengajak kerjasama untuk membuka warung makan dengan sistem bagi hasil. Teman saya sebagai pemodal dan saya sebagai pengelola yang menjalankan warung tersebut.

Hingga bulan November warung kami-pun ramai dan pendapatan terus meningkat pesat. Dalam waktu dua bulan kami sudah bisa balik modal dan saya pun bisa melunasi hutang saya pada kakak saya.

Saya merasa bahwa tahun tersebut adalah tahun yang cukup berat. Setelah semua masalah terselesaikan, saya pun mencoba untuk memberikan sesuatu kepada diri saya sendiri sebagai bentuk self reward, karena telah berhasil melewati masa yang sulit.

Saya pun memutuskan untuk mengunjungi Pulau Dewata Bali, pulau yang sama sekali belum pernah saya kunjungi, dan menghabiskan beberapa hari di sana. Liburan di Bali ini membuat saya semakin mencintai diri saya sendiri yang telah begitu kuat dan tangguh dalam menjalani hidup.

Setelah kejadian berat yang saya alami di tahun itu, saya pun semakin sering memberikan self reward kepada diri saya sendiri. Saya merasa bahwa setiap hal sulit yang telah berhasil saya lalui, diri saya berhak untuk mendapatkan apresiasi. Ini membuat saya semakin bersemangat untuk menakhlukan tantangan-tantangan baru yang mungkin akan muncul di masa mendatang.

Alvi Nur Jannah