Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Anik Sajawi
Ilustrasi jalur kereta api. (Unsplash.com/Thomas Bent)

Setiap pekan saat saya pulang ke Banyuwangi dari Stasiun Jember menggunakan KA Pandanwangi selalu membuat temanku Ratna Aini yang tinggal di Situbondo iri hati.

Bagaimana tidak, saya cuma butuh merogoh kocek Rp8 ribu saja untuk bisa pulang ke Banyuwangi setiap pekannya menggunakan kereta lokal tersebut.

Sementara dia harus berjibaku menembus ramainya jalanan Jember – Panarukan hingga melewati jalan pegunungan di Bondowoso menggunakan sepeda motor kesayangannya.

Celetuknya selalu sama saja, Ratna berharap reaktivasi jalur kereta api Kalisat – Panarukan yang kini mati suri, setelah terakhir digunakan oleh PT KAI Daops 9 Jember pada tahun 2004.

“Kapan kereta dari Situbondo aktif lagi kaya dulu jadi kalau pulang nggak perlu capek-capek lagi,” kata Ratna saat mengantarkanku ke Stasiun Jember.

Meski diakui wacana reaktivasi jalur kereta api Situbondo (Panarukan)–Jember (Kalisat) sebenarnya sudah menguat setelah rampungnya studi kelayakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Surabaya.

Tentu saja sesuai harapan Ratna dan warga di Situbondo lainnya proyek itu bakal meningkatkan konektivitas antarwilayah, memudahkan transportasi barang dan penumpang, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang ada di pesisir utara Jawa utamanya di Kabupaten Situbondo.

Pandangan saya, wacana reaktivasi jalur kereta Situbondo (Panarukan)–Jember (Kalisat) jika benar dilakukan, banyak hal yang perlu disiapkan karena banyak jalur yang saat ini berubah menjadi pemukiman. Padahal di jalur tersebut memiliki sejarah panjang dalam perkembangan kemerdekaan Indonesia di masa kolonial.  

Sejarah Jalur Kereta Api Panarukan–Kalisat

Jalur Kereta Api Panarukan–Kalisat memiliki sejarah yang panjang, dimulai dengan peresmian jalur itu pada tanggal 1 Oktober 1897 oleh Staatsspoorwegen.

Jalur tersebut menjadi bagian penting dari pengembangan infrastruktur transportasi di Jawa Timur, terutama dalam mendukung mobilitas barang dan penumpang di Situbondo dan Jember.

Peninggalan stasiun-stasiun di sepanjang jalur itu pun tergolong klasik, kebanyakan mengusung arsitektur Neoklasik dan Indische Empire yang menjadi ciri khas bangunan era kolonial yang masih tetap dipertahankan.

Keberadaan stasiun-stasiun itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemberhentian kereta, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan budaya di daerah sana.

Bahkan yang saat ini bisa disaksikan adalah bekas peninggalan dari desain Stasiun Situbondo dan Panarukan yang megah dan detail arsitektur yang menawan menambah daya tarik bagi wisatawan sejarah jika jalur kereta ini bisa diaktifkan kembali. 

Satu lagi hal yang menarik dari jalur Panarukan–Kalisat adalah jalur cabang yang menuju Pabrik Gula Panji. Jalur itu pada masa kolonial sangat vital untuk pengiriman tebu dari kebun-kebun sekitar ke pabrik, mendukung industri gula yang menjadi salah satu komoditas utama pada masa itu.

Tentu saja waktu itu dengan adanya jalur kereta api, proses pengiriman menjadi lebih efisien dan cepat.

Studi Kelayakan yang Semoga Segera Dilaksanakan

Jika jalur Benculuk – Banyuwangi hingga kini belum ada tanda-tanda diaktifkan, beda dengan jalur Panarukan – Kalisat yang sudah mulai dikaji aktivasinya.

Namun, meskipun studi kelayakan telah selesai, masih banyak tahapan yang harus dilalui sebelum proyek itu dilaksanakan. Termasuk salah satunya adalah menunggu adanya Detail Engineering Design (DED) dari PT KAI.

DED itu sangat penting untuk memastikan bahwa semua aspek teknis dan desain jalur kereta telah dipertimbangkan dengan matang.

Selain itu, pihak PT KAI juga tengah mematangkan konsep untuk mengantisipasi dampak sosial (Damsos) yang mungkin muncul akibat reaktivasi jalur ini.

Salah satu perhatian utama adalah banyaknya ruas jalur KAI yang telah disewakan untuk ditempati warga. Hal itu berarti bahwa proses reaktivasi tidak hanya memerlukan perencanaan teknis, tetapi juga pendekatan preventif terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar jalur itu agar tidak terjadi gesekan.

Langkah-langkah tersebut menunjukkan upaya serius untuk pengaktifan kembali jalur Panarukan – Kalisat dengan berbagai pertimbangan.

Upaya itu dilakukan untuk tidak hanya mengembangkan infrastruktur transportasi, tetapi juga menjaga kondisi masyarakat yang sudah memanfaatkan Jalur Kereta Panarukan – Kalisat.

Reaktivasi jalur kereta api itu diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan mobilitas di wilayah Situbondo, sekaligus memberikan manfaat ekonomi jangka panjang.

Adanya perhatian yang lebih pada aspek sosial dan teknis, diharapkan reaktivasi jalur kereta api Panarukan – Kalisat dapat berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Saya pasti akan menjajal jalur kereta ini jika jadi diaktifkan kembali karena ingin merasakan naik kereta di jalur ini bersama  Ratna Aini yang selalu iri hati dengan Pandanwangi.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Anik Sajawi