Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Bernardino Realino Arya Bagaskara
Ketua DPR RI Puan Maharani berpidato dalam sidang tahunan MPR RI bersama DPR dan DPR di Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). [Bidik layar/Bagaskara]

Memasuki periode kedua Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) masih belum disahkan. Film advokasiMengejar Mbak Puan” (2023) yang rilis sejak  Oktober tahun lalu oleh Konde.co masih belum memperoleh hasil yang diinginkan. 

Film “Mengejar Mbak Puan” merupakan film advokasi yang dirilis oleh Konde.co di kanal YouTube mereka. Berdasarkan Buku Ajar Filmologi Kajian Film (2022), advokasi merupakan suatu usaha yang terukur dan terorganisir dan bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan tertentu, baik mengubah, menyempurnakan, atau membela tanpa merebut kekuasaan politik.

Dalam kasus ini, Konde.co ingin menyuarakan dan membela PRT dalam perjuangan mereka memperoleh perlindungan dari negara. Melalui film tersebut, audiens diperlihatkan perjuangan para PRT untuk mendapat jawaban dari Puan Maharani selaku Ketua DPR RI.

Lita Anggraini, Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) memberikan gambaran perjuangan mereka dalam mendorong pengesahan RUU PPRT oleh Puan Maharani. Sebelumnya, mereka telah berjuang selama 19 tahun sejak tahun 2004 agar para PRT dapat memperoleh perlindungan selama bekerja. Hingga akhirnya pada 21 Maret 2023, Puan Maharani menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Namun hingga tahun 2024, satu tahun setelah film “Mengejar Mbak Puan” tayang, RUU tersebut masih belum disahkan.

Bentuk aksi dari para PRT di depan gedung DPR RI untuk menuntut pengesahan RUU PPRT yang diambil dari film "Mengejar Mbak Puan" (YouTube/Konde Institute)

Film yang disutradarai oleh Ani Ema Susanti dan Luviana Ariyanti ini berusaha mendokumentasikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh para PRT untuk mendorong pengesahan oleh DPR RI. Para PRT terus melakukan aksi di depan gedung DPR RI untuk mendesak agar mereka dapat memperoleh perlindungan.

Dalam film diperlihatkan salah satu aksi seperti membersihkan toilet di depan gedung DPR RI oleh para aktivis PRT. Mengutip dari website Konde.co, dokumentasi dalam film ini sebagian diambil langsung dari handphone para PRT yang melakukan aksi. Tujuannya untuk mendokumentasikan dan memperlihatkan perjuangan para PRT terhadap isu perlindungan mereka. 

Tidak adanya kepastian oleh pihak DPR RI, aksi oleh para anggota serikat PRT masih terus dilakukan. Pada bulan September 2024 lalu, sejumlah PRT menggelar aksi di depan gedung DPR setiap hari dari pukul 10.00 hingga 11.00 WIB.

Aksi ini juga dilakukan di 10 kota lainnya seperti di Cirebon, Palu, Manado, Bangka, Solo, dan kota-kota lain. Aksi yang dilakukan sepanjang September dilakukan dengan harapan pimpinan dan anggota DPR RI dapat mengesahkan RUU PPRT sebelum masa jabatan mereka berakhir. Namun, hingga rapat penutupan DPR RI periode 2019-2024 pada 30 September 2024 lalu RUU PPRT juga tidak kunjung disahkan.

Berakhirnya periode pertama Puan Maharani tidak menghentikan seruan para PRT untuk terus memperjuangkan pengesahan RUU PPRT. Yuni Sri Rahayu, anggota Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi dalam artikel Project Multatuli mengatakan bahwa beragam aksi sudah dilakukan seperti aksi mogok makan, aksi puasa, dan aksi tiup lilin.

Selain aksi di depan Gedung Senayan, film “Mengejar Mbak Puan” juga masih terus diputar di berbagai daerah. Pada awal rilis, film direncanakan akan diputar secara berkeliling di 10 kota Indonesia. Namun, saat ini berdasarkan laporan dari Konde.co, film “Mengejar Mbak Puan” memiliki total penayangan 22 kali di 18 daerah berbeda. Bahkan pemutaran film tidak hanya di daerah Indonesia saja tetapi juga di luar negara seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat. 

Hadirnya aksi-aksi dari PRT dan pemutaran film “Mengejar Mbak Puan” merupakan bentuk urgensi dari pentingnya perlindungan untuk para PRT. Berdasarkan data dari JALA PRT diketahui pada tahun 2018-2023, terdapat 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT.

Pada Februari 2024 juga terdapat kasus 5 orang PRT yang berusaha kabur karena dianiaya oleh majikan. Bahkan pada bulan Mei 2024 lalu, terdapat kasus yang memakan korban jiwa sebab seorang PRT terjatuh saat ingin kabur.  Kasus kekerasan hingga penganiayaan masih terus terjadi dan membuat RUU PPRT sebagai suatu undang-undang genting yang diperlukan. Memasuki periode kedua Puan Maharani, nasib RUU PPRT masih mengambang dalam genggaman DPR RI. 

Bernardino Realino Arya Bagaskara