
Sebuah berita sudah menjadi bagian penting dan tidak dapat diabaikan dalam kehidupan masayarakat modern ini. Di era yang serba digital seperti sekarang ini orang-orang mudah sekali mengakses berbagai macam informasi dan berita secara mudah dan instan.
Bahkan, saking banyaknya berita yang tersedia di berbagai platform seperti media cetak maupun media elektronik hingga cukup susah bagi masyarakat dalam menyaring berita yan valid dan berita yang sekedar berita hoax.
Tentunya kita sebagai netizen yang baik haruslah dapat memilah beragam berita dan dapat mengecek terlebih dahulu kebenaran sebuah berita tersebut.
BACA JUGA: Ketahui 5 Hal Penting saat Membaca Naskah Berita, Intonasi Jadi Poin Utama!
Namun, di balik itu semua ternyata ada fenomena menarik yang terjadi pada netizen di Indonesian. Netizen Indonesia dalam beberapa tahun belakang ini lebih cenderung menyukai membaca pemberitaan negatif bahkan yang dibumbui hoax daripada pemberitaan yang positif.
Hal ini tentunya berdampak pula terhadap laju traffic pemberitaan di Indonesia yang lebih didominasi oleh berita-berita negatif.
Hal tersebut tentu bukan terjadi tanpa alasan jelas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat netizen kita yang lebih menyukai pemberitaan negatif daripada pemberitaan positif.
Dipengaruhi oleh Alam Bawah Sadar
Salah satu alasan paling memungkinkan mengapa pembaca atau netizen di Indonesia lebih menyukai pemberitaan buruk atau negatif karena dipengaruhi oleh alam bawah sadar kita sendiri.
Dilansir dari www.umy.ac.id, pemberitaan buruk lebih banyak mendominasi pemberitaan di Indonesia karena kita lebih cenderung menyukai dan cepat merespon berita-berita negatif daripada berita yang bermuatan positif.
Otak kita secara bawah sadar merespon dan mengolah lebih cepat berita-berita bermuatan negatif dibandingkan berita-berita yang bermuatan positif, hal ini dikenal dengan nama Negativity bias.
Ada opini yang beranggapan bahwa negativity bias ini sudah ada sejak zaman dahulu, hal-hal yang cenderung buruk atau berbahaya lebih cepat direspon oleh otak kita karena hal tersebut dianggap mengancam keselamatan kita.
Hal inilah yang membuat otak kita secara alamiah lebih memperhatikan berita yang bermuatan negatif daripada berita yang bermuatan positif.
Pemberitaan dengan unsur negatif memang tidak dapat dipungkiri selalu memberikan pandangan yang cukup menarik bagi sebagian orang daripada berita dengan muatan positif. Bahkan, apabila pemberitaan tersebut semakin negatif muatannya justru akan semakin menarik bagi minat orang awam.
BACA JUGA: Stop Hoax, Apakah Literasi Merupakan Langkah yang Tepat?
Sering Dibumbui Beragam Kepentingan
Pemberitaan yang cenderung negatif tentunya memiliki beragam faktor lain, salah satunya yakni faktor kepentingan tertentu.
Seperti yang diketahui masyarakat khususnya orang-orang di Indonesia lebih menyukai berita-berita negatif yang sedikit ‘dibumbui’ daripada pemberitaan positif. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa pihak tertentu untuk tetap mendapatkan keuntungan dari traffic tersebut.
Tidak jarang para jurnalis atau wartawan diminta oleh atasan mereka untuk mengulik tentang beragam berita-berita yang memiliki kecenderungan muatan negatif.
Tentunya hal ini bukan tanpa permasalahan lain, para jurnalis atau wartawan tersebut terkadang ada yang mau melakukannya secara sukarela, ada pula yang terpaksa melakukannya karena tidak ingin kehilangan pekerjaannya.
Hal ini tentunya menjadi dilema bagi para jurnalis yang sebenarnya tidak ingin menulis hal-hal negatif tersebut. Di sisi lain mereka juga tidak ingin kehilangan pekerjaannya karena menolak perintah atasan.
BACA JUGA: 8 Norma Jurnalistik Sastra yang Patut Diperhatikan, Sudah Tahu?
Bahkan, untuk lebih menarik minat masyarakat demi keuntungan semata mereka diminta oleh atasan mereka untuk menambahi bagian berita tersebut agar lebih menarik di mata masyarakat.
Tidak jarang pula beberapa judul yang diletakkan di bagian berita dirasa kurang sesuai atau bahkan sangat berbeda dengan isi berita tersebut. Hal ini semata-mata agar masyarakat melihat berita tersebut agar traffic pemasukan media itu tetap hidup.
Ada sebuah pepatah yang cukup lumrah di dunia jurnalistik yakni “bad news is a good news”. Kabar buruk atau berita negatif adalah berita yang bagus untuk diberitakan di masyarakat. Pepatah ini sepertinya sangat mencerminkan kondisi pemberitaan media yang sangat didominasi oleh pemberitaan yang bermuatan negatif.
Baca Juga
-
Timnas U-17 Gelar TC di Bulgaria, Kode akan Banyak Pemain Keturunan Gabung?
-
Maarten Paes Cedera dan Tak Bisa Bela Timnas, 4 Pemain Ini Siap Gantikan!
-
Gabung FC Utrecht, Ini Harapan Punggawa Timnas, Claudia Scheunemann
-
Gagal Total di ASEAN Womens Cup, Kode Bagi PSSI Gelar Liga Putri Indonesia?
-
Piala Kemerdekaan 2025: 3 Fakta Unik Timnas Indonesia U-17 di Ajang Ini
Artikel Terkait
-
Pasca Bom Bunuh Diri di Bandung, Kapolri Beri Perintah Ini ke Seluruh Polisi
-
Jerinx SID Cari lawan lagi, Keluarga hingga Begundal Tak Terima Kematian Alm. Eben Burgerkill Dikaitkan Teori Konspirasi
-
Putri Candrawathi Marah dan Tidak Terima karena Ferdy Sambo Dilibatkan dalam Skenarionya
-
Kepala BNPT Sebut, Cara Kelompok Teroris Mencari Simpatisan Melalui Bantuan Kemanusiaan, Begini Caranya
-
Pasal Zina KUHP Disorot Media Asing, DPR Tegaskan itu Delik Aduan: Masa Keluarga Turis Mau Lapor ke Sini?
Kolom
-
Diksi Pejabat Tidak Santun: Ini Alasan Pentingnya Mapel Bahasa Indonesia
-
Sejuta Penonton, Seharusnya Bisa Lebih untuk Film Nasionalisme yang Membumi
-
Komunitas Buku sebagai Safe Space: Pelarian dari Kegaduhan Dunia Digital
-
Bukan Lagi Panjat Pinang, Begini Cara Gen Z Rayakan HUT RI di Era Digital
-
Bedanya Film Horor Berkualitas dan yang Busuk
Terkini
-
Catchy dan Fun! 5 Ide Outfit Youthful ala Baipor Tithiya yang Super Playful
-
3 Pemain Diaspora Diharapkan Gabung TC Timnas Indonesia U-17, Siapa Saja?
-
Mengenal Lebih Dekat Bendera Jolly Roger dari One Piece yang Sempat Viral
-
Misteri Raibnya Para Penduduk dalam Buku Spog dan Spiggy di Planet Alotita
-
Sinopsis The Vendetta of An, Drama China Terbaru Cheng Yi dan Liu Yi Jun