Beberapa waktu terakhir, banyak pihak yang melakukan speak up terkait dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita yang ada di Posyandu. Pasalnya, makanan yang diberikan dinilai tidak layak atau tidak sesuai dengan tujuan dari PMT itu sendiri.
Melansir dari laman BKKBN, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan kegiatan pemberian makanan kepada balita. Makanan yang diberikan bisa berupa kudapan yang aman dan bermutu dengan memerhatikan kualitas dan keamanan pangan serta mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan balita.
Kenyataannya, PMT yang diberikan di posyandu dianggap melenceng dari tujuan tersebut. Di beberapa kasus yang diungkapkan di media sosial, makanan yang diberikan hanya berupa snack (ciki) yang dinilai tidak memiliki gizi.
Para orang tua yang membawa anaknya ke Posyandu tentu berharap anaknya bisa mendapat makanan bergizi, seperti sayur, buah, dan protein hewani. Kalaupun bukan makanan mahal yang terpenting adalah kandungan gizinya.
Dengan pemberian PMT berupa jajan ciki, orang tua pun merasa kecewa dan bertanya-tanya, bagaimana bisa posyandu yang diawasi oleh bidan atau puskesmas setempat malah memberi makanan yang tidak ada nilai gizinya?
Hal serupa juga terjadi di lingkungan saya, tapi kali ini saya akan jelaskan dari sudut pandang berbeda, yakni dari sisi kader posyandunya. Tempo hari, saya bertanya pada salah satu kader, mengapa makanan yang diberikan bukan berupa sayur atau buah, melainkan jajanan pasar.
Lalu kader tersebut menjelaskan pada saya kalau ini semua soal dana, mereka pun ingin memberi makanan yang lengkap seperti nasi, sayur, lauk, dan buah, tapi dana yang dialokasikan hanya cukup untuk membuat jajanan pasar.
Setidaknya, mereka sudah berusaha agar makanan yang diberikan bukan jajan ciki dan tidak menggunakan pewarna dan pemanis buatan, sehingga tetap aman dimakan oleh balita.
Menilik dari 2 sudut pandang tadi, kemana kita harus mengadu? Orang tua tentu menginginkan makanan yang layak untuk anak, sementara pihak penyedia PMT sendiri juga sudah berusaha menyesuaikan makanan yang diberikan dengan dana yang ada.
Memang sebaiknya anggaran untuk PMT lebih dipantaskan, mengikuti harga kebutuhan pokok. Pihak penyedia PMT pun juga perlu belajar kreatif agar bisa membuat menu makanan bergizi meskipun dengan budget terbatas. Toh, makanan sehat tidak harus yang mahal, kan?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Kontrak Habis Akhir Musim, Jack Miller Bertahan di Pramac atau ke WorldSBK?
-
Toprak Razgatlioglu ke MotoGP, Apa Saja Culture Shock yang Bakal Ditemui?
-
P4 di GP Aragon 2025, Pedro Acosta Sakit Hati Lihat Jarak KTM dan Ducati
-
Jadwal Formula 1 GP Kanada 2025, Max Verstappen Tak Boleh Lakukan Kesalahan
-
MotoGP Aragon 2025: Tak Terkalahkan, Marc Marquez Raih P1 Sejak Hari Jumat
Artikel Terkait
-
Ditemukan di Semak dalam Keadaan Kurang Gizi, Seorang Ibu Menduga Itu adalah Anaknya yang Hilang 2 Tahun Lalu
-
Ahli Gizi Ungkap Cara Agar Anak Suka Makan Ikan, Harus Dibiasakan Sejak Hamil?
-
Cegah Anak Alami Mata Rabun, Pemberian Vitamin A di Posyandu Penting Lho
-
Guru Besar Gizi IPB Ungkap 5 Ciri Ikan Segar Bebas Formalin
-
Jangan Anggap Remeh, Ini 5 Dampak Negatif Telat Makan bagi Kesehatan
Kolom
-
Mengubah Budaya, Menyalakan Semangat Kerja
-
Dari Dapur Bibi ke Dapur Ibu: Seporsi Nasi 3T dan Rindu yang Tak Selesai
-
Seporsi Nasi Goreng Kampung: Sarapan yang Mengobati Homesick dari Dapur ibu
-
Pengangguran Terdidik di Indonesia: Potret Buram Pendidikan dan Lapangan Kerja
-
Switch Genre Buku: Tantangan Seru Menjadi Pembaca yang Lebih Kaya
Terkini
-
Panggil 30 Nama untuk TC Timnas Indonesia U-23, Hanya Ada 1 Pemain Naturalisasi!
-
Menjelang Tamat, The Beginning After the End Umumkan Season 2 Tayang 2026
-
Komedi Kriminal Penuh Tawa Ada di Sini! Film Deep Cover dari Prime Video
-
Ulasan Novel Celebrity Wedding: Pernikahan Palsu Akuntan dan Artis Terkenal
-
Tampil GIrly Seharian dengan 5 Inspirasi Outfit Stylish ala Syifa Hadju