Sudah tak asing lagi dengan kata hoax, masyarakat mulai terbiasa oleh kehadiran informasi bohong yang tak henti-hentinya bermunculan di berbagai media. Saat ini semua orang bisa memberikan informasi dengan mudah dan cepat. Informasi yang tersebar seringkali berisi hal yang tidak benar, tidak valid dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, banyak menimbulkan perdebatan dan perselisihan pendapat di antara pembaca.
Penyebaran hoax sudah terjadi sejak lama dan semakin marak terjadi. Terutama di era digital sekarang ini yang membawa pengaruh besar terhadap penyebaran informasi dan hoax semakin sulit dikendalikan. Menurut data statistik dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 hoax meningkat tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Hoax terbanyak mengenai isu politik dan pemerintahan. Anonim atau pengguna tanpa nama mendominasi penyebaran hoax pada saat itu.
Tak jauh berbeda pada tahun 2020 sampai dengan 2021. Tampaknya kasus penyebaran hoax belum juga menunjukkan tanda-tanda penurunan. Berlanjutnya penyebaran hoax bahkan terbilang semakin cepat dan jangkauannya semakin luas. Pandemi Covid-19 tengah menyerang Indonesia mulai dari tahun 2020 sampai sekarang ini, tak heran jika isu yang paling mendominasi adalah hoax seputar Covid-19. Masyarakat mencari berbagai informasi mengenai Covid-19 mulai dari hal kecil hingga hal besar, seperti efek samping vaksin hingga kebenaran tentang Covid-19 itu sendiri.
Beredarnya hoax di era digital berlangsung dengan mudah dan cepat. Meluasnya internet dan penggunaan telepon cerdas ikut berpartisipasi sebagai faktor pendukung. Telepon cerdas memiliki berbagai fitur yang menarik dan teknologi yang canggih. Pengguna telepon cerdas seringkali menyalahgunakan fitur tersebut untuk berbuat hal yang merugikan orang lain.
Salah satu contoh fitur telepon cerdas adalah bagian dari media digital, yaitu media sosial. Bagaikan ruang terbuka yang menjadi wadah informasi dari berbagai belahan dunia. Media sosial menjadi poin penting penyebaran informasi dan merupakan tempat yang rawan untuk menyebar hoax. Contoh media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube dan lainnya.
Bagaimana cara kerja media sosial dalam menyebarkan informasi? Pengguna atau pemberi informasi cukup menuliskan apa informasi yang ingin disampaikan. Setelah menuangkan pemikirannya langkah selanjutnya adalah mengunggah informasi tersebut di berbagai platform media sosial. Setelah proses pengunggahan, informasi akan tersebar dan sampai ke masyarakat tak hanya di Indonesia tapi bisa juga sampai ke luar negeri.
Ketika masyarakat menerima informasi, mayoritas dari mereka menelan bulat-bulat informasi tersebut. Setelah membaca, mereka biasanya mengunggah kembali informasi yang diterima tanpa mengecek kebenaran dari informasi tersebut. Orang dengan sikap seperti itu yang menjadi sasaran para pelaku penyebaran hoax. Karena mereka dapat dengan mudah melancarkan aksinya tanpa diketahui atau dicurigai.
Tentu saja ada sanksi bagi penyebar hoax secara hukum. Banyak cara telah dilakukan untuk memberantas hoax, seperti pemblokiran akun, pemberian sanksi denda dan pemberian sanksi pidana. Tetapi tampaknya sanksi tersebut tidak juga membuat jera para pelaku dan tingkat penyebaran hoax masih terus bertambah. Kalau sudah seperti ini maka tingkat kewaspadaan dan ketelitian masyarakat atau pembaca yang harus ditingkatkan.
Cara meningkatkan kewaspadaan atau kekritisan dan ketelitian masyarakat dalam membaca dan menerima informasi adalah dengan literasi. Seperti menjadi kunci penting dalam pemberantasan hoax, literasi semakin digencarkan untuk ditingkatkan. Tak heran, karena literasi merupakan keahlian seseorang dalam membaca, menulis dan berbicara. Dengan kemampuan tersebut seseorang dapat menganalisa mengenai informasi tersebut.
Sayangnya sampai saat ini tingkat literasi Indonesia masih tergolong rendah. Pada 2016 Indonesia menempati posisi 60 dari 61 negara dan sekarang Indonesia berada di posisi 62 dari 70 negara. Walaupun selisih peringkat di kedua tahun berbeda dan mengalami peningkatan di tahun 2021, tetapi tidak dapat dipungkiri Indonesia masih berada digolongan literasi rendah. Hal tersebut cukup untuk menjadi bukti bahwa Indonesia masih tertinggal sangat jauh dalam peningkatan literasi.
Membangun kesadaran dan minat baca merupakan salah satu cara meningkatkan literasi. Rakyat yang memiliki kemampuan literasi yang baik dapat memberikan pemikiran atau kontribusinya terhadap negara. Namun, saat ini banyak orang yang tidak sadar akan pentingnya literasi dalam kehidupan. Sikap malas membaca seperti sudah mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia.
Selain dari itu, masyarakat yang tidak mendapatkan latar belakang pendidikan yang baik, kebanyakan dari mereka tidak bisa membaca dan menulis. Adapun masyarakat yang tak terjangkau oleh pemerintah untuk diberi bantuan buku dan internet. Ada pula yang terpaksa dengan keadaan lingkungan sekitar yang menjadi faktor tidak berjalannya kegiatan literasi.
Akan tetapi, di era digital sekarang ini seseorang dapat melakukan literasi tidak hanya dari buku atau media cetak saja. Masyarakat dapat melaksanakan literasi digital, yaitu membaca, menulis dan berkomunikasi melalui platform digital. Sekarang sudah tersedia beragam pilihan untuk literasi digital, seperti membaca berita di situs online, berbagi informasi di media sosial dan membaca sebuah karya tulis di aplikasi baca. Tanpa sadar kita juga sedang ikut meningkatkan literasi dengan pembelajaran jarak jauh, karena kita belajar menggunakan media digital.
Literasi sekarang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Karena kemajuan teknologi dan internet literasi menjadi mudah dijangkau oleh siapa saja. Dengan literasi masyarakat diharapkan dapat mengembangkan minat baca dan kemampuan mencerna informasi dengan pola pikir kritis. Maka dari itu, literasi merupakan langkah yang tepat untuk menghentikan penyebaran hoax.
(Mahasiswa Akuntansi FEB UPN Veteran Jakarta)