Pada tanggal 24 Februari kembali diperingati sebagai International Stand Up to Bullying Day. Peringatan ini dimaksudkan sebagai bentuk empati dan kampanye anti-bullying dan pelecehan di seluruh dunia yang masih kerap kali terjadi hingga hari ini. Melansir dari situs National Today, peringatan International Stand Up to Bullying Day diperingati 2 kali setahun, yakni pada minggu ketiga bulan Februari dan bulan November.
Segala bentuk pembullyan memang masih kerap kali ditemui hingga hari ini. Rata-rata korban yang seringkali mengalami pembullyan atau perundungan adalah anak-anak yang berkisar antara usia 12-18 tahun. Ironisnya, perundungan tersebut seringkali dilakukan oleh teman-teman sebayanya sendiri.
Melansir data dari National Center for Educational Statistics, menyebutkan pada tahun 2019 sekitar 1 dari 5 orang anak atau siswa sekolah mengalami kasus perundungan. Hal tersebut jika dikalkulasikan menurut statistik dari situs stopbullying.gov, sekitar 20% anak-anak diseluruh dunia mengalami kasus bullying yang ironisnya hal tersebut seringakali terjadi di lingkungan pendidikan dan dilakukan oleh teman sebayanya sendiri.
BACA JUGA: CEK FAKTA: Buku Hitam Ferdy Sambo Bongkar Aib Kapolri Listyo Sigit, Benarkah?
Perkembangan Kasus Bullying di Era Modern
Di era kini, kasus bullying tidak hanya terjadi di dunia nyata saja dan merujuk ke tindak kekesaran baik secara fisik maupun secara verbal, namun juga seringkali terjadi di dunia maya. Melansir dari situs UNICEF, pembullyan melalui media sosial atau yang dikenal dengan nama cyberbullying lebih marak terjadi dalam kurun beberapa tahun terakhir. Perkembangan dunia maya yang kian cepat dan dinamis disinyalir menjadi salah satu hal yang membuat aktivitas cyberbullying menjadi tumbuh subur di seluruh dunia.
Sekitar 1 dari 3 anak-anak di 30 negara terindikasi pernah menjadi korban perundungan online yang dilakukan oleh orang-orang yang notabene tidak mereka kenali. Perundungan tersebut seringkali terjadi melalui beberapa media sosial yang cukup populer di dunia seperti Facebook, Instagram, Twitter dan Snapchat.
Aktivitas perundungan yang seringkali menyasar anak-anak tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang buruk dan berkepanjangan terhadap tumbuh kembang dan perilaku anak-anak tersebut masa depan. Oleh karena itu, perundungan melalui media sosial tersebut memang perlu memperoleh perhatian yang cukup intens dari semua pihak terkait.
Penyelesaian dan Solusi Masalah Perundungan
Kasus bullying atau perundungan memang seakan-akan tidak bisa dihentikan secara total. Meskipun di beberapa negara perundungan bisa menjadi pidana hukum, namun hal tersebut dianggap masih belum terlalu efektif dalam menghentikan seseorang untuk melakukan perundungan terhadap orang lain. Dalam pembahasan kali ini anak-anak menjadi salah satu pihak yang paling sering memperoleh perundungan baik secara langsung di kehidupan nyata maupun melalui dunia maya.
Perundungan tentunya dapat menyebabkan trauma fisik dan psikis bagi para korban yang mengalaminya. Mungkin bagi sebagian kasus, trauma fisik bukan menjadi dampak yang terlalu mencolok yang dapat terlihat. Namun, dalam kasus trauma psikis bisa menyebabkan perubahan perilaku yang cukup drastis bagi para korban perundungan tersebut.
BACA JUGA: Peringatan 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Ini 3 Pembelajaran yang Bisa Dipetik
Tentu perlu adanya komitmen bersama untuk mencegah dan memberantas perilaku perundungan tersebut oleh para pihak terkait. Turut andilnya pemerintah melalui beragam lembaga terkait di seluruh dunia tentunya bisa menjadi langkah awal dalam mencegah dan kian berkembangnya kasus bullying.
Kasus bullying mungkin memang akan susah jika dihilangkan dalam waktu dekat, akan tetapi hal tersebut masih dapat dicegah dengan memberikan pemahaman-pemahaman kepada seluruh kalangan tentang bahaya perundungan baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Baca Juga
-
Nova Arianto Ditunjuk Latih Timnas U-20, Realisasi Jangka Panjang PSSI
-
Karir Nova Arianto di Timnas U-20 Diprediksi Bakal Mulus, Kok Bisa?
-
Bursa Pelatih Timnas: Timur Kapadze Kandidat Kuat, STY Tak Masuk Kriteria?
-
Timur Kapadze Diisukan Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Sesuai Kriteria PSSI?
-
Satu Pemain Diaspora Gagal Bergabung: Tim Geypens Tak Diizinkan Main di Sea Games 2025
Artikel Terkait
-
Jadi Korban Cyberbullying, Perlu Enggak Sih Bahas Pesan Pelaku?
-
Diprediksi Bakal SAD ENDING, Drakor The Glory part 2 Tampilkan Visual Menegangkan dan Dibanjiri Tangisan!
-
Selain The Glory, 4 Drama Korea tentang Bullying Ini Menguras Emosi
-
6 Karakter Pelaku Bullying dalam Drakor Ini Bikin Emosi, Ada Park Yeon Jin
-
Di Tengah Kritikan atas Sikapnya, Heechul Super Junior Berdonasi Rp 1 Miliar
Kolom
-
Selingkuh hingga Poligami Publik Figur: Mengapa Ramai Jadi Konsumsi Medsos?
-
Generasi Kesepian di Tengah Keramaian: Ketika Kehadiran Hanya Sebatas Notifikasi di Layar
-
Viral Tumbler KAI: Bahaya Curhat di Medsos Bagi Karier Diri dan Orang Lain
-
Pesannya Masih Relevan, Pidato Hari Guru Nasional 1996 Presiden Soeharto Kembali Viral
-
Bukan Touchscreen atau Chromebook, Guru Cuma Butuh 3 Hal Ini untuk Mendidik
Terkini
-
4 Ide Fashion Zhou Yiran: Effortlessly Stylish dengan Clean Look
-
Inara Rusli Laporkan Dugaan CCTV Rumah Dibobol, Nama Virgoun Ikut Terseret?
-
Indy Masuk Nominasi Akting, Jadi Anjing Pertama yang Raih Pengakuan Ini
-
Nova Arianto Ditunjuk Latih Timnas U-20, Realisasi Jangka Panjang PSSI
-
Ganti Agensi, Kyuhyun Sebut Tetap Setia pada SM: Pink Blood Masih Mengalir!