Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | zahir zahir
Massa aksi di depan DPRD Kota Semarang terlibat saling dorong dengan aparat kepolisian, Senin (26/8/2024). (Suara.com/Sigit AF)

Tagar Darurat Kekerasan Aparat menggema di media sosial X, Selasa (27/8/2024). Tagar ini sendiri merupakan tindak lanjut dari protes masyarakat kepada aksi represif yang dilakukan pihak kepolisian saat menghalau aksi demonstran yang terjadi di kota Semarang, Jawa Tengah pada Senin (26/8/2024) malam kemarin.

Tagar ini sendiri juga merupakan kelanjutan dari tagar Polisi Brutal yang terlebih dahulu trending di Indonesia.

Sontak, aksi protes masyarakat di media sosial X tersebut seakan-akan menjadi efek domino dari tindakan kepolisian yang dirasa terlalu berlebihan saat melakukan pembubaran aksi demonstrasi yang menuntut adanya reformasi di tubuh pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu.

Menurut akun X @walhinasional, pihak kepolisian yang menggunakan gas air mata dan melakukan tindakan penangkapan terhadap beberap mahasiswa disinyalir kian menjadi pemicu protes tersebut.

Di Semarang, puluhan pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) Jawa Tengah #BergerakAdilidanTurunkanJokowi direpresi aparat kepolisian, ditembaki gas air mata hingga ditahan dan tidak diberi akses pendampingan hukum,” tulis akun twitter @walhinasional.

Penggunaan gas air mata tersebut juga disinyalir menyasar pemukiman penduduk karena terdapat beberapa warga sekitar yang harus mendapatkan penanganan medis karena efek samping dari gas air mata yang digunakan kepolisian. Ironisnya, terdapat beberapa anak-anak yang turut terkena imbas dari gas air mata tersebut.

Sejumlah anak-anak ikut menjadi korban karena menghirup gas air mata aparat kepolisian saat membubarkan massa pendemo #kawalputusanmk di Semarang. (tangkapan layar/Instagram)

Tindakan Represif Berlebihan Aparat Bisa Membuat Polisi Kian Dimusuhi Masyarakat?

Buntut tindakan represif aparat kepolisian yang terjadi di Semarang beberapa waktu lalu secara tak langsung bisa membuat lembaga penegak hukum di negeri ini tersebut kian dimusuhi atau malah dibenci oleh masyarakat.

Meskipun menurut Badan Survei Litbang yang dilakukan tahun 2023 lalu tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Polri mencapai lebih dari 80%, akan tetapi hal ini bisa saja tidak sesuai dengan yang ada di lapangan saat ini.

Belum lagi dalam beberapa pekan terakhir pihak kepolisian sering kali menjadi kubu yang dimusuhi oleh masyarakat karena imbas demo besar-besaran yang berlangsung sejak pekan lalu hingga awal pekan ini.

Kondisi ini sendiri pada akhirnya kemungkinan besar akan membuat masyarakat tidak terlalu puas dengan kinerja kepolisian yang dirasa kerap kali kurang bijak dalam pengambilan atau penanganan permasalahan. Salah satunya adalah saat melakukan pengamanan demonstrasi beberapa waktu lalu.

Tentunya lembanga Kepolisian Republik Indonesia memiliki ‘tugas rumah’ yang begitu banyak untuk bisa kembali menjaga kepercayaan publik terhadap kinerja polisi.

Belum lagi dalam beberapa kasus di daerah-daerah, ada pula beberapa oknum kepolisian yang justru tersangkut tindak pidana yang kian menguatkan rasa ketidakpercayaan publik terhadap institusi tersebut.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

zahir zahir