Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | zahir zahir
Footage ledakan yang terjadi di Ukraina setelah invasi Rusia. (Twitter/@Marchfoward)

Tanggal 24 Februari 2023 tepat memperingati 1 tahun konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada tahun 2022 silam. Pada tanggal yang sama tahun lalu Rusia secara mengejutkan menginvasi negara tetangganya sekaligus mantan saudaranya di masa Uni Soviet yakni Ukraina.

Peristiwa tersebut tentunya mengejutkan banyak pihak dikarenakan tidak ada yang berpikir bahwa Rusia akan benar-benar menyerang Ukraina di saat negara tersebut sedang mendapatkan beragam sanksi dari negara-negara barat imbas aneksasinya di wilayah Krimea pada tahun 2014.

BACA JUGA: CEK FAKTA: Benarkah Kabar Duka Bunga Citra Lestari Meninggal Dunia?

Konflik yang telah berlangsung selama setahun tersebut tentunya memberikan beragam gambaran dan pembelajaran mengenai peperangan modern yang tentunya dapat menjadi konsep pertempuran baru di masa depan. Melihat dari kondisi yang terjadi di lapangan saat ini, masih kecil kemungkinan konflik antara Rusia dan Ukraina tersebut akan berakhir dalam waktu dekat dengan kesepakatan damai.

Namun, di sisi lain terdapat beberapa pembelajaran dari konflik antara kedua negara tersebut yang dapat diambil dari masyarakat global, khususnya para petinggi negara di seluruh dunia. Berikut adalah 3 pembelajaran dari konflik Rusia-Ukraina.

1. Perubahan Strategi Perang Modern

Tentunya dalam konflik bersenjata antara Rusia-Ukraina membuka mata publik dan pengamat militer tentang jalannya peperangan di era modern. Pada perang tersebut tentunya kedua belah pihak silih berganti melakukan serangan dan pertahanan dengan berbagai taktik tertentu.

Salah satu strategi yang cukup sering dilakukan dalam konflik tersebut adalah melakukan serangan dengan kendaraan tak berawak atau yang dikenal dengan nama drone. Penggunaan drone untuk kegiatan militer memang telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Namun, dalam konflik Rusia-Ukraina penggunaan drone sebagai tumpuan seranga menjadi semakin efektif dan dapat merubah doktrin peperangan di masa depan.

Dalam taktik pertempuran modern tentunya beragam aspek dapat diperhitungkan. Mulai dari kemampuan intelijen dan propaganda penggunaan beragam jenis senjata baik lama maupun baru dan juga kemampuan ekonomi sebuah negara yang berkonflik juga menjadi tolak ukur dalam jalannya peperangan.

Penggunaan persenjataan tentunya menjadi salah satu tumpuan dalam melakukan penyerangan. Senjata-senjata kuno meskipun penggunaannya kurang efektif pada saat pertempuran masih bisa memberikan dampak yang cukup signifikan jika dipergunakan dalam kondisi yang sesuai.

2. Perang Terbuka Memerlukan Sekutu

Perang Rusia-Ukraina atau yang disebut oleh pihak Rusia sebagai “Operasi Khusus” sukses memberikan gambaran bahwa peperangan tidak akan bisa dijalankan tanpa adanya sekutu yang memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada masa-masa awal invasi tentunya kita sering dapat berita propaganda dari Rusia bahwa Ukraina akan jatuh dalam waktu sekitar 10 hari atau 2 minggu.

Akan tetapi, pada kenyataannya setelah setahun perang Ukraina masih belum bisa dapat dikuasai seutuhnya oleh Rusia. Bahkan, di beberapa kawasan yang disengketakan seperti Donetsk dan Luhanks pihak Ukraina masih dapat memberikan perlawanan.

Beragam fakta tersebut tentunya dikarenakan Ukraina disokong oleh sekutu baratnya seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan beberapa negara aliansi NATO lainnya. Bantuan tersebut umumnya berupa kendaraan tempur, sistem persenjataan dan bantuan lainnya yang dapat membuat Ukraina bertahan dari gempuran Rusia yang secara hitungan diatas kertas sejatinya lebih kuat dari mereka.

Lantas apakah Rusia tidak memiliki sekutu? Secara tidak langsung Rusia mendapatkan bantuan dari beberapa negara seperti Iran dan Korea Utara serta BelaRusia yang masih mengizinkan Rusia membeli sistem persenjataannya meskipun dalam bayang-bayang sanksi dunia. Pada intinya perang modern tidak akan dapat dimenangkan tanpa adanya sekutu dari pihak yang sedang bertikai langsung.

3. Perang Ekonomi Menjadi Bagian Dari Pertempuran Modern

Peperangan modern tentunya tidak hanya berlandaskan kekuatan secara militer dan kemampuan taktik semata, namun juga mempertimbangkan kekuatan ekonomi sebuah negara ketika akan melakukan konflik terbuka dengan negara lain. Dalam hal ini perang di Rusia-Ukraina menjadi salah satu contoh bahwa kekuatan ekonomi sebuah negara menjadi salah satu “motor penggerak” dari jalannya perang.

BACA JUGA: Dorongan Pemerintah untuk Mendukung UMKM Indonesia melalui Sektor Perbankan

Seperti yang diketahui Rusia kini sedang disanksi oleh berbagai negara barat dalam segi ekonomi karena imbas invasinya ke Ukraina. Secara umum tentunya hal tersebut cukup mempengaruhi kekuatan ekonomi Rusia, khususnya dalam pembiaayaan peperangan.

Pihak Rusia tentunya tidak tinggal diam atas sanksi tersebut, salah satunya adalah dengan melakukan pembatasan hingga pelarangan penjualan sumber daya tambang seperti gas alam kepada negara-negara Eropa yang memberikan sanksi kepada Rusia.

Hal tersebut tentunya secara tidak langsung juga mempengaruhi kekuatan perekonomian negara yang terimbas pembatasan penjualan gas Rusia tersebut, meskipun mereka secara tidak langsung berkonflik dengan Rusia. Kekuatan ekonomi yang kuat tentunya menjadi salah satu dasar utama dari kuatnya sebuah militer dari suatu negara. Apabila kekuatan ekonomi negara tersebut kuat, hampir dipastikan akan diikuti oleh kekuatan militer yang kuat dan tangguh pula. 

zahir zahir