Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Ira Damayanti
ilustrasi jurnalis. (pixabay.com)

Berkembangnya teknologi ke arah digitalisasi dewasa ini memberi banyak kemudahan dalam kehidupan manusia. Hal tersebut seperti menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Namun sayangnya, perkembangan dan kemudahan yang terjadi tidak hanya membawa kabar baik melainkan sekaligus menimbulkan dampak buruk terutama dalam penyebaran arus informasi. Kabar baiknya, kita dapat mengakses banyak hal dengan mudah, tantangannya adalah kita perlu untuk meningkatkan nalar kritis kita.

Dalam konteks penyebaran informasi, digitalisasi memberi ruang pada mudahnya penyebaran informasi yang tentu berdampak pada dunia jurnalisme. Tempat menyebarnya informasi bagi khalayak. Jurnalisme hendaknya dapat membuat khalayak menyadari dan merasakan apa yang sedang disampaikan. Seperti menurut Onong (1984:10) bahwa jurnalisme bukanlah ilmu melainkan metode komunikasi.    

Keberadaan jurnalisme dari masa ke masa mengalami suatu evolusi sesuai dengan zamannya. Dan tentu saja, setiap proses dalam perkembangan jurnalisme tersebut perlu dikaji. Berawal dari jurnalistik cetak yang kemudian berkembang menjadi jurnalistik elektronik dan semakin berevolusi menjadi jurnalistik online. 

Prinsip jurnalistik yang semula hanya independen, netral, akurat, jujur, dan benar, saat ini semakin bertambah terutama pada jurnalistik daring. Menurut Paul Badshaw, prinsip jurnalistik daring juga perlu: ringkas, mampu beradaptasi, dapat discan, interaktifitas, serta komunitas dan percakapan. Hal merupakan upaya adaptasi untuk mempertahankan jurnalistik di era gempuran media daring.

Banyak hal yang akhirnya berubah dari jurnalisme. Ketika dulu kita mendengar bahwa “bad news is good news”, namun sekarang sudah tidak relevan karena rupanya segala sesuatu dapat menjadi berita saat memiliki nilai. Seperti yang sering kita jumpai, informasi tentang kelahiran selebriti atau pesta ulang tahun dapat dikemas menjadi suatu berita karena memiliki nilai. 

Kemudian yang selanjutnya, saat ini berita berkembang bukan hanya berasal dari informasi yang telah terjadi melainkan juga dari yang belum terjadi. Misalkan, prediksi pertandingan bola. Memprediksi pertandingan bola tentu dilakukan sebelum permainan tersebut berlangsung. Tetapi hal tersebut tetap bisa menjadi sebuah berita sebab perkembangan yang terdapat dalam jurnalistik.          

Jurnalistik Masa Kini dan Hoaks yang Dikandungnya

Mudahnya mengakses internet yang ditawarkan saat ini membuat semua orang bisa menjadi jurnalis dimanapun dan kapanpun. Entah hal ini merupakan hal baik atau sebaliknya. Dalam keadaaan tersebut, masyarakat dapat turut andil menjadi pembuat berita melalui citizen journalism yang bisa dimuat baik di rubrik yang telah disediakan beberapa media atau bahkan di laman dan platform yang tersedia.  

Karena semua bisa menjadi jurnalis, akhirnya marak dijumpai berita-berita yang tidak sesuai. Hoaks, misinformasi, dan disinformasi akhirnya merajalela. Maka, di sinilah peran jurnalisme sebagai kontrol sosial. Jurnalis sudah seharusnya jujur dan memiliki integritas dalam menyebarkan informasi yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. 

Dalam perjalananya, media baru sering dijadikan wadah untuk praktik bisnis yang memiliki orientasi pada pasar alih-alih mempertahankan idealismenya sebagai penyedia informasi yang mengedukasi. Karena ramainya persaingan dalam media online sebagai penyaji berita tercepat, seringkali ditemui di dalamnya berita yang asal-asalan. Bukan hanya dari segi kepenulisannya, namun bahkan sampai pada keaslian dan kredibilitas berita tersebut. Semua dilakukan demi mengejar rating semata. 

Untuk mencegah penyebaran informasi yang tidak sesuai, Ana Nadhya Bahar (2016) menjelaskan bahwa perlu adanya peningkatan kualitas jurnalisme melalui:

1. Pengalaman logika jurnalisme, 

2. Menjadikan petuah jurnalisme sebagai pengawal dalam menulis berita,

3. Menjadi wartawan yang tidak terlupakan,

4. Mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. 

Sebagai pembuat berita, jurnalis sudah seharusnya memperhatikan kode etik untuk menjaga profesionalitasnya. Perlu adanya penanaman rasa tanggung jawab kepada jurnalis dalam distribusi informasi. Namun bukan hanya jurnalis yang perlu mendapat perhatian. Di era mudahnya akses informasi ini, semua pihak perlu melakukan kerjasama dalam menangkal berita-berita hoaks dengan meningkatkan nalar kritis masyarakat guna menciptakan citizen jurnalism yang beretika.  

Ira Damayanti