Di kampus, kita pasti pernah mendengar istilah “mahasiswa abadi”. Biasanya, ini merujuk pada teman-teman yang membutuhkan waktu lebih lama untuk lulus. Sebagian besar dari kita mungkin menganggap mereka malas atau gagal, tetapi ternyata ada cerita yang lebih dari sekedar angka di transkrip.
Terkadang, keterlambatan itu bukan karena tidak mampu, tapi lebih karena pilihan hidup atau situasi yang memang agak rumit. Jadi, mari kita lihat lebih jauh: apakah memperpanjang masa kuliah itu selalu buruk? Dan apa sih yang sebenarnya terjadi di balik mahasiswa yang "terjebak" dalam status abadi?
Kenapa sih ada mahasiswa yang membutuhkan waktu lebih lama untuk lulus? Salah satu alasannya adalah karena banyak yang awalnya memiliki idealisme tinggi tentang apa yang ingin mereka capai. Mereka ingin mendalami topik tertentu lebih dalam, mengikuti proyek atau kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan passion mereka, atau bahkan ingin punya waktu lebih untuk mengerjakan tugas akhir yang sempurna.
Namun, kenyataan di lapangan seringkali tidak sesuai harapan. Ada aja yang bikin kuliah jadi mundur—dari mata kuliah yang sering tertunda, dosen yang susah dihubungi, sampai beban tugas yang menumpuk. Akhirnya, mereka memilih untuk menunda pernikahan sambil mencoba mengejar sesuatu yang lebih berarti.
Tapi, apakah memperpanjang masa kuliah itu selalu ada sesuatu yang negatif? Jawabannya: belum tentu. Memang sih, bagi sebagian orang, menjadi mahasiswa abadi itu terkesan seperti kegagalan. Namun kenyataannya, banyak juga yang memilih untuk tidak buru-buru lulus karena mereka ingin mengasah keterampilan di luar kuliah, seperti ikut organisasi atau magang di tempat yang mereka minati.
Mereka beranggapan, waktu ekstra di kampus bisa digunakan untuk meningkatkan pengalaman dan memperluas jaringan yang akan berguna di masa depan. Lagi pula, lebih baik menunggu sedikit lama untuk mendapat kesempatan yang lebih baik daripada terburu-buru lulus tapi akhirnya merasa kurang siap untuk dunia kerja.
Namun, meski terlihat "keren" kalau bisa mengejar passion sambil kuliah lebih lama, ada juga dampak negatif yang nggak bisa diabaikan. Terkadang, semakin lama kuliah, semakin sulit juga untuk mempertahankan semangat. Ada yang mulai merasa stres karena tekanan teman-teman yang sudah lulus, orang tua yang mulai bertanya-tanya, atau bahkan rasa bosan yang datang begitu saja.
Biaya kuliah yang terus berjalan juga bisa jadi beban finansial, apalagi kalau mahasiswa sudah mulai ingin mandiri dan bekerja. Jadi, penting juga untuk menyiarkan apakah memperpanjang kuliah itu memang pilihan yang tepat, atau justru menunda-nunda yang pada akhirnya membuat kita semakin jauh dari tujuan.
Lalu, bagaimana dong caranya supaya kita tidak terjebak dalam status pelajar 'abadi' terlalu lama? Salah satunya, kita perlu punya tujuan yang jelas. Jika memang memilih untuk mengatur izin demi alasan yang lebih produktif, seperti mendalami penelitian atau meningkatkan keterampilan, itu bisa menjadi keputusan yang bijak. Namun, penting juga untuk memastikan bahwa alasan kita tidak hanya sekedar “mager” atau menunda-nunda tugas. Rencanakan juga kapan harus menyelesaikan skripsi atau mengambil ujian. Dengan perencanaan yang matang, kita bisa lebih fokus dan tidak terlalu lama terjebak dalam rutinitas kuliah.
Mahasiswa menjadi 'abadi' itu bukanlah akhir dunia, asalkan kita memiliki tujuan yang jelas dan tahu apa yang kita inginkan. Terkadang, lebih penting untuk mengembangkan diri dengan pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan daripada sekadar lulus tepat waktu. Namun, kalau akhirnya status "mahasiswa abadi" menjadi terlalu lama dan mulai mengganggu fokus kita, ya saatnya untuk berpikir ulang. Yang penting, jangan lupa bahwa setiap langkah yang kita ambil harus membawa kita lebih dekat pada tujuan akhir—baik itu izin yang tepat waktu atau pencapaian lain yang lebih berarti.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Memberdayakan Siswa sebagai Agen Perubahan melalui Mentor Sebaya
-
Tawa yang Berisiko! Kenapa Sarkasme Mahasiswa Mudah Disalahpahami Otoritas?
-
Jebakan Flexing! Ketika Bahasa Ilmiah Cuma Jadi Aksesori Pamer Kepintaran
-
Fenomena Bubble Kampus! Saat Eksklusivitas Prodi Mencekik Jaringan dan Ide
-
Kesesatan Berpikir Generasi: Predikat Tak Harus Verba, Kenapa Kita Salah?
Artikel Terkait
-
Segini Biaya Kuliah S3 Bahlil di UI: 50 Persen Lebih Murah Karena Lulus Cepat?
-
Apa Itu Kuliah Double Degree dan Perbedaannya dengan Single Degree
-
Kuliah atau Kerja? Menyiasati Hidup Mahasiswa yang Multitasking
-
Mengikuti Organisasi Kampus: Sekadar Hiburan atau Langkah Menuju Karier?
-
Fenomena Titip Absen dan Dampaknya: Antara Etika dan Solidaritas
Kolom
-
Akar Masalah Bullying: Sering Diabaikan, Lingkungan, dan Psikologi Keluarga
-
Bongkar Luka Bullying: Belajar dari Drama 'The Glory' dan Realitas Saat Ini
-
Ada Peran Orang Tua Cegah Potensi Anak Jadi Pelaku Bullying, Ajarkan Empati!
-
Suara Nelayan Tenggelam: Bertahan di Tengah Banjir Izin Industri
-
Kisah Relawan Kebersihan di Pesisir Pantai Lombok
Terkini
-
Rentetan Bullying Hingga Kekerasandi Sekolah, Bagaimana Peran Pendidik?
-
EXO Hidupkan Lagi Konsep Superpower di Trailer Album Penuh ke-8, REVERXE
-
Tembus 5 Juta Penonton, Agak Laen 2 Jadi Film Indonesia Terlaris Kedua 2025
-
Hadapi Filipina, Timnas Indonesia Jangan sampai Senasib dengan Myanmar
-
John Heitinga Dirumorkan Latih Timnas Indonesia, Rekam Jejaknya Cemerlang?