Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Anik Sajawi
Tanjung Papuma, yang terletak di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember. (Unsplash/Farano Gunawan)

Berkunjung ke Destinasi wisata di Kabupaten Jember memang memiliki beragam pilihan. Namun keseriusan pemangku kebijakan tampaknya perlu menjadi atensi agar sektor ini bisa tergarap dengan baik. Sebab jika melihat 10 tahun lalu, Kabupaten Jember pada masa itu masih berada di atas Kabupaten Banyuwangi dari berbagai aspek termasuk pariwisatanya. Namun jangan lihat saat ini, Bumi Blambangan tampak jauh melenting meninggalkan Kota Seribu Gumuk Ini.

Tentu saja jika tidak berbenah selamanya wilayah Jember akan berada di bawah bayang-bayang Banyuwangi. Sehingga perlu upaya serius untuk penanganannya, sangking seriusnya saya menulis hal ini untuk Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang sudah dilantik sejak Minggu, 20 Oktober 2024 lalu menggantikan presiden Jokowi. Siapa tahu dengan surat ini, ada pemangku kebijakan di Jember yang melihat dan tergerak untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek wisata Jember.

Sebut saja destinasi wisata Tanjung Papuma, yang terletak di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember. Saya yang pertama berkunjung di wisata ini pada medio Mei 2022 kunjungan pertama itu membuat saya selalu menyarankan destinasi ini sebagai wisata favorit bagi kolega dan kerabat yang sengaja datang ke wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Keindahan pantai di selatan Jawa itu semakin paripurna dengan pasir putih bak permadani dan deretan batu karang yang memukau membuat destinasi ini dikenal luas kala itu. Apalagi saat tahun 2022 itu saat saya datang ke Pantai Tanjung Papuma Pemerintah Kabupaten Jember bekerja sama Perhutani sedang menggratiskan tiket masuk ke sana dalam rangka libur hari raya Idul Fitri 1443 H.

Namun setelah dua tahun berlalu  dan saya kembali mengunjungi destinasi itu, kondisi kini berbalik 180 derajat. Destinasi yang dulu sempat ramai dikunjungi wisatawan, kini terancam kehilangan daya tariknya dan berakhir merana karena berbagai keluhan yang dialami pengunjung namun tidak ditanggapi serius oleh pengelolanya.

Harga Tiket Mahal Jadi Sorotan 

Salah satu faktor utama yang menyebabkan Tanjung Papuma kini mengalami penurunan jumlah pengunjung yang signifikan adalah harga tiket yang dinilai terlalu mahal bagi wisata alam. Bahkan hal itu sudah menjadi keluhan lama dari para wisatawan bahwa tarif tiket masuk yang terus naik tidak sebanding dengan fasilitas yang disediakan. 

Padahal jika dibandingkan dengan destinasi wisata serupa di wilayah Selatan Jember, perbedaan harga tiket di Tanjung Papuma menjadi terlalu mencolok. Tidak sedikit wisatawan yang datang ke Jember bisa menikmati pemandangan alam yang tidak kalah indah dengan biaya yang lebih terjangkau. Hal itu membuat kaum mendang-mending lebih memilih alternatif yang lebih ramah di kantong tanpa harus mengorbankan pengalaman menikmati alam. 

Masalah lain yang turut dikeluhkan pengunjung adalah kenaikan tarif tiket yang tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas. Fasilitas umum bagi pengunjung dianggap kurang memadai untuk wisatawan yang membayar tiket dengan harga tinggi. Sebut saja mengenai kebersihan toilet, idealnya dengan harga yang mereka bayarkan, wisatawan bisa mendapatkan kenyamanan dan kemudahan selama berwisata, namun kenyataannya jauh api dari panggangan. 

Akses Jalan Penghambat Wisatawan 

Selain harga tiket yang dinilai terlalu mahal, salah satu kendala lain yang semakin menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Tanjung Papuma ialah kondisi akses jalan yang mengalami kerusakan di beberapa jalur tanjakan. Wisatawan mengeluhkan beberapa akses menuju pantai itu mengalami kerusakan dengan topografi bukit, sehingga membuat perjalanan menjadi tak nyaman serta cenderung membahayakan. 

Kondisi jalan yang rusak itu tidak hanya terjadi di satu titik, melainkan di beberapa bagian jalan menanjak menuju Tanjung Papuma. Hal itu menyebabkan banyak wisatawan, baik yang datang dari dalam maupun luar kota, merasa perjalanan mereka terganggu. Meski tidak dipungkiri ada beberapa jalur dekat pantai yang saat saya datang ke sana sudah dipavingisasi sehingga memudahkan pengunjung.

Namun untuk akses jalan yang buruk dan belum diperbaiki tidak hanya menyulitkan wisatawan lokal, tetapi juga pelancong dari luar kota yang ingin datang menikmati keindahan pantai Papuma. Saya yang pernah memberikan rekomendasi kepada seorang kolega asal Purwakarta sempat diprotes karena datang ke destinasi wisata itu meski diakui keindahan alamnya memukau karena kondisi akses yang tidak terurus tetap saja membuat kapok untuk balik ke sana lagi. 

Dampak Bagi Masyarakat Lokal 

Jika tidak segera berbenah, penurunan jumlah wisatawan tidak hanya berdampak pada pengelola wisata Papuma saja, tetapi juga masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari pariwisata di Tanjung Papuma. Pedagang buah tangan, warung makan, hingga penyedia jasa penginapan tentu merasakan dampak langsung dari menurunnya kunjungan wisatawan yang datang tersebut . 

Semoga saja dengan tulisan ada ada upaya serius dari pengelola wisata dalam hal ini Perhutani maupun PT Palawi Risorsis untuk mengatasi masalah tersebut. Idealnya perbaikan jalan yang rusak di tanjakan dan penyesuaian harga tiket dianggap sebagai solusi yang mendesak agar Tanjung Papuma bisa kembali menarik minat wisatawan.   

Sebab jika situasi itu tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin wisatawan akan semakin enggan berkunjung ke Tanjung Papuma. Walakin tempat yang dulu bahagia kini akan terlihat merana yang  tentu saja akan berdampak buruk bagi ekonomi lokal yang sangat bergantung pada industri pariwisata yang ada di sana.  Semoga.

Anik Sajawi