Sebagai seorang mahasiswa, saya sering kali bertanya-tanya, mengapa dosen lebih sering memberikan tugas kelompok daripada tugas individu? Mungkin teman-teman juga merasakan hal yang sama.
Awalnya, saya merasa tugas kelompok ini sangat merepotkan. Kita harus mencari waktu yang pas untuk bertemu, berkoordinasi dengan banyak orang, dan sering sekali ada saja anggota yang kurang berkontribusi.
Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai mencoba untuk berpikir lebih positif dan bersikap kritis mengenai alasan di balik keputusan dosen yang lebih sering memberikan tugas kelompok.
Jika kita pikirkan lebih dalam, mungkin salah satu alasan dosen sering memberikan tugas kelompok adalah untuk melatih kita bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain. Di dunia kerja nanti, kita tidak akan selalu bekerja sendiri.
Kemampuan untuk berkolaborasi dengan berbagai macam orang, dengan berbagai karakter, adalah keterampilan yang sangat berharga.
Melalui tugas kelompok, kita dilatih untuk menghadapi konflik, mencari solusi bersama, dan belajar untuk saling menghargai pendapat orang lain. Jadi, walaupun kadang terasa merepotkan, sebenarnya kita sedang dipersiapkan untuk masa depan.
Selain itu, saya menyadari bahwa tugas kelompok juga memberi kita kesempatan untuk belajar dari sudut pandang orang lain.
Misalnya, dalam satu kelompok pasti ada yang lebih mahir dalam satu hal daripada yang lain. Dengan bekerja sama, kita bisa saling melengkapi. Apa yang belum kita kuasai, bisa kita pelajari dari teman yang lebih paham.
Jadi, bukannya tugas kelompok ini justru memberi kita banyak keuntungan untuk belajar lebih banyak dan lebih dalam?
Namun, saya juga tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa ada kalanya tugas kelompok menjadi beban. Apalagi jika ada anggota kelompok yang tidak berkontribusi sesuai harapan.
Di sinilah pentingnya komunikasi yang baik. Sebagai mahasiswa, kita juga perlu belajar bagaimana menyampaikan kritik dan saran dengan cara yang konstruktif.
Mungkin ada teman yang belum tahu bagaimana cara bekerja sama dalam kelompok, dan ini adalah kesempatan kita untuk membantu mereka berkembang.
Tentu saja, semua hal ini kembali pada bagaimana kita melihat situasi. Kalau kita terus berpikir negatif dan merasa tugas kelompok ini hanya menambah beban, kita tidak akan mendapatkan apa-apa selain stres.
Namun, jika kita mencoba untuk berpikir lebih positif dan melihat ini sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, pasti ada banyak hal yang bisa kita ambil.
Mengeluh mungkin membuat kita merasa lebih lega untuk sementara, tapi mencari solusi dan mencoba melihat sisi positifnya akan memberikan dampak yang lebih baik dalam jangka panjang.
Jadi, daripada terus merasa terbebani dan overthinking, mungkin kita bisa mulai melihat tugas kelompok dari sudut pandang yang berbeda.
Kita bisa anggap ini sebagai latihan untuk menghadapi dunia kerja nanti, kolaborasi dan komunikasi adalah kunci sukses.
Dengan cara ini, kita tidak hanya menjadi mahasiswa yang lebih siap menghadapi tantangan, tapi juga lebih bijak dalam menyikapi setiap tugas yang diberikan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Politika Ki Hajar Dewantara dalam Membangun Pendidikan dan Bangsa Indonesia
-
Lebaran Lebih Berwarna dengan Arisan Keluarga, Ada yang Setuju?
-
Menghadapi Mental Down setelah Lebaran, Mengapa Itu Bisa Terjadi?
-
Menyusun Kembali Peta Kehidup setelah Lebaran sebagai Refleksi Diri
-
Warisan Politik Bapak Pendidikan Indonesia dalam Menjawab Tantangan Zaman
Artikel Terkait
-
Teman Mabuk hingga Penjual Miras Ikut Diperiksa Polisi, Pemicu Tewasnya Mahasiswa UKI Tersingkap?
-
Kepala Daerah Wajib Paham Tugas dan Fungsi: Wamendagri Terima Bupati Indramayu, Pemeriksaan Didalami
-
Puluhan Visa Mahasiswa Dicabut AS di Tengah Gelombang Aksi Bela Palestina
-
Mahasiswa UKI Tewas usai Pesta Miras di Kampus, Legislator PDIP: Gak Zaman Lagi 'Main' Pakai Otot
-
5 Rekomendasi Mie Ayam Jogja Murah Seharga Kantong Mahasiswa
Kolom
-
Prahara Wacana Hapus Kuota Impor: Terkesan Reaktif dan Berbahaya!
-
Anak-Anak Tak Bisa Menunggu Hukum Sempurna untuk Dilindungi!
-
Sekolah adalah Hak Asasi, Namun Masih Menjadi Impian bagi Banyak Anak
-
Quiet Quitting Karyawan sebagai Bentuk Protes Kepada Perusahaan
-
Ketika Algoritma Internet Jadi Orang Tua Anak
Terkini
-
Zahaby Gholy, Pembuka Keran Gol Timnas U-17 dan Aset Masa Depan Persija
-
5 Rekomendasi Buku untuk Belajar Mindfulness ala Orang Jepang, Wajib Baca!
-
Ulasan Lagu FIFTY FIFTY 'Perfect Crime': Cinta Gelap yang Memikat
-
Media Asing Turut Soroti Rekor Jumbo Usai Raup 1 Juta Penonton di Bioskop
-
Ulasan Novel Like Mother, Like Daughter: Pencarian di Balik Hilangnya Ibu