Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Dwi Handriyani
Ilustrasi Lansia Wirausaha (Pixabay.com/nanik)

“Mengapa Germas kita perlukan? Pertama, kita memulai dari usia muda. Karena kita mempersiapkan usia produktif yang sehat. Ketika sekarang banyak sekali orang dengan diabet, dengan hipertensi, tapi kurang olahraga… engga bisa. Itu dengan olahraga saja tanpa makan obat, kalau dietnya kita atur, maka kolesterol, diabet, hipertensi bisa terkontrol. Asalkan teratur dan konsisten,” ungkap drg. Kartini Rustandi, M.Kes bersemangat ketika Tim Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan menyambangi ruang kerjanya pada hari Kamis (11/8/2022) lalu.

Ucapan Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia seolah-olah kembali menggelorakan semangat kita terhadap Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau biasa disingkat dengan Germas. Pada hakikatnya, program keroyokan ini melibatkan 18 kementerian/lembaga serta pemerintah daerah, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. 

Dan, di tahun 2022 akan memasuki tahun keenamnya setelah dicanangkan di Bantul, DIY, pada Hari Kesehatan Nasional ke-52 oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di saat itu, Ibu Puan Maharani. Adapun, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Germas menjadi payung hukum yang mengawal perjalanan keberlanjutan program yang dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan kesehatan akibat penyakit.

Terkait program Germas, lebih lanjut Bu Kartini yang selalu tampak ceria dan enerjik di usianya yang semakin “bersinar” menjelaskan bahwa keberadaan Germas juga akan mempersiapkan para lansia di Indonesia yang kian tahun kian bertambah ini menjadi lansia yang SMART (Sehat, Mandiri, Aktif, dan Produktif). 

“Yang kedua dari Germas ini, kalo kita bisa mempersiapkan mereka bisa mengatur hidup mereka, maka mempersiapkan lansia kita yang sehat, bugar, produktif. Yang tidak akan menjadi beban. Kita tahu sekarang jumlah lansia makin banyak. Ini sudah banyak. Sekarang aja kita lebih dari standar WHO. WHO mengatakan 7%. Kita sudah sampai 10%. Nanti di tahun 2045, perkiraan kita adalah 20% dari penduduk Indonesia,” ujar Bu Kartini.

Senada dengan Bu Kartini, data menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia terjadi dalam waktu 50 tahun terakhir. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di dalam Statistik Lanjut Usia 2021 bahwa di tahun 2021, proporsi lansia mencapai 10,82 persen atau sekitar 29,3 juta orang. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sudah memasuki fase struktur penduduk menua, yang ditandai dengan proporsi penduduk berusia 60 tahun ke atas di Indonesia yang sudah melebihi 10 persen dari total penduduk (Kemenkes, 2017).

Lebih lanjut, BPS mengemukakan bahwa penambahan penduduk lanjut usia juga berpengaruh pada angka rasio ketergantungan, yang merupakan perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif. Untuk melihat tingkat kemandirian penduduk lanjut usia dan beban ekonomi penduduk usia produktif terhadap lansia, digunakan indikator rasio ketergantungan lansia. Dengan bertambahnya usia lanjut sebagai kelompok yang kurang produktif, maka beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai kehidupan penduduk yang tidak produktif secara otomatis akan meningkat.

Selama lima tahun terakhir, rasio ketergantungan lansia terus meningkat dari 14,02 pada tahun 2017 menjadi 16,76 di tahun 2021. Angka tersebut memiliki arti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-59 tahun) harus menanggung setidaknya 17 orang penduduk lanjut usia. Peningkatan penduduk lanjut usia berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan, termasuk perawatan, yang pada akhirnya menjadi beban ekonomi penduduk usia produktif dalam rangka pembiayaan penduduk lanjut usia (Statistik Lanjut Usia 2021, BPS). 

Dengan kata lain, kehadiran Germas bukan sebagai program “kaleng-kaleng” di lingkup nasional yang bisa diremehkan begitu saja. Sinergi lintas program-lintas sektor berupaya mempersiapkan masa lansia masyarakat Indonesia sehat, mandiri, aktif, dan produktif selama mungkin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi selama lansia bekerja.

Dwi Handriyani