Klaim bahwa timnas Indonesia dalam ajang sepak bola Asian Games 2022 buruk, jelas bukan tuduhan tanpa dasar. Dengan hanya memasukkan 2 gol, ditambah kekalahan memalukan dari China Taipei sudah cukup menjadi bukti.
Jika masih kurang, terdapat pula kelemahan lain. Seperti koordinasi lini belakang yang tidak solid, gagalnya lini tengah mengkreasikan serangan, hingga tumpulnya lini serangan adalah tambahan kelemahan itu.
Akhirnya kambing hitam yang muncul adalah adanya beberapa pemain yang tidak dilepas klub. Sosok yang paling menjadi sorotan adalah absennya Ramadhan Sananta. Terbukti secara sah, Titan Agung, Ramai Rumaikeik, Titan Agung, maupun Egy Maulana Vikri belum bisa memberikan hasil yang memuaskan.
Namun ketika menengok ke belakang, permasalahan personil seharusnya tidak ada. Keberadaan Alfreanda Dewangga, Rizki Ridho, Andi Setyo, maupun Bagas Kaffa sudah menjadi solusi. Lini belakang diisi oleh orang-orang yang berkompeten.
Jika personil sudah memadai, maka masalah yang muncul adalah koordinasi. Chemistry mereka terbukti belum terjalin rapi. Buktinya beberapa kali mereka mengalami kebocoran, bahkan dari tim sekelas China Taipei.
Kesimpulan dari semua itu adalah sisi persiapan yang tidak optimal. Masa bersama hanya tiga hari untuk sebuah ajang besar, jelas tidak ideal. Apalagi kondisi tim tidak lengkap. Mungkin faktor ini yang seharusnya menjadi perhatian semua pihak.
BACA JUGA: Kecelakaan Maut di Exit Tol Bawen Bukti Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum Aparat
Kondisi ini pada akhirnya harus melibatkan semua pihak, termasuk klub sebagai pemilik pemain. Tabrakan kepentingan yang saat ini terjadi, jelas tidak diinginkan oleh siapa pun. Bahkan PSSI pun sebagai induk organisasi sepak bola nasional, tidak menginginkan semua ini.
Maka solusi yang muncul adalah duduk bersama antar semua pihak. Kesepakatan yang telah diambil dalam duduk bersama tersebut seharusnya dibuat tertulis, lengkap dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Jika hal ini dilakukan, maka setiap pihak yang terlibat akan mempunyai pegangan pasti dalam setiap langkah. Terutama dalam urusan peminjaman pemain untuk timnas. Sehingga kasus seperti Ramadhan Sananta yang mendadak ditahan oleh Persis Solo tidak terjadi.
Sebab ketika pihak klub menyalahi kesepakatan, maka PSSI sebagai pihak yang membutuhkan jasa pemain dapat memberikan teguran atau bahkan hukuman.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Mundurnya Kamboja dari SEA Games 2025 Tidak Hanya Untungkan Timnas Indonesia
-
Tambah 4 Pemain Diaspora, Harusnya PSSI Berani Revisi Target SEA Games 2025
-
Lini Belakang Keropos, Persib Bandung Gagal Raih Poin di Singapura dalam ACL 2
-
Bangkit dari Cedera, Jorji Melaju ke Final Kumamoto Masters 2025!
-
Borong 2 Gol Kemenangan ke Gawang Arema FC, Eksel Runtukahu Penuhi Janjinya
Artikel Terkait
Kolom
-
Self-esteem Recovery: Proses Memulihkan Diri setelah Mengalami Bullying
-
Silent Bullying: Perundungan yang Tak Dianggap Perundungan
-
Generasi Muda dalam Ancaman menjadi Pelaku dan Korban Bullying
-
Kenapa Gen Z Menjadikan Sitcom Friends sebagai Comfort Show?
-
Merosotnya Kepercayaan Publik dan Pemerintah yang Tak Mau Mengalah
Terkini
-
Mengenal Neophobia: Ketika Rasa Takut pada Hal Baru Menjadi Hambatan
-
Cillian Murphy Diincar Kembali Main dalam Film Ketiga 28 Years Later
-
Lolos ke Semifinal SEA Games 2025, Garuda Muda Harus Ucapkan Terima Kasih kepada Vietnam!
-
Raih 100 M di Usia 19 Tahun, Ini yang Membuat Suli Beda dari Anak Seusianya
-
Richelle Skornicki dan Adegan Dewasa di Pernikahan Dini Gen Z: Antara Akting dan Perlindungan Anak