Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Anik Sajawi
Ilustrasi Sekolah di Indonesia yang butuh perhatian. (Unsplash/Jess Yuwono)

Presiden terpilih di Pilpres 2024, Prabowo Subianto sudah memanggil sejumlah nama yang akan mengisi kursi menteri untuk kabinetnya pada Senin, 14 Oktober 2024 kemarin. Tentu ada angin segar dari proses pemanggilan itu karena nama Nadiem Anwar Makarim tidak muncul dalam deretan menteri yang akan membantu presiden terpilih.

Sebab diakui atau tidak kinerja Mas Menteri Nadiem di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memang mendapatkan catatan merah dari berbagai pihak. Tidak heran hal itu mungkin menjadi pertimbangan Presiden terpilih di Pilpres 2024, Prabowo Subianto untuk mengganti sosok Mas Menteri Nadiem di kementrian yang bertanggung jawab mengenai pendidikan di Indonesia.

Sebab diakui atau tidak bicara pendidikan di Indonesia tentu tidak akan ada habisnya, masalahnya bak mencari jarum di tumpukan jerami yang tidak tahu kapan akan selesainya. Ada saja permasalahan yang imbas dari hal tersebut membuat banyak perhatian yang diberikan pada dunia pendidikan di Indonesia yang notabene merupakan pondasi bagi kemajuan suatu bangsa.

Nyatanya dibawah kepemimpinan Pemerintahan Jokowi mulai 2014 hingga 2024, ada banyak catatan mengenai pendidikan yang  masih belum terselesaikan. Termasuk isu mengenai akses pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat, beragam kendalanya masih menjadi tugas yang amat sulit bagi pemangku kebijakan yang sudah silih berganti dari berbagai zaman.

Padahal di Indonesia, pendidikan dianggap sebagai hak asasi dan akses ke pendidikan dasar telah dijamin secara konstitusional.  Namun, pada kenyataannya, isu pendidikan di zaman sekarang menunjukkan paradoks yang menarik, yaitu meskipun ada konsep "sekolah gratis," faktanya biayanya tetap menjadi beban yang berat bagi orang tua.

Sekolah Gratis dengan Biaya Mahal?

Data Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, sejak tahun 2013, pemerintah Indonesia telah memberlakukan kebijakan sekolah gratis bagi pendidikan dasar dan menengah.

 Langkah ini diambil untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah. Meski dalam konsep sekolah gratis ini, pemerintah menanggung biaya pendidikan dasar dan menengah, termasuk biaya pendaftaran, uang sekolah, dan seragam sekolah bagi siswa.

Meskipun begitu, masih ada sejumlah biaya tersembunyi yang sering kali menjadi beban tambahan bagi orang tua. Beberapa biaya yang sering dihadapi orang tua dan sering menjadi beban, mulai sumbangan yang tidak jelas peruntukannya, seperti di banyak sekolah yang meminta uang sumbangan sukarela, namun sudah ditentukan minimal besarannya tanpa rincian  yang jelas.

Belum lagi bahan seragam sekolah yang harganya sering diatas pasaran, terkini kebutuhan untuk seragam tambahan yang harus dibeli oleh orang tua juga semakin massif. Keponakan saya dalam satu minggu memiliki seragam lebih dari 6 stel dengan harga yang memberatkan orang tua. Itu masih ditambah adanya buku LKS, buku-buku itu seringkali menjadi tanggungan orang tua, terutama di sekolah-sekolah yang memakai sistem LKS bahan ajar yang harus dibeli secara mandiri.

Sementara kegiatan ekstrakurikuler di beberapa sekolah juga membebankan biaya untuk kegiatan ekstrakurikuler tertentu, seperti kegiatan seni, olahraga, atau kegiatan lain di luar jam pelajaran. Belum lagi biaya praktikum dan eksperimen di tingkat pendidikan menengah, beberapa mata pelajaran memerlukan biaya tambahan untuk praktikum dan eksperimen di laboratorium yang juga dibebankan orang tua.

Perbandingan dengan Zaman Orde Baru

Perbandingan dengan zaman Orde Baru menunjukkan perbedaan signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Meskipun saat itu tidak ada konsep "sekolah gratis," biaya pendidikan di masa itu jauh lebih terjangkau dan bahkan sering kali gratis di tingkat dasar.

Zaman Orde Baru tidak ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tanpa program muluk-muluk seperti itu justru tetap memberikan kesempatan kepada sekolah-sekolah membiayai kegiatan operasional, termasuk gaji guru dan biaya-biaya administratif lainnya.

Pada masa itu, sekolah-sekolah negeri seringkali tidak membebankan biaya pendidikan kepada siswa, sehingga pendidikan di tingkat dasar hampir sepenuhnya gratis .

Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan sistem pendidikan, biaya pendidikan pun mulai meningkat. Beberapa alasan di balik perubahan ini adalah kebutuhan untuk memperbaiki fasilitas sekolah, peningkatan kualitas pengajaran, serta tantangan dalam mengatasi defisit anggaran di sektor pendidikan.

Mengatasi Isu Pendidikan di Zaman Sekarang

Isu pendidikan di zaman sekarang adalah isu yang kompleks dan memerlukan solusi komprehensif. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi isu ini perlu dilakukan pemerintah. Mulai dari transparansi Biaya pendidikan yang dilakukan.

Pemerintah dan sekolah-sekolah harus lebih transparan dalam menyampaikan informasi tentang biaya pendidikan yang mungkin harus ditanggung oleh orang tua. Hal ini akan membantu orang tua untuk mempersiapkan diri secara lebih baik.

Perlu penguatan program bantuan yang tepat sasaran tanpa omong kosong, Pemerintah harus memperkuat program bantuan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan meningkatkan jangkauan dan manfaatnya bagi sekolah-sekolah dan siswa namun tanpa embel-embel biaya tambahan tentunya.

Selain itu dibutuhkan juga peningkatan kualitas pengajaran yang nantinya dapat membawa dampak positif dalam meningkatkan partisipasi dan minat belajar siswa, sehingga mendorong orang tua untuk lebih memprioritaskan pendidikan anak-anak mereka.

Isu pendidikan di Indonesia di zaman sekarang menghadirkan tantangan yang kompleks dan memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan.

Meskipun konsep "sekolah gratis" telah diimplementasikan, biaya pendidikan yang terkadang tetap menjadi beban bagi orang tua menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar yang harus diatasi. Apalagi dengan adanya upaya kolaboratif dan kebijakan yang tepat, diharapkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas dapat terwujud untuk setiap anak Indonesia.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Anik Sajawi